Penabali.com – Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Provinsi Bali mendapat bantuan seperangkat komputer all in one dari ITB STIKOM Bali. Bantuan serahkan Rektor ITB STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan kepada I Gede Winaya selaku Ketua Pertuni Bali, di kampus setempat, Sabtu (10/04/2021).
Bagi Pertina, bantuan seperangkat komputer tersebut akan ditempatkan di Sekretariat DPP Pertuni Bali di Jalan Serma Mendra No. 3 Denpasar untuk operasional organisasi. Spesifikasi komputer ini adalah merek HP, ukuran 20 inci, OS Windows 10 dengan RAM 4 GB.
Gede Winaya mengaku sebelumnya, DPD Pertuni Bali sudah memiliki seperangkat komputer tetapi sudah sehingga mulai lelet. Karena itu atas nama pengurus Pertuni Bali, pihakanya menyampaikan terima kasih kepada ITB STIKOM Bali yang sudah membantu mengganti komputer yang baru.
“Sebelumnya kami sudah punya tetapi mungkin komputer sudah lama sehingga lelet sekali. Makanya kami sangat bersyukur dan berterimakasih kepada ITB STIKOM Bali mau membantu kami dengan perangkat baru ini,” ungkap Gede Winaya.
Lalu bagaimana para tuna netra itu menggunakan komputer ini? Kata Gede Winaya, nanti akan dipasang aplikasi khusus untuk tuna netra supaya bisa digunakan.
“Sudah ada aplikasi yang memudahakn tuna netra menggunakan komputer atau laptop bahkan smart phone. Jadi nanti kami akan pasang alatnya di komputer ini baru digunakan tuna netra. Tapi kalau orang normal yang pakai, alatnya dilepas,” terangnya.
Dihadapan Rektor ITB STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan, Gede Winaya sempat curhat soal nasib para tuna netra yang ingin melanjutkan kuliah. Sebab, di Bali saat ini baru Universitas Hindu yang mau menerima mahasiswa tuna netra, terutama di Fakultas Keguruan dan Fakultas Hukum. Padahal, menurutnya, banyak juga para tuna netra yang tertarik kuliah di fakultas lain, termasuk teknologi informasi.
“Anggota kami sebanyak 480 orang tersebar di seluruh Bali,” tukasnya.
Mendengar curhat Gede Winaya itu, Dadang Hermawan langsung meresponnya. Kata Dadang, selama ini ITB STIKOM Bali tidak membeda-bedakan asal usul mahasiswa, mahasiswa normal atau yang memilki kebutuhan khusus, seperti para tuna netra. Semuanya sama.
“Pada prinsipnya kami siap menerima. Kalau soal teori mungkin bisa didengarkan melalui suara. Yang mungkin perlu kami pikirkan adalah bagaimana prakteknya,” ucap Dadang. (red)