Categories Denpasar Pendidikan

Dengar Pendapat Badan Pengkajian MPR RI dengan Masyarakat, Alit Kelakan: “Peran agama perkokoh nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika”

Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam semesta, dan penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi.

“Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Anggota Badan Pengkajian MPR RI, IGN Kesuma Kelakan, S.T., M.Si., saat acara Dengar Pendapat Masyarakat di Aula Kanwil Departemen Agama Provinsi Bali, Kamis (22/10/2020). Dalam kegiatan ini hadir sebagai pembicara tunggal, IGN Kesuma Kelakan yang diikuti peserta para tokoh masyarakat, pemuka agama, dan guru penyuluh agama seluruh Bali. Acara ini tetap mengutamakan upaya pencegahan virus corona dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Lebih lanjut Kesuma Kelakan mengatakan, sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Seiring dengan perjalanan waktu dan sejarah bangsa, kini apa yang telah diperjuangkan para pendiri dan pendahulu bangsa tengah menghadapi ujian keberlangsungannya. Globalisasi dan euphoria reformasi yang sarat dengan semangat perubahan, telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan. Pemahaman generasi penerus bangsa terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, semakin terdegradasi dan terkikis oleh derasnya nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa.

“Ironisnya, nilai-nilai baru ini belum sepenuhnya dipahami dan dimengerti, namun nilai-nilai lama sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan. Tanpa disadari, generasi penerus bangsa bergerak semakin menjauh dari Pancasila sebagai jati diri bangsa yang bercirikan semangat gotong royong,” pungkas Kesuma Kelakan yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI.

Di Indonesia, akhir-akhir ini banyak berkembang isu-isu radikalisme diantaranya adalah kelompok yang mengklaim dirinya kelompok radikal dan merupakan isu global saat ini. Munculnya kelompok-kelompok tersebut merupakan format perlawanan global kelompok radikal terhadap ketidakadilan dunia. Hal ini dikaitkan dengan kebijakan miring pemimpin dunia, kesenjangan sosial-ekonomi, bahkan ekspansi budaya barat yang dianggap merusak nilai-nilai yang telah hidup lama seperti hedonisme dan materialisme. Isu tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jaringan maya, bukan saja di satu negara, tetapi juga di negaranegara sebagai akibat kebijakan banyak negara yang memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok perlawanan yang lari dari negara masing-masing.

“Di sisi lain, munculnya radikalisme di Indonesia menjadi nyata, seiring perubahan tatanan sosial dan politik,” ungkapnya.

Dihadapan peserta, anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menjabarkan makna yang terkandung pada nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila.

Sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa (Nilai Ketuhanan). Kesuma Kelakan memaparkan, sila pertama ini merupakan “roh” sekaligus dasar dari keempat sila lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa bangsa Indonesia adalah negara yang monotheisme percaya terhadap Tuhan yang satu bukan sebaliknya. Dengan kata lain, negara Indonesia berlandaskan agama.

Pancasila dengan sila pertamanya, adalah sebuah falsafah yang sesuai dan bersahabat dengan agama. Oleh karenanya, sudah seharusnya sebagai Insan yang beriman dan bertakwa kepada-Nya dengan mendirikan perintahnya guna meningkatkan kesalehan.

“Kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepatutnya menyadari realitas kemajemukan Indonesia sebagai sebuah berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Keberagaman semestinya tidak bersifat hierarkis, melainkan egaliter, dan oleh karena itu berimplikasi pada nilai etis toleransi. Sebagai umat beragama yang beriman dan bertakwa, sudah semestinya kita menanamkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, kejujuran, dan kemuliaan dalam diri, sehingga meningkatkan moral bangsa,” ulas politisi yang lebih populer dipanggil Alit Kelakan ini.

Sila ke-2, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Alit Kelakan menyatakan, nilai yang terkandung dari sila kedua Pancasila adalah nilai kemanusiaan. Artinya manusia yang adil dan beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, yang diwujudkan dalam semangat saling menghargai, toleran, yang dalam perilaku sehari-hari didasarkan pada nilai-nilai moral yang tinggi, serta untuk kepentingan bersama. Dengan mengimplementasikan sila ke-2 ini diharapkan bahwa permasalahan yang dialami bangsa saat ini seperti tidak adanya toleransi, konflik antar golongan, pengangguran, kemiskinan, mafia kasus, korupsi, diskriminasi dan kesenjangan sosial, tindakan kekerasan, baik secara vertikal maupun horizontal, dapat teratasi.

Masih dalam penjelasannya. Pada sila ke-3 (Persatuan Indonesia) terang Alit Kelakan, Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman suku, agama, bahasa, budaya, dan ras. Namun dengan terbentuknya NKRI, dimulailah komitmen bersama untuk terus membentengi keberagaman itu untu mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera. Itulah makna yang terkandung dari sila ke-3 ini. Karena sesuai dengan konstitusi tujuan negara ialah berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap tumpah darah Indonesia dan seluruh isinya dengan semangat persatuan tersebut.

“Perlakuan yang sama pada seluruh warga dimananapun berada haruslah dilakukan oleh pemerintah tanpa memandang latar belakang suku, ras, budaya, maupun agamanya,” sebut anggota DPRD Bali periode 1999-2003 ini.

“Warga negara dalam semangat kebersamaan seharusnya melakukan tindakan yang tetap menunjukkan sikap dan perbuatan yang NKRI untuk kebahagiaan dan kemajuan bersama. Semangat persatuan inilah yang harus terus dijaga agar NKRI tetap eksis, dan dapat menjadi kuat karena terbangun dari jalinan keberagaman yang harmonis,” sambugnya.

Kemudian, pada sila ke-4 yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Dijelaskan, konstitusi mengamanatkan untuk mewujudkan negara yang demokratis, yang mana kedaulatan diserahkan sepenuhnya kepada rakyat. Nilai yang terkandung dalam sila ke-4 Pancasila adalah pedoman berdemokrasi Indonesia. Namun bagaimana cara mengimplementasikan demokrasi Indonesia masih dalam tahap pencarian identitas. Sejak merdeka, Indonesia telah melalui beberapa tahapan demokrasi, yaitu demokrasi masa revolusi, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi era orde baru dan demokrasi era reformasi.

Dan terakhir, sila ke-5 yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Alit Kelakan menjelaskan, sila keadilan sosial mengandung makna bahwa setiap warga negara diperlakukan sama tanpa adanya perbedaan suku, ras, agama, bahasa, kaya dan miskin, maupun jabatan.

Karena itu, semua warga negara harus diperlakukan adil oleh negara. Perwujudan dari sila keadilan sosial ini dapat berupa penegakan mukum dengan asas keadilan bukan keuangan dan jabatan, tidak ada tekanan baik fisik maupun mental terhadap rakyat, mendapatkan kehidupan yang sejahtera atau terbebas dari kemiskinan, dan kebodohan, serta dari tekanan pihak asing.

Pemerintah berpihak kepada rakyat yang harus dibela, bukan kepada golongan tertentu yang mempunyai kepentingan. Itulah prinsip keadilan yang terkandung dalam sila ke-lima. Namun sesungguhnya prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi anak tangga pertama yang harus dipijak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadilan dalam konteks aturan, kebijakan, tindakan, dan perlakuan yang adil terhadap rakyatnya dapat membuat masyarakat leluasa bermusywarah dan bermufakat mencari solusi persoalan. Tegaknya keadilan membuat bangsa akan lebih mudah dalam menyatukan kekuatan untuk dapat mewujudkan kemakmurannya yang bermartabat.

Keadilan juga akan mempertebal rasa kemanusiaan dan saling mencintai sesama ciptaan Tuhan. Akhirnya keadilan dapat membuat setiap orang tenang beribadah tanpa harus merasa terancam oleh kelompok lain yang berbeda keyakinan.

“Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain,” sebut anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.

“Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini. Akan tetapi ke-5 sila merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula. Itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia,” imbuh anggota DPD RI periode 2009-2014 ini.

Peran agama sangat dibutuhkan dalam situasi bangsa saat ini. Salah satunya adalah peran agama sebagai pendidikan untuk generasi muda, dan jika mengaitkannya terhadap Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, di alam prinsip Pancasila tidak membeda-bedakankan manusia berdasarkan agama, ras, warna kulit atau budaya.

Alit Kelakan menambahkan, pandangan Pancasila mengakui adanya pluralisme yang memungkinkan berkembangnya suatu nasionalisme yang inklusif. Pancasila sebagai ideologi nasional mengatasi faham perseorangan, golongan, suku bangsa, dan agama. Sehingga semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ diterapkan bagi segala masyarakat Indonesia dalam kesatuan yang utuh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional berupaya meletakkan kepentingan bangsa dan Negara Indonesia ditempatkan dalam kedudukan utama di atas kepentingan yang lainnya.

Bersinergi di dalam arus perubahan informasi dan teknologi yang begitu cepat dibutuhkan nilai-nilai pemersatu bangsa yaitu nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa sebenarnya sudah ada di dalam hati sanubari setiap orang Indonesia, bahkan jauh sebelum kemerdekaan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya keharmonisan kehidupan yang dibangun dalam kebersamaan, saling menyayangi, memiliki rasa persaudaraan yang tinggi, dan konsep gotong royong yang tidak pernah dilupakan dan ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia.

“Pancasila menjadi pedoman kehidupan bersama dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila memperkokoh kehidupan bangsa dan mempererat persaudaraan antara sesama dalam tatanan kehidupan sosial warga negara,” kata Wakil Gubernur Bali periode 2003-2008 ini.

Masih dalam paparannya, Alit Kelakan mengatakan pembudayaan nilai-nilai Pancasila tidak sekedar memahami saja, namun harus dihayati dan diwujudkan dalam pengalamannya oleh setiap diri pribadi dan seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu, dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila maka akan menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan, mempertajam perasaan, meningkatkan daya tahan, daya tangkal dan daya saing bangsa yang semuanya tercermin pada sikap tanggap dan perilaku masyarakat.

“Saat ini tantangan yang harus kita pikirkan bersama adalah merumuskan secara sadar dan tulus mengenai peran nilai-nilai keagamaan, moral dan etik dalam membina kerukunan, persatuan, kohesi sosial, integrasi nasional, serta ketahanan nasional,” ucapnya.

Dalam era paradigma baru maupun di era globalisasi informasi mendatang kemitraan umat beragama antar bangsa dan negara perlu dibina dalam kerangka ketahanan regional. Sebab dengan terciptanya ketahanan nasional dan ketahanan regional, upaya perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 dapat diwujudkan.

“Untuk mewujudkan proposisi diatas haruslah secara tajam menganalisis kebijakan nasional, dan kebijakan nasional yang berorientasi ke masa depan yang siap menghadapi tantangan pembangunan yang semakin berat dan kompleks di masa depan,” tutup Ali Kelakan. (red)