Kesadaran krama adat Bali untuk mendorong tumbuh kembang ekonomi adat, terus meningkat. Hal ini merupakan titik balik kesadaran dan sikap “jengah” terhadap situasi kondisi yang dihadapi krama adat Bali selama berpuluh tahun terutama atas tingginya outflow di sektor riil khususnya sub-sektor ritel.
Hal ini disampaikan Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet dalam sambutannya di acara peresmian Penggak Mart Aromaku, yang terletak di Jalan Krisna, Banjar Metra Kaja, Desa Adat Metra, Tembuku, Bangli, Senin (28/12/2020) kemarin.
Menurut Ida Pangelingsir, dengan mendirikan unit-unit usaha ritel baik yang dimiliki murni oleh desa adat maupun hasil kerjasama antara krama adat dengan desa adat setempat, maka secara tidak langsung hal ini akan mendorong kemandirian ekonomi di sektor riil dan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh krama adat sendiri.
Modal utama yang harus dimiliki prajuru adat dan krama adat adalah jengah. Selanjutnya Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan dan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten/Kota diminta untuk proaktif melakukan pendampingan dan pembinaan kepada desa adat sampai entitas utsaha adat di sektor riil berupa unit toko ritel terbentuk dan beroperasional dengan baik.
“Penggak Mart Aromaku di wewidangan Desa Adat Metra, seperti halnya Toko Tenten Mart Desa Adat yang sudah terlebih dahulu diresmikan di Desa Adat Tanjung Benoa bisa menjadi model toko yang layak ditiru oleh krama adat dan desa adat di Kabupaten Bangli khususnya dan 1.493 desa adat lain di Bali,” tegas Ida Pangelingsir.
Nyoman Gede Nuada, SH., didampingi istri Ketut Alit Andriyani selaku pemilik Penggak Mart atau disebut Mitra BSL mengungkapkan rasa angayubagia karena sudah dikenalkan dengan PT Bali Sari Linuwih yang merupakan Pusat Distribusi dan Manajemen Ritel yang dimiliki oleh Gabungan Desa Adat dan konsen dalam pengembangan ekonomi adat di sektor riil.
“Dari pandangan kami yang juga kebetulan mengelola 7 unit toko bahan kue dan toko khusus aksesoris, konsep yang dibangun oleh PT Bali Sari Linuwih sangat relevan dan paling memenuhi unsur pengelolaan usaha yang baik serta berkelanjutan,” ungkap Nyoman Gede.
Pemilik Yayasan Dwipahara ini juga mengungkapkan selain sisi bisnis, dia melihat pengembangan sektor riil dalam ekonomi adat di Bali sangat penting untuk dipercepat sehingga mampu menciptakan daya saing bagi orang Bali sendiri.
Secara khusus Nyoman Gede Nuada yang akrab disapa Mangku Cedar tersebut, menyampaikan siap membuka diri untuk memberikan informasi bagi siapapun yang ingin mendirikan Penggak Mart atau Tenten Mart Desa Adat seperti sistem yang diadopsinya melalui kerjasama dengan PT Bali Sari Linuwih (BSL).
Bandesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Bangli, Jro Ketut Kayana dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada salah satu krama adat di Desa Adat Metra, Nyoman Gede Nuada, yang telah berinisiatif untuk mendirikan Penggak Mart sebagai bagian dari upaya besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adat di sektor riil.
Selain itu, senada dengan Bandesa Agung, keberadaan Penggak Mart di Desa Adat Metra yang merupakan Penggak Mart pertama di Kabupaten Bangli tersebut menurut Bandesa Madya bisa menjadi contoh bagi krama adat dan desa adat lainnya di Kabupaten Bangli untuk segera merealisasikan di masing-masing wewidangan desa adat.
Hadir dalam kegiatan peresmian Penggak Mart tersebut antara lain Bandesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Panyarikan Agung, Bandesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Tabanan, Bandesa Alitan Majelis Desa Adat Kecamatan se-Kabupaten Bangli, Manajemen PT Bali Sari Linuwih.
Secara khusus, hadir pula Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa, Jro Mangku Wisna. Kehadiran tokoh muda yang akrab disapa JMW ini adalah mencari model dalam pengembangan sektor riil berbasis desa adat. (red)