Penabali.com – Inflasi Provinsi Bali tercatat sebesar 0,52% (mtm) atau 0,84% (yoy) pada Maret 2021. Secara spasial, inflasi bulanan Kota Denpasar dan Kabupaten Singaraja masing-masing sebesar 0,47% dan 0,81%. Dibandingkan kota/kabupaten lain di tingkat nasional, inflasi Kabupaten Singaraja menduduki peringkat ke-4, sementara Kota Denpasar menempati urutan ke-9. Berdasarkan jenis komoditas, cabai rawit dan daging ayam ras menjadi penyumbang utama inflasi bulan Maret 2021.
Mengutip data pada Sistem Informasi Harga Komoditas Pangan (SIGAPURA), harga cabai rawit yang sebelumnya sempat menyentuh harga Rp.120.000/kg pada akhir Maret 2021, saat ini sudah kembali di bawah Rp.100.000/kg.
“Namun demikian, beberapa komoditas terpantau mengalami lonjakan harga pada awal April 2021, diantaranya daging babi, minyak goreng dan cabai merah,” jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, di acara Rapat High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (HLM TPID) Provinsi Bali, bertempat di ruang Rapat Gedung Gajah, Jaya Sabha, Denpasar, Rabu (07/04/2021). Rapat tersebut dipimpin langsung Gubenur Bali Wayan Koster sekaligus sebagai Ketua TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) Provinsi Bali.
Trisno melanjutkan, dalam rangka menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan pada bulan April 2021, Bank Indonesia menekankan tiga komoditas yang perlu diperhatikan yaitu cabai merah, cabai rawit dan canang sari. Sementara untuk menyambut periode puasa dan Lebaran, harga komoditas cabai rawit, telur ayam ras, bawang merah, tongkol diawetkan dan cabai merah patut diantisipasi.
“Secara historis, seluruh komoditas tersebut sering mengalami kenaikan harga pada hari raya Galungan, Kuningan dan Lebaran selama tiga tahun terakhir,” ujar Trisno yang juga Wakil Ketua TPID Provinsi Bali.
Bank Indonesia juga mengingatkan adanya potensi kenaikan inflasi Provinsi Bali tahun ini dibanding tahun sebelumnya yang didorong oleh beberapa faktor, diantaranya meningkatnya aktivitas pariwisata pasca Covid-19, peningkatan daya beli masyarakat, normalisasi harga tiket angkutan udara, peningkatan cukai rokok, dan kenaikan biaya sekolah.
Untuk itu, Bank Indonesia merekomendasikan sejumlah kebijakan pengendalian inflasi di Provinsi Bali, yaitu:
(1) pembentukan BUMD pangan untuk meningkatkan serapan produksi pertanian dan meningkatkan kualitas produk lokal,
(2) memperluas cakupan pasar yang disurvei dalam rangka melengkapi data harga bahan pangan di SIGAPURA,
(3) mendorong perluasan penggunaan CAS (Controlled Atmosphere Storage) sebagai tempat penyimpanan surplus produksi,
(4) menjalin kerja sama perdagangan antar daerah, baik intra provinsi, maupun antar provinsi,
(5) pemanfaatan aplikasi digital untuk mendorong kenaikan hasil produksi dan kelancara distribusi, dan
(6) edukasi kepada masyarakat untuk belanja bijak dan pemanfaatan pekarangan untuk penanaman komoditas bahan pangan.
Menanggapi materi yang dipaparkan Bank Indonesia, Gubernur Bali menyambut baik masukan yang disampaikan. Gubernur Koster menambahkan bahwa secara umum Provinsi Bali mengalami surplus 8 komoditas bahan pangan, termasuk beras, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan daging babi. Artinya, produksi bahan pangan di Provinsi Bali mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Bali.
“Namun demikian, Provinsi Bali masih mengalami defisit untuk komoditas bawang putih,” kata Gubernur Koster.
Sebagai penutup, Gubernur Bali memberikan beberapa arahan untuk untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah dan OPD terkait. Sebagai langkah awal inisiasi kerja sama perdagangan antar daerah, Gubernur Bali meminta untuk dilakukan pembentukan tim neraca pangan di tingkat kota/kabupaten yang bertugas memetakan komoditas bahan pangan yang mengalami surplus/defisit di masing-masing daerah. Terakhir, kehadiran BUMD pangan dinilai semakin krusial terutama sebagai penyangga stok bahan pangan terutama ketika harga sedang mengalami lonjakan. (red)