Pengacara yang dijuluki “Panglima Hukum”, Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., mengamati dan berkomentar tentang apa yang terjadi pada Bambang Trihatmodjo yang diberitakan menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Putra Presiden RI ke-2 Soeharto itu mempersoalkan Keputusan Menkeu No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri terhadap Bambang selaku Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games XIX-1997.
Togar Situmorang yang juga seorsng advokat ini mengungkap bahwa Bambang Trihatmodjo dicekal ke luar negeri karena ada hutang kepada negara pada tahun 1997 ketika Indonesia pada saat itu sedang menyelenggarakan event olah raga Sea Games.
Dimana jelasnya, penyelenggaraan Sea Games dilakukan oleh konsorsium yang diketuai Bambang Trihatmodjo. Didalam event olahraga tersebut menggunakan dana 3,5 miliar menggunakan kurs pada saat itu dan ada fasilitas bea masuk khusus untuk mobil.
“Hasil dari kegiatan tersebut, tidak pernah diserahkan terutama hasil mobil tersebut. Jadi oleh Sri Mulyani menagih piutang tersebut, dimana dalam hutang itu ditalangi oleh pemerintah, dan itu menjadi piutang negara,” papar pria yang juga pemerhati kebijakan publik ini.
Advokat yang masuk kedalam Tim 9 Investigasi Komnaspan RI mengungkapkan gugatan yang diajukan Bambang Trihatmodjo tersebut berlebihan. Alasannya, karena apabila Bambang memang memiliki hutang seharusnya Bambang bisa kooperatif untuk menyelesaikan kewajiban tersebut.
“Sehingga tidak mungkin pemerintah melakukan pencekalan terhadap seseorang tanpa adanya alasan yang jelas. Dan tindakan pencekalan Bambang Trihatmodjo untuk berpergian ke luar negeri merupakan kebijakan yang ditempuh panitia berkaitan dengan utang piutang negara, bukan sekadar tugas Kementerian Keuangan,” Ketua Hukum dari RS dr. Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur ini.
Hal ini juga sudah secara jelas dalam Undang-Undang No.49 PRP 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara merupakan upaya pemerintah RI untuk melakukan pengamanan uang negara. Dimana Panitia Urusan Piutang Negara terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Kejaksaan, Kepolisian, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Dan prinsip pertama yang dianut piutang negara yaitu due process of law yang bermakna debitor dipanggil dan diberi kesempatan memberikan bukti terkait utangnya dan cara penyelesaiannya.
“Apabila debitor sepakat mengenai jumlah hutang maka akan dibuat pernyataan bersama (PB). Dan jika pernyataan bersama tidak dibuat karena alasan yang sah, maka PUPN menerbitkan jumlah piutang negara sehingga dalam penyelesaiannya debitor diberikan alternatif seperti menjual barang jaminan, diberi kesempatan untuk penebusan hutang, debitor diberikan restrukturisasi, bisa melakukan pendekatan non eksekusi, PUPN bisa melakukan penagihan sekaligus dengan surat paksa dan pernyataan pelelangan barang jaminan,” jelas Founder dan CEO Firma Hukum di Law Firm “TOGAR SITUMORANG” ini. (red)