Badung. Perbekel Desa Tibubeneng I Made Kamajaya mengatakan rata-rata ada 1.500 kunjungan wisatawan setiap hari ke Desa Tibubeneng. Hal tersebut disampaikannya pada acara seminar dan sosialisasi model pengembangan pariwisata berkelanjutan Desa Tibubeneng “Tibubeneng Village Tourism” yang dilaksanakan di GOR Segara Perancak, Desa Tibubeneng, Sabtu (17/11/2018). Acara seminar ini merupakan kerjasama BumDes Gentha Persada, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dengan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua Bali.
Acara ini juga dihadiri Kepala Dinas Pariwisata Badung yang diwakili Sekretaris Dinas Pariwisata Badung, Ketua PHRI Badung yang juga Ketua BPPD Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Camat Kuta Utara, anggota DPRD Badung, tokoh masyarakat, pelaku usaha pariwisata di Desa Tibubeneng serta kelompok relawan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) yang mendampingi pengembangan IT di Desa Tibubeneng.
Dikatakan Perbekel Desa Tibubeneng I Made Kamajaya, seminar ini dilaksanakan dalam rangka mengoptimalisasi upaya memajukan pariwisata desa dengan mengembangkan model pengembangan pariwisata berkelanjutan. Sebab Desa Tibubeneng mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat cepat terutama di sektor pariwisata.
“Tapi itu bukan masalah prinsip, yang penting masyarakat hidup sejahtera, harmonis dan damai serta tercipta pariwisata berkelanjutan. Ini mesti kita jaga dan rawat bersama,” ajak Kamajaya didampingi Ketua BumDes Gentha Persada, Desa Tibubeneng, I Made Dwijantara.
Kunjungan wisatawan ke Desa Tibubeneng per hari yang mencapai seribuan lebih itu, menandakan turis merasa nyaman selain alam yang mendukung dan adat serta budaya yang kokoh dilestarikan masyarakat. “Kenapa wisatawan datang, karena kita masih punya ruang terbuka hijau, dan nyaman. Masyarakat masih ramah. Seni dan budaya juga masih terjaga lestari,” ujarnya.
Namun terlepas dari itu, Desa Tibubeneng juga dihadapkan dengan beragam persoalan yang kompleks sebagai konsekwensi dari tumbuhnya denyut pembangunan termasuk tantangannya. Misalnya dari segi keamanan, Desa Tibubeneng belum punya konsep yang memadai. Lalu masalah banjir yang kerap datang di musim hujan juga menjadi ancaman bagi sektor pariwisata. Begitu juga soal penataan lingkungan dimana masih ada pedagang yang berjualan di trotoar. Belum lagi soal pembangunan yang tidak terkontrol yang akan mempengaruhi kenyamanan pariwisata.
Kalau perubahan cepat ini tidak ditangani dengan pola yang terukur, kata Kamajaya, akan jadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Apalagi sebanyak 85 persen masyarakat Desa Tibubeneng bergerak di sektor pariwisata. Kalau pariwisata rusak maka masyarakat akan kehilangan lapangan pekerjaan.
“Jadi kita harus ada langkah konkret menjadikan Desa Tibubeneng sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan,” pungkas Kamajaya.
Ketua Prodi Manajemen Kepariwisataan STP Nusa Dua Bali Ni Made Tirtawati mengatakan pihaknya menjadikan Desa Tibubeneng sebagai desa pendampingan karena sektor pariwisata di desa ini menjadi sektor unggulan utama dan perkembangannya sangat masif. Namun di satu sisi Desa Tibubeneng belum punya badan pengelola yang mengelola potensi kapariwisataan desa ini sebagai destinasi unggulan.
Selain itu belum terbentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai wadah para pelaku kepariwisataan yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya kepariwisataan di wilayah desa. Padahal pariwisata Tibubeneng sudah berkembang dengan pesat dan cepat.
“Jadi STP Nusa Dua akan mendampingi pembentukan tata kelola pariwisata berkelanjutan dan berbasis masyarakat di Desa Tibubeneng,” tegas Tirtawati.
Ketua PHRI Badung yang juga Ketua BPPD Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Tibubeneng sejalan dengan visi Kabupaten Badung membangun pariwisata budaya berbasis kerakyatan. “Kami harapkan pariwisata berkelanjutan di Tibubeneng benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.