Penabali.com – Provinsi Bali mengalami deflasi pada bulan Mei 2021. Deflasi tercatat sebesar 0,58% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 0,37% (mtm).
Secara spasial, deflasi terjadi di kota Denpasar sebesar 0,59% (mtm) dan Kota Singaraja sebesar 0,50% (mtm). Turunnya tekanan harga terjadi di seluruh kelompok barang, baik kelompok volatile food, core inflation, maupun administered prices.
“Secara tahunan, Bali mengalami inflasi sebesar 1,07% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 0,80% (yoy),” beber Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, di Denpasar, Rabu (02/06/2021).
Trisno menjelaskan, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar 1,97% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan harga terlihat utamanya pada komoditas cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, dan bawang merah. Turunnya harga komoditas ini merupakan normalisasi harga pasca permintaan yang tinggi di bulan April 2021 akibat adanya Hari Raya Galungan dan Kuningan, serta peningkatan kembali pasokan hortikultura pasca curah hujan yang menurun.
Pada kelompok barang core inflation mencatat deflasi terbatas sebesar 0,33% (mtm), terutama disebabkan oleh turunnya harga canang sari sebagai dampak normalisasi pasca beberapa HBKN di bulan April 2021, diantaranya Hari Raya Galungan dan Kuningan.
“Namun demikian, penurunan harga kelompok core inflation tertahan oleh meningkatnya tekanan harga pada komoditas emas perhiasan sejalan dengan meningkatnya harga emas dunia, serta peningkatan harga pada beberapa kebutuhan tersier seperti televisi berwarna dan handbody lotion,” ungkap Trisno.
Pada kelompok barang administered price mencatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh turunnya tariff angkutan udara seiring dengan kebijakan pembatasan penerbangan selama Hari Raya Lebaran oleh Pemerintah Pusat.
Bank Indonesia menilai inflasi Bali sampai dengan bulan Mei masih dalam keadaan rendah dan stabil (di bawah 2%). Beberapa upaya menjaga kecukupan pasokan akan terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota seperti kerja sama antar daerah, serta mengoptimalkan pemanfaatan mesin controlled atmosphere storage (CAS).
“Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam pemasaran produk-produk pertanian (e-commerce) dan dalam produksi (digital farming) juga perlu terus didorong,” tutup Trisno. (rls)