Categories Buleleng Hukum

Pendekatan Restoratif Justice Beri Penyelesaian Hukum Tanpa Dendam dan Konflik Horizontal

Buleleng (Penabali.com) – Kedamaian, ketenangan serta keharmonisan masyarakat menjadi tujuan penegakan hukum selain rasa keadilan. Upaya pencegahan akan lebih baik daripada upaya penyelesaian perkara di pengadilan.

Bale Adhyakasa Restoratif Justice hendaknya dapat dijadikan media, sarana pendidikan hukum dan penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Demikian disampaikan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran Bale Adhyakasa Restoratif Justice di Aula Serba Guna Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Rabu (6/4/2022).

Lebih lanjut Bupati mengatakan, istilah restoratife justice memang belum banyak dikenal masyarakat, namun ini menjadi harapan baru bagi masyarakat dalam menyelesaikan masalah hukum.

“Prinsip efisiensi penyelesaian persoalan hukum dengan biaya yang murah, karena secara umum biaya penyelesaian kasus lebih banyak ketimbang kerugian materi yang ditimbulkan,” ungkapnya.

Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. (foto: ist.)

Lebih jauh ucap Bupati 2 periode ini, disadari bersama tidak semua tindakan pidana didasari oleh kesadaran diri dan kesengajaan. Oleh sebab itu, pendekatan restoratif justice memberikan kesempatan penyelesaian hukum tanpa rasa dendam dan menghindari konflik horizontal.

“Restorative justice secara efektif dapat dimanfaatkan oleh aparat penegak hukum khususnya para jaksa, bukan saja untuk menyelesaikan persoalan hukum yang sudah terjadi, juga berfungsi sebagai media edukasi hukum kepada masyarakat,” terangnya.

Ditambahkan, restoratif justice tidak akan terwujud jika tidak ada keiklasan, kesadaran pihak yang terlibat masalah hukum. Untuk itu masyarakat diharapkan benar-benar menumbuhkan kesadaran bahwa rasa damai, aman dan hubungan baik antar sesama dapat diwujudkan di masyarakat.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ade T. Sutiwarman, dalam sambutannya sebelum meluncurkan secara resmi Bale Adhyakasa Restoratif Justice menyampaikan, kebijakan Jaksa Agung pertama di Bali dan Buleleng untuk restoratif justice, dengan tujuan mengembalikan keadaan semula untuk kebaikan semua dengan mengangkat kearifan lokal dan musyawarah mufakat.

Kajati Bali, Ade T. Sutiwarman. (foto: ist.)

“Bale Adhyakasa Restoratif Justice diharapkan menjadi pemacu untuk menghidupkan kembali peran tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama untuk menjaga kedamaian dan harmonisasi serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama yang membutuhkan pertolongan,” ujarnya.

Untuk diketahui, dasar restoratif justice dalam pemulihan kembali pada keadaan semula dimulai dengan permintaan maaf dari pelaku beserta keluarga kepada korban beserta keluarga. Atas dasar itu, jaksa menginisiasi untuk dilakukan musyawarah disaksikan tokoh adat dan agama.

Adapun batasan-batasan melalui restoratif justice yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana hanya denda atau ancaman penjara tidak lebih dari 5 tahun dan tindak pidana dilakukan dengan kerugian tidak lebih dari 2,5 juta. (rls)