Denpasar (Penabali.com) – KPK kembali tangkap tangan kali ini seorang hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Surabaya bersama panitera serta pengacara, karena dugaan adanya tindak pidana korupsi pemberian juga penerimaan uang di salah satu perkara yang sedang berproses di Pengadilan Negeri Surabaya.
Peristiwa OTT seperti ini tidak akan membuat masyarakat terkejut dikarenakan sudah merupakan jaringan mafia peradilan apabila terkait kasus maka para pihak yang mempunyai masalah hukum wajib juga mempersiapkan segala sesuatu dengan baik selain waktu atau sewa pengacara dan juga upeti bila perkara ingin diputus menang di pengadilan.
OTT adalah Operasi Tangkap Tangan sesuai Pasal 19 KUHAP “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau saat kemudian diserukan oleh khayalak ramai sebagai orang yang melakukan atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Hakim itu adalah suatu profesi yang paling tinggi dalam marwah peradilan di Indonesia dimana berdasarkan Pasal 1 angka 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi kewenangan oleh Undang Undang untuk mengadili.
Panitera adalah suatu profesi yang membantu hakim dalam membuat berita acara pemeriksaan dalam proses persidangan termasuk membuat daftar perkara,membuat salinan perkara menurut undang-undang, pengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, biaya perkara, titipan uang pihak ketiga dan termasuk melaksanakan putusan pengadilan atau eksekusi. Sedangkan Pengacara adalah seorang yang ahli tentang hukum dengan kewenangan memberikan nasehat atau membela perkara dalam pengadilan.
Praktisi hukum Togar Situmorang menyatakan bahwa peristiwa tersebut sangat memalukan dan berharap KPK bisa bekerja maksimal agar mendapat efek jera termasuk juga sumber yang tentu menggerakkan sehingga ketiga oknum profesi tersebut diatas bisa diungkap dan ikut ditangkap karena ini akan sangat merongrong wibawa wajah peradilan di Indonesia sebagai sarang para koruptor atau dikenal sebagai mafia hukum atau mafia pengadilan.
“Hakim adalah wakil Tuhan dan kalau ada hakim ditangkap terkait korupsi atau penerimaan dana ini sangat mencoreng martabat hakim di Indonesia karena berhubungan dengan memutus perkara yang ditangani serta beban administrasi adalah suatu tanggung jawab yang besar. Karena dalam menangani perkara itu perlu keseriusan, profesionalis, kedisiplinan dan tanggung jawab yang besar dalam setiap penanganannya,” tutur Togar Situmorang, Kamis (20/01/2022).
Togar Situmorang menilai dengan kejadian OTT tangkap tangan hakim tersebut adalah suatu ketidakmampuan Mahkamah Agung untuk memperbaiki citra pengadilan dan sistem peradilan dimana Mahkamah Agung harus lebih mawas diri dan mau berbuka diri tanpa ada merasa terganggu eksistensinya
“Dimana walau sudah berapa kali pergantian pimpinan di Mahkamah Agung namun tidak pernah merubah pandangan masyarakat kepada pengadilan atau sistim peradilan karena dianggap merupakan salah satu dalam sistim peradilan di Indonesia yang sebagai sarang korupsi walaupun penghasilan terus meningkat hakim melalui PP 94 tahun 2012 belum cukup membentengi hakim untuk melakukan perilaku menyimpang demi harta tahta juga wanita,” ungkapnya.
“Jika mengacu pada Teori Sistem Hukum, suatu hukum dapat bekerja di suatu tempat atau negara apabila struktur (aparat penegak hukum), subtansi (aturan) dan kultur (budaya) ini bisa berjalan dengan baik dan seimbang,” tandasnya.
“Negara untuk suatu peradilan bersih dan merupakan kepastian hukum dan keadilan sedemikian besar tapi belum mampu merubah pelaku juga prilaku hakim untuk tidak jujur dan melakukan perbuatan menyimpang yang dilakukan dalam pengadilan dan tidak pernah peduli bagaimana masyarakat mencari keadilan apabila tidak memberikan sesuatu maka hakim akan membuat suatu putusan yang sangat merugikan walau fakta hukum pencari keadilan melalui jasa advokat,” tambah advokat yang digadang-gadang akan maju pada Pilgub DKI Jakarta tahun 2024.
Togar Situmorang berharap pihak eksekutif juga yudikatif dapat memperkuat Komisi Yudisial baik kelembagaan atau sumber daya manusia agar mampu dan ampuh menjadi mitra sepadan dengan Mahkamah Agung. Komisi Yudisial juga diharapkan harus mampu membuat Mahkamah Agung untuk tunduk pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada terkait rekomendasi dan pemberian/penjatuhan sanksi sesuai Undang Undang 18 Tahun 2021.
Togar Situmorang, advokat klndang yang punya kantor berjaringan di berbagai daerah seperti Jakarta, Bali, Bandung itu berharap, pihak KPK bisa membuat efek jera kepada setiap institusi aparat penegak hukum yang ada dengan pemantauan secara struktur masif dan aktif agar bisa melakukuan pencegahan dini bukan hanya sebatas supervisi tanpa pengawasan melekat itu akan percuma.
Togar Situmorang meminta Ketua Mahkamah Agung bisa secara lugas mengundurkan diri karena gagal menciptakan peradilan bersih dan berintegrasi. Dengan kejadian ini seluruh pimpinan pengadilan di wilayah hukum Indonesia membuka diri dan mau menerima kritikan baik dari Komisi Yudisial, Ombusman dan masyarakat sipil terkait peningkatan pelayanan sehingga tercipta peradilan bersih dan berintegritas dan masyarakat pencari keadilan juga jangan melakukan penyuapan atau janji melalui pengacara atau panitra untuk memenangkan suatu perkara.
Togar Situmorang sebagai praktisi hukum menilai korupsi itu sudah masuk dalam setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek pengadaan di instansi pemerintahan sampai proses penegakan hukum.
Korupsi sudah merupakan budaya dan sudah dianggap lumrah seperti memberikan hadiah atau barang tertentu kepada pejabat/pegawai negeri, pihak kejaksaan, kepolisian juga kepada keluarga mereka sebagai imbalan karena telah membantu dalam hal pelayanan sebagai imbalan jasa.
Pemilik Law Firm TOGAR SITUMORANG ini mengatakan OTT atau Operasi Tangkap Tangan lagi marak dilakukan KPK sebagai pemberantasan juga pencegahan korupsi yang terjadi baik dikalangan penyelenggara negara dan masyarakat.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana terbesar di Indonesia. Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tradisi korupsi ini karena penguasa tidak menghargai kedaulatan hukum mereka lebih mengutamakan status sosial, ekonomi dan politik para koruptor. Budaya internal penegakan hukum sendiri tidak mendukung pemberantasan korupsi yang ditunjukan dengan praktek korupsi dalam proses pradilan (judical coruption).
“Korupsi di peradilan seluruh Indonesia sudah terjadi begitu mengakar mulai dari peradilan negeri sampai Mahkamah Agung dan melibatkan hampir seluruh pelaku peradilan seperti hakim, jaksa, kepolisian, engacara dan panitra. Selain itu ada dari luar peradilan juga turut serta menjadi bagian peradilan seperti Cclo kasus atau calo perkara karena korupsi sudah sedemikiam meluas di pengadilan maka ada sebutan mafia peradilan, dimana mereka berkonotasi praktek korupsi pradilan antara hakim, jaksa, kepolisian, pengacara untuk memenangkan pihak tertentu dalam satu perkara dan korupsi dipengadilan sudah sangat sistemik,” tutur Togar Situmorang.
Di negeri ini tidak kekurangan orang pintar namun sangat kekurangan orang jujur. Disinilah revolusi mental dan perbaikan diri sangat diperlukan sebab dengan adanya rasa kejujuran akan membuat sistem penegakan hukum yang benar sesuai dengan koridor dan Undang-Undang
“Dalam peristiwa hukum OTT hakim, pengacara, panitra di wilayah hukum Pengadilan Surabaya ini diharapkan KPK dapat bekerja profesional serta bisa melakukan operasi yang sama di setiap instansi pemerintah dan aparatur hukum lain karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) apalagi di peradilan Indonesia agar wibawa dan integritas penegak hukum tidak terongrong oleh oknum peradilan sesat alias markus,” tutup Togar Situmorang. (rls)