Karangasem (Penabali.com) – Sejak lama, kondisi Kawasan Suci Pura Agung Besakih yang meliputi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan, kurang mendapat perhatian. Tak sedikit bangunan suci yang ada di Parahyangan sudah mengalami kerusakan.
Para sulinggih, tapini, pemangku, dan sarati banten yang merupakan unsur Pawongan, kesejahteraan dan jaminan kesehatannya, tidak diurus dengan baik. Kondisi wilayah Palemahan, seperti warung, kios, taman, drainase, dan fasilitas umum tidak tertata dengan baik, fasilitas parkir kendaraan sangat tidak memadai, akses menuju Pura Agung Besakih juga kerap macet terutama pada saat berlangsung upacara/karya besar.
Berangkat dari kondisi itu, Pemerintah Provinsi Bali dibawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Wayan Koster dan Tjok Oka Artha Ardana Sukawati, berkomitmen untuk menata kembali kawasan suci ini. Puncaknya, pada hari Rabu (18/08/2021), Pemerintah Provinsi Bali menegaskan komitmen itu dengan melakukan peletakan batu pertama pembangunan pelindungan kawasan suci di Pura Agung Besakih.
Gubernur Koster dalam sambutannya menjelaskan, pembangunan Parahyangangan, Pawongan, dan Palemahan akan dilaksanakan secara bertahap, karena tidak memungkinkan dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Pada tahap pertama ini, yang sudah sangat mendesak diprogramkan adalah unsur Palemahan meliputi bangunan parkir, tempat pasandekan, fasilitas UMKM, margi agung (jalan utama, red), graha wiyata, pasraman, anjung pandang (view point), jaringan air minum, listrik, dan telekomunukasi, serta drainase, sarana transportasi, sirkulasi kendaraan, sarana pengelolaan sampah, dan taman.
Masih dalam sambutannya, Gubernur Koster mengatakan pembangunan pelindungan kawasan suci Pura Agung Besakih memerlukan anggaran sebesar sekitar Rp.900 milyar yang dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama tahun 2020, telah dilaksanakan pembebasan lahan dan bangunan milik masyarakat dengan anggaran sebesar Rp.170 milyar dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali. Tahap kedua tahun 2021 sampai tahun 2022 dilaksanakan pembangunan fisik dengan anggaran sebesar Rp.730 milyar bersumber dari APBN Kementerian PUPR RI sebesar Rp.500 milyar dan dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali sebesar Rp.230 milyar.
“Pembangunan Palemahan ini diharapakan selesai tuntas tahun 2022,” kata Gubernur Koster dihadapan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Prof. Dr. (HC) Hj. Megawati Soekarnoputri yang turut menyakdikan upacara ini secara virtual.
Pembangunan pelindungan kawasan suci Pura Agung Besakih akan memanfaatkan secara optimal sumber daya lokal Bali khususnya di Kabupaten Karangasem seperti kebutuhan tenaga kerja, material, sarana prasarana, dan pelaku usaha untuk menggerakan perekonomian masyarakat dalam masa Pandemi Covid-19.
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini mengungkapkan, atas restu dan anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Bhatara yang melinggih/berstana di Pura Agung Besakih, serta doa dari seluruh krama Bali, pembangunan pelindungan kawasan suci Pura Agung Besakih dapat berjalan dengan lancar, aman, dan sukses sampai tuntas.
“Sehubungan dengan itu pula, saya bersama Wakil Gubernur mewakili Pemerintah Provinsi Bali dan seluruh krama Bali menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Presiden RI Ir. Joko Widodo atas kebijakan serta dukungan yang sangat besar dalam mempercepat pembangunan Bali. Ucapan terima kasih saya haturkan kepada Menteri PUPR RI Bapak Dr. Ir. Basuki Hadimuljono beserta jajaran Kementerian PUPR RI yang telah memprogramkan pembangunan ini dengan komitmen penuh. Saya menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Presiden ke-5 RI, Ibu Prof. Dr (HC). Hj. Megawati Soekarnoputri, atas segala perhatian dan arahan terkait pelaksanaan program pembangunan Bali,” ungkap gubernur kelahiran Desa Sembiran, Buleleng ini.
Pembangunan pelindungan kawasan suci Pura Agung Besakih ini merupakan implementasi program prioritas dalam Visi Pembangunan Daerah Bali yaitu: “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana, menuju Bali Era Baru. Visi ini mengandung makna: “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Kramadan Gumi Bali Sesuai Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945″.
Visi menuju Bali Era Baru diwujudkan dengan menata secara fundamental dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama genuine Bali yakni Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali. Tiga aspek utama ini merupakan satu kesatuan yang menjadi tatanan kehidupan masyarakat Bali berbasis filosofi kearifan lokal Sad Kerthi, yakni enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia.
Pura Agung Besakih terletak di lambung Gunung Agung, merupakan tempat pemujaan utama, Pura Kahyangan Jagat terpenting dan tertinggi di Bali. Sejumlah teks susastra Bali, baik yang disurat dalam lontar maupun prasasti tembaga atau kayu, menyebut Gunung Agung dengan nama Tolangkir, yang berarti; “Dia Yang Mahatinggi, Mahamulia, sekaligus Mahaagung”.
Pura Agung Besakih disebut sebagai “huluning Bali Rajya”, hulu Kerajaan Bali, sekaligus juga “Madyanikang Bhuwana”, pusat dunia. Karena itu, Besakih pada masa kerajaan Bali Kuno dikategorikan sebagai kawasan hila-hila hulundang ing basukih, yang berarti kawasan suci tempat memohon kerahayuan hidup (basuki) di hulu Bali, yang dilarang, dipantangkan (hila-hila) untuk dilalui atau dimasuki secara sembarangan oleh siapa pun.
Pura Agung Besakih mencakup gugusan 117 unit Pura, terdiri atas: 22 Pura Uttama; 4 Pura Catur Lawa; 14 Pura Padharman; serta kategori Pura lainnya. Selain itu, Pura Agung Besakih juga mencakup 31 sumber tirta suci, yang juga merupakan Pura Patirtan/Beji. Karena itulah, Pura Agung Besakih merupakan Pura terbesar, tidak hanya di Bali, juga di seluruh Nusantara, bahkan di dunia.
Pura Agung Besakih memiliki tatanan upacara yang sangat sakral dan lengkap berdasarkan siklus waktu, yaitu: siklus Pancawara, 5 harian; siklus Wuku, 7 harian; siklus Awal Sasih, awal bulan; siklus Purnama Tilem, bulanan atau 30 harian; siklus Piodalan/Pujawali, 6 bulanan atau 210 harian; siklus Ngusaba, Tahunan; siklus Panca Balikrama, 10 Tahun sekali atau pergantian dasawarsa; siklus Ekadasa Rudra, 100 Tahun atau pergantian abad; dan siklus Baligia Marebu Bhumi, setiap 1.000 Tahun atau pergantian millenium. (rls)