Penabali.com – Sikap penolakan terhadap persidangan virtual yang ditunjukkan terdakwa kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, Rizieq Shihab, mendapat sorotan. Sejak persidangan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Selasa (16/3/2021) lalu, Rizieq selalu menolak hadir karena sidang itu dilaksanakan secara virtual.
Mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu bahkan walk out pada persidangan perdana. Rizieq kemudian dipaksakan hadir ke ruang sidang di Rutan Bareskrim Polri oleh JPU yang dibantu pihak kepolisian pada persidangan kedua, Jumat (19/3/2021), setelah bersikeras tidak mau hadir di sidang virtual. Setelah dihadirkan secara paksa, Rizieq meluapkan amarahnya ke majelis hakim.
Advokat kondang sekaligus pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., C.Med., M.H., M.A.P., CLA., melihat pada saat pemandangan adanya argumen atau debat antara terdakwa dengan pihak hakim seharusnya tidak perlu terjadi karena mengingat ada payung hukum untuk hakim tersebut melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan.
“Tentunya itu ada dasarnya yaitu sudah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online). Perma ini mengatur tata cara pelaksanaan persidangan perkara pidana baik perkara pidana dalam lingkup peradilan umum, militer secara daring (online),” jelas Togar Situmorang di Denpasar, Selasa (22/03/2021).
Perma yang diteken Ketua MA M. Syarifuddin pada 25 September 2020 ini disusun oleh Pokja berdasarkan SK KMA No. 108/KMA/IV/2020 tentang Kelompok Kerja Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Perma persidangan pidana online ini sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman antara MA, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference dalam Rangka Pencegahan Covid-19 pada 13 April 2020 lalu.
“Yang jelas seharusnya kita sebagai praktisi hukum sekaligus advokat itu bisa memberikan pemahaman kepada terdakwa atau klien kita untuk tertib dan taat serta bisa mengikuti segala susunan agenda yang sudah diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
“Jelas disitu kita sangat sayangkan dan jelas sangat merugikan pihak terdakwa dalam hal ini Habib Risieq Shihab. Betul dia bicara tentang hak asasi, betul dia bicara tentang hukum acara pidana tetapi dalam hal ini Majelis Hakim memiliki peraturan tersendiri,” ucap advokat yang dijuluki ‘Panglima Hukum’ ini.
“Tolong hargai hukum dan prosesnya di negeri ini. Hargai pengadilan. Melihat dari tindakan yang dilakukan oleh terdakwa bisa diduga telah melakukan Contempt of Court sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung butir 4 alinea ke-4 yang berbunyi: Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Contempt of Court. Bersamaan dengan introduksi terminologi itu sekaligus juga diberikan definisinya,” urai praktisi hukum yang juga Ketua Pengkot POSSI Kota Denpasar.
Dari hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa perbuatan tingkah laku, sikap dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan, sikap-sikap tersebut dapat dikategorikan dan dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan atau Contempt of Court.
Togar mengungkapkan peraturan tersebut tidak boleh diintervensi dan tidak boleh diartimaknakan karena pengadilan itu adalah lembaga yang independen, yang mandiri dan tidak bisa kita pengaruhi. Kita lihat sendiri apa yang dikatakan oleh Hakim Ketua pada saat itu bahwa tidak ada satupun atribut negara dalam hal itu disitu hanya terlihat lambang negara Pancasila.
“Menurut saya, pernyataan Ketua Majelis Hakim tersebut memiliki arti yang dalam. Dimana hakim hanya bersumber dan patuh pada dasar negara kita yaitu Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia,” terangnya.
“Maka saran kita kedepannya agar para pihak bisa menahan diri dan mengikuti proses yang ada. Walaupun ada yang dirasakan tidak sesuaikan bisa diajukan eksepsi. Supaya sidang ini bisa dijalankan dengan baik dan menunjukkan putusan yang berkeadilan, toh ini semua disiarkan secara langsung dan ditonton oleh masyarakat umum atau luas,” ungkap advokat dengan sederet prestasi dan penghargaan itu.
“Oleh sebab itu, mari tetap kita hormati persidangan, mari kita hormati marwah dari pengadilan itu sendiri, kita hormati hak-hak hukum dari ketua Majelis Hakim dan Hakim Anggota dan tetap kita tunduk kapada aturan berlaku,” sebutnya.
“Saya pribadi sebagai advokat tentunya juga berharap kedepannya tidak ada lagi argumen, mari kita bertarung sesuai saluran hukum yang ada. Dan kita sebagai advokat harus bisa memberikan advice yang bagus untuk klien agar mereka tidak mempersulit diri di persidangan,” tutup CEO & Founder Law Firm “TOGAR SITUMORANG“. (red)