Berbekal pengalaman di berbagai organisasi baik kepemudaan, olahraga dan juga aktivitas di adat dan agama, menjadikan pribadi Nyoman Graha Wicaksana, seorang tokoh pemuda di Kuta Badung, tertantang untuk mencoba peruntungan di pesta demokrasi pemilu legislatif pada 17 April mendatang. Hadir sebagai “new comer”, Graha Wicaksana (GW) memilih kendaraan politik PDI Perjuangan dan mengantongi nomor 2 untuk daerah pemilihan Kuta kursi DPRD Badung. Graha bukanlah orang baru di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri. Graha saat ini masih tercatat sebagai Ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Kuta.
Lalu apa visi misi Graha ikut bertarung pada konstestasi Pileg 2019?. Politisi muda banteng moncong putih ini, menyatakan terpanggil batinnya untuk mengabdikan diri secara total untuk masyarakat dan juga tanah kelahirannya, Kuta. Keterpanggilan hatinya untuk mengabdi, karena melihat Kuta sebagai kawasan pariwisata internasional dihadapkan beragam persoalan yang kompleks.
Mantan Ketua LPM Kuta ini menjelaskan, Kuta sebagai jendela pariwisata Bali seharusnya dikelola dengan baik dan profesional. Namun dalam pengamatannya, justru Kuta seakan dibiarkan tumbuh dan berkembang “liar” tanpa arah. Graha menilai, Kuta tidak memiliki rencana detail tata ruang, tidak punya blueprint pembangunan yang jelas. Parahnya lagi, akses dari pesatnya perkembangan pariwisata di Kuta berimbas kepada mulai terpinggirkannya warga lokal. Namun disatu sisi, Graha merasa bersyukur warga lokal Kuta masih memegang teguh dan kuat untuk menjalankan aktivitas adat, agama, tradisi, seni dan budayanya.
“Saya contohkan begini. Warga Kuta itu banyak bergerak di bidang akomodasi homestay atau penginapan kecil. Nah sekarang ada perusahaan besar hotel berbintang dia menjual dengan harga yang rendah, ini khan mematikan usaha kecil yang notebene milik warga lokal”, jelas Graha Wicaksana, di Kuta, Badung, Kamis (31/1).
Graha mengatakan, kondisi seperti itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Harus ada proteksi untuk melindungi eksistensi warga lokal. Karena itu Graha menginginkan lahir kebijakan-kebijakan yang pro terhadap konten lokal. “Kita berharap Kuta tak hanya menjadi kawasan pariwisata yang modern tetapi juga kawasan yang memberikan rasa nyaman bagi lingkungan dan warga lokal”, ucapnya.
Disisi lain, Graha juga melihat, pemerintah kabupaten selama ini menonjolkan pembangunan-pembangunan hanya untuk mengejar pendapatan daerah. Tetapi justru mengabaikan pembangunan mental masyarakatnya. “Misalkan membangun ruang terbuka publik atau taman kota, taman hiburan bagi keluarga yang ramah sehingga bisa dipakai untuk refreshing melepas kepenatan dari rutinitas pekerjaan”, bebernya.
Melihat kompleksnya persoalan Kuta saat ini, jika dipercaya masyarakat duduk sebagai anggota legislatif DPRD Badung, Graha akan memperjuangkan arah pembangunan yang menguatkan eksistensi warga lokal termasuk membangun ruang publik terbuka yang nyaman sebagai tata ruang kota yang ramah lingkungan. (red)

