Dihadapan Delegasi Parlemen di New York, Supadma Rudana Serukan Kolaborasi Swasta dan Publik: SDG Indonesia One Platform

New York (Penabali.com) – Dalam pertemuan internasional, Parliamentary Forum at the United Nations High-level Political Forum on Sustainable Development (HLPF) di New York, Amerika Serikat, Rabu (13/7/2022), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI yang pada kesempatan pertemuan ini, dipimpin putra asli Bali, Putu Supadma Rudana selaku Ketua Delegasi BKSAP, berbicara tentang bantuan dan kemitraan pemerintah dan swasta.

Dihadapan delegasi parlemen, Supadma Rudana berbagi bagaimana Indonesia memandang relevansi kemitraan publik dan bantuan pemerintah khususnya dalam upaya nasional mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Dalam Presidensi G20 tahun 2021 dimana Indonesia menjadi tuan rumah dan Bali ditunjuk menjadi tempat penyelenggarannya, Supadma menegaskan bahwa prertemuan nanti mengedepankan tema “Recover Together, Recover Stronger” dimana melalui tema ini, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bekerja sama, pulih bersama, tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan bersama.

Salah satu pilar Presidensi adalah memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Pilar ini mencerminkan pentingnya pertumbuhan inklusi dimana swasta dan publik harus bekerja sama dan tumbuh bersama.

“Ini adalah salah satu nilai yang ingin kami diskusikan dengan semua delegasi yang terhormat dalam The 8th Parliament Summit di Bali, Oktober tahun ini,” kata Anggota DPR RI Komisi VI DPR RI dari Dapil Bali ini.

“Kami ingin membahas modalitas yang layak yang benar-benar berguna dalam upaya kami untuk meningkatkan kemajuan kami dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),” sambung Supadma.

Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) ini, menambahkan Indonesia dapat berbagi praktik terbaik dalam berbagai model kemitraan pemerintah swasta yang berkelanjutan. Salah satu model yang Supadma dapat bagikan kepada delegasi parlemen adalah SDG Indonesia One Platform, platform kemitraan publik-swasta yang memfokuskan bisnisnya pada pembiayaan campuran yang hijau/ramah lingkungan untuk proyek infrastruktur yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Platform ini jelas Supadma, merupakan wadah kerjasama dan pendanaan terpadu dari berbagai pemangku kepentingan dan mitra, termasuk organisasi internasional, pendonor, filantropi, penanam modal, dan lainnya.

Selain platform tadi, model kemitraan pemerintah swasta lainnya yakni jalur Corporate Social Responsibility (CSR/tanggung jawab sosial perusahaan). Indonesia merupakan negara yang sangat serius dalam melaksanakan CSR. Tidak kurang dari 4 undang-undang yang mengatur dan mengatur mekanisme CSR dalam perekonomian nasional.

“Ekosistem CSR nasional kami memproyeksikan potensi dana dan proyek senilai 600 juta Dolar Amerika Serikat per tahun,” kata Anggota Fraksi Demokrat ini.

Di jalur social enterprises, sebagai negara yang sangat beragam dengan ratusan etnis dan agama tetapi juga negara berpenduduk muslim terbesar keempat, Indonesia memiliki potensi dana zakat atau donasi berbasis syariah sebesar Rp.233,8 triliun, jumlahnya hampir 3% dari PDB (Produk Domestik Bruto) nominal Indonesia.

“Semua model ini menggabungkan bantuan dan kemitraan publik-swasta untuk menghasilkan dana yang dapat digunakan untuk membiayai upaya nasional kita untuk mencapai SDGs lebih cepat,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Supadma mengajukan pertanyaan kepada semua panelis. Yaitu:

1. Apa praktik terbaik dari pengalaman Anda dalam mengembangkan modalitas tata kelola perusahaan yang praktis dan berkelanjutan yang dapat membantu mengarahkan bantuan dan dana yang dihasilkan dari CSR secara akurat untuk mencapai SDGs?.

2. Selain undang-undang yang mengatur CSR dan kemitraan pemerintah – Swasta itu sendiri, undang-undang apa yang dibutuhkan oleh suatu negara untuk secara efektif mendukung pembiayaan SDG’s?. (rls)