Jaman memang akan terus berjalan dinamis seiring era yang sedang berlangsung. Perubahan pola pikir dan pola kerja manusianya juga “hasil” dari imbas roda jaman yang terus bergulir dinamis. Perubahan ini merangsuk ke semua lini kehidupan termasuk didalamnya, politik.
Cara berpolitik dari jaman ke jaman sejatinya dilakukan hampir sama. Tetapi agak sedikit menukik, ketika di tiap era memberikan nuansa yang berbeda. Seperti pada jaman sekarang dimana kemajuan teknologi informasi bertumbuh sangat cepat. Perkembangan ini justru berimbas pada pola dan strategi politik dari para politisi untuk menggaet simpati dari calon konstituennya. Apalagi pada tahun depan, pemilu presiden dan pemilu legislatif akan digelar bersamaan pada 17 April 2019. Sebuah sejarah baru dalam demokrasi bangsa Indonesia.
Kecenderungan politisi untuk menyampaikan “bahan dagangannya” agar layak jual dan diminati, sudah mulai bergeser dari media konvensional. Tetapi berkat kemajuan teknologi informaai tadi, “promosi politik” kini dilakukan lewat “jalur udara” alias media sosial. Kalau di era sekarang, ini disebut jaman milenial.
Tapi menurut GPS, apa yang dilakukan para politisi saat ini wajar-wajar saja. Karena untuk menarik simpati dari calon pemilih. “Disinilah kemampuan politisi diuji bagaimana ia harus mampu menyamakan frekwensi dengan kontituennya,” ujar GPS yang juga maju sebagai caleg DPR RI dari Partai Hanura dapil Bali.
Anak muda atau yang kerap disebut generasi milenial punya potensi suara cukup besar. Selain anak muda ini, potensi suara lainnya adalah ibu-ibu atau yang lebih familiar disebut “enak-emak”. GPS menyebut mereka sebagai golongan yang “pesaje”. Yang artinya kalau sudah klik maka akan benar-benar memilih.
“Potensi emak-emak ini sangat besar dan tingkat daya tahan elektabilitas dia untuk memilih itu tinggi. Untuk bergeser lagi agak susah, tapi untuk menentukan pilihan agak lambat. Namun ketika sudah klik, suamipun dilibas, bahkan cenderung bisa dipengaruhi,” beber politisi muda ini.
Disisi lain, GPS menampik jika dikatakan caleg perempuan dalam pileg mendatang hanya sebagai pelangkap saja. Justru diungkapkan banyak caleg perempuan yang telah mempersiapkan diri.
“Kualitas mereka sudah mumpuni kok, tidak lagi bisa dikatakan hanya sebagai pelengkap. Yang penting bagaimana antar caleg melakukan kompetisi yang sehat saja sehingga kualitas tetap terjaga,” tutupnya. (red)