Penabali.com – Majelis Desa Adat (MDA) Denpasar dengan Bendesa se-Kota Denpasar menyepakati pelaksanaan “Melasti” sebagai rangkaian Hari Nyepi Caka 1943 dilaksanakan secara “Ngubeng”.
Kesepakatan ini dilaksanakan setelah dilakukan pembahasan bersama MDA Denpasar yang dihadiri Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara, Wakil Wali Kota I Kadek Agus Arya Wibawa, Pj. Sekda Denpasar I Made Toya, Ketua Komisi I DPRD Denpasar I Ketut Suteja Kumara, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Denpasar, Sabha Upadesa Kota Denpasar, para camat dan bendesa adat se-Kota Denpasar, Selasa (9/3/2021), di Graha Sewaka Dharma Lumintang.
Wali Kota Jaya Negara berharap pelaksanaan Hari Nyepi Tahun Caka 1943 dalam situasi pandemi Covid-19 tidak mengurangi makna dari rangkaian upacara tersebut.
“Apa yang sudah dirancang saat ini berkaitan dengan pandemi Covid-19 telah dilakukan pembahasan bersama serta tertuang dalam kesepakatan. Yang terpenting bagaimana upacara yadnya berjalan dengan tidak menghilangkan makna serta esensi dari pelaksanaan upacara tersebut,” ujar Jaya Negara.
Sementara Ketua MDA Denpasar, A.A. Ketut Sudiana mengatakan kesepakatan bersama ini telah dilakukan pembahasan bersama berkaitan dengan rentetan prosesi Hari Nyepi mulai dari kegiatan melasti, pengerupukan, hingga Hari Nyepi.
Dalam pelaksanaan “melasti” di Kota Denpasar dengan kesepakatan bersama dilaksanakan secara “Ngubeng”. Yang artinya pelaksanaan prosesi “melasti” hanya melibatkan prajuru, pemangku, dan serati banten. Dalam rangkaian “Meprani” yang dilaksanakan di masing-masing banjar melibatkan prajuru banjar, serati banten, dan pemangku.
Sedangkan pada malam pengerupukan, pawai ogoh-ogoh ditiadakan. Dan pada pelaksanaan Catur Brata Penyepian, seluruh masyarakat diminta menjaga keamanan dan kenyamanan bersama yang melibatkan para pecalang banjar setempat maupun desa, serta berkoordinasi dengan aparat TNI/Polri.
“Dalam kesepakatan ini pembahasan pelaksanaan Tawur Agung Kesanga dilakukan pembatasan agar tidak terjadi kerumunan, serta pelaksanaan malam pengerupukan pada hari sandiakala tidak ada pengarakan ogoh-ogoh, tidak minum-minuman keras, dan tidak menyalakan kembang api atau mercon serta bunyi lainnya agar tidak menggangu keamaan dan kentamanan,” ujar Agung Sudiana. (HmsDps)