Buleleng (Penabali.com) – Madu kele-kele atau lebah klanceng mulai menjadi primadona bisnis baru di masyarakat. Bisnis madu kele-kele ini cukup menggiurkan lantaran hanya memerlukan modal sedikit namun bisa meraup untung banyak.
Salah satu yang telah membuktikan hal itu yakni Kelompok Tani Lebah Madu “Sari Kembang” dari Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan. Dibentuk pada tahun 2019, kelompok tani yang beranggotakan 26 orang ini mulai menggeluti budidaya madu kele-kele yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat sekitar.
Perbekel Desa Bulian, I Made Sudirsa, disela meninjau peternakan madu kele-kele milik salah seorang anggota Kelompok Tani Lebah Madu Sari Kembang, menuturkan geliat dan antusias masyarakat terhadap budidaya madu kele-kele ini terbilang sangat tinggi karena juga didukung faktor alamnya.
“Menyikapi adanya potensi dari budidaya lebah madu klanceng yang mulai digemari masyarakat, muncul inisiatif yang dipelopori langsung oleh sekretaris desa kami untuk membentuk Kelompok Tani Lebah Madu Sari Kembang,” tuturnya.
Selain itu, dukungan dari pemerintah desa (Pemdes) untuk membina kelompok tani juga sering dilakukan. Salah satunya memberikan pendampingan dan pembinaan bersama Dinas Kehutanan Provinsi Bali sehingga hasil produksi dan budidaya lebah bisa lebih optimal.
Tidak cukup sampai di situ, Pemdes juga memfasilitasi dari segi permodalan melalui badan usaha milik desa (Bumdes). Bahkan Bumdes bersedia untuk memasarkan hasil budidaya kelompok atau perorangan untuk dijual. Terkait permodalan, kelompok tani bisa mengajukan pinjaman langsung ke Bumdes asalkan kelompoknya sudah mulai terbentuk yang kemudian akan didata dan disurvei.
“Nanti akan disurvei dan jika sudah memenuhi syarat maka bisa mendapat pinjaman berkisar 25 – 50 juta tanpa bunga. Itu salah satu wujud kami membantu petani melalui subsidi dari Bumdes,” ucapnya.
Selain bermanfaat bagi kesehatan, Perbekel Sudirsa meyakini keunggulan lain dari budidaya lebah madu ini tanpa disadari bisa mendorong masyarakat Desa Bulian untuk mengurangi penggunaan pentisida untuk perkebunan. Sehingga makin banyaknya ada lebah kele-kele bisa memberikan dampak yang bagus bagi sektor pertanian di Desa Bulian.
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Kelompok Tani Lebah Madu Sari Kembang, I Made Sudira, menjelaskan teknik dalam budidaya lebah madu kele-kele di kelompoknya masih dilakukan secara alami dan tradisional. Mulai dari awal pengambilan dan pemindahan sarang lebah dari hutan termasuk menyiapkan tempat sarang lebah yang masih menggunakan bahan alami berupa batang bambu yang telah dibelah dua.
“Pemindahan lebah dari alam masih dilakukan secara tradisional sesuai kepercayaan leluhur. Kelompok kami mengambil induk lebah langsung dari hutan baik yang bersarang di tanah maupun pada pohon bambu yang selanjutnya dibawa ke rumah untuk diternakkan,” jelas Sudira yang juga selaku Sekretraris Desa Bulian.
Lebih lanjut Sudira mengatakan, faktor cuaca sangat mempengaruhi dalam budidaya ternak madu klanceng ini. Karena lebah ini cenderung suka pada tempat yang sejuk, bahkan kalau cuaca panas atau dingin sekali lebah ini akan cepat migrasi ke tempat lain. Selain itu, sangat tergantung juga pada musim berbunga tanaman di sekitar sebagai bahan nektar lebah untuk menghasilkan madu.
“Semisal kalau bunganya sudah banyak, mungkin kurang lebih 3 bulan sudah bisa memproduksi madu sesuai harapan kita,” ungkapnya.
Made Sudira menekankan kembali, jika cuaca mendukung dan ketersedian nektar bagi lebah mencukupi diperkirakan kelompoknya bisa panen madu sampai 2-3 kali dalam setahun. Rata-rata setiap panen anggota kelompoknya bisa mendapatkan tambahan penghasilan sekitar 5,5 juta.
Terkait kualitas madu, Sudira menegaskan bahwa hasil madu dari kelompoknya diproses secara alami tanpa ada sentuhan kimiawi dan dijamin 100% kemurniannya. Jadi, madunya dijamin memiliki kualitas tinggi dan tahan lama kalau disimpan dalam kurun waktu yang lama.
“Karena proses panen madu secara alami, kami yakin kualitasnya bagus dan otomatis para pelanggan akan tetap berlangganan termasuk juga sebagai media promosi kepada masyarakat lainnya bahwa kami menjual madu kele murni disini,” imbuhnya.
Untuk pemasaran, madu dari kelompoknya sudah masuk pangsa pasar hampir seluruh kabupaten di Bali. Bahkan dari kelompoknya tidak pernah menyimpan stok madu terlalu lama karena pesanan yang cukup tinggi, malah sering kekurangan stok. Oleh karena itu, pihaknya akan mengkoordinir anggota untuk bisa menambah sarang lebah lagi.
“Kami akan terus mensupport anggota kelompok ini agar menambah rumah lebah setiap tahunnya sehingga ketersediaan madu bisa lebih banyak lagi. Selain itu teknik panen dan pasca panen akan terus ditekankan juga demi mempertahankan kualitas madu itu sendiri,” tegasnya.
Made Sudira mempercayai madu kele-kele binaan kelompoknya sangat bagus bagi kesehatan dan dipercaya juga bagus untuk kosmetik karena kemurnian dari madu itu sendiri.
Untuk harga jual madu binaannya, kelompoknya membuat kemasan botol besar kapasitas 620 ml dengan harga Rp.350 ribu dan kemasan dengan botol kecil kapasitas 300 ml dengan harga Rp.150 ribu.
Budidaya lebah madu klanceng ini memberi berkah tersendiri dari salah satu anggota kelompoknya yakni Kadek Budiasa. Pria yang kesehariannya bekerja sebagai petani ini menuturkan, awalnya cuma iseng ternak lebah madu klanceng.
Berawal dari menemukan sarang lebah klanceng saat berkebun, dirinya mencoba untuk membuat tempat sarang lebah di rumah dan menghasilkan sebotol madu kala itu yang kemudian langsung dijualnya. Mulai sejak itu, Kadek Budiasa semangat ternak madu klanceng dan saat ini sudah mempunyai kurang lebih 100 tempat sarang lebah di rumahnya.
Kadek Budiasa mengungkapkan, dalam mempromosikan madunya ia hanya melalui media sosial saja. Beberapa kota seperti Denpasar, Gianyar dan sebagian besar wilayah di Buleleng sudah pernah merasakan madu klancengnya.
Melalui hasil budidaya ternak madu klanceng ini, dirinya mendapatkan penghasilan tambahan kurang lebih 15 juta per tahun.
“Astungkara ada tambahan penghasilan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” pungkas Budiasa. (rls)