Denpasar (Penabali.com) – Pada Minggu (7/8/2022), Desa Adat Intaran dan Desa Adat Penyaringan mengadakan Aksi Budaya Kebulatan Tekad 20 Banjar se-Desa Adat Intaran dan pernyataan sikap Desa Adat Penyaringan terkait penolakan rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai.
Aksi tersebut diawali dengan penandatanganan baliho oleh Bendesa Adat Penyaringan serta penandatanganan baliho oleh Kelian 20 Banjar Adat se-Desa Adat Intaran Sanur. Baliho yang telah ditandatangani kemudian dibawa massa aksi menuju perempatan By-Pass Ngurah Rai untuk dipasang di sudut perempatan sebagai tanda kebulatan tekad penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove.
Desa Adat Penyaringan, I Made Adnyana, S.E., dalam orasinya menyatakan bahwa sebagai Dldesa adat turut bersolidaritas untuk menolak pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove. Ia menyatakan bahwa sebagai masyarakat Dldesa adat yang masih satu kawasan di Sanur (Getih a Bungbung) sudah semestinya ikut bersolidaritas terhadap penolakan Terminal LNG yang rencananya akan membabat mangrove.
“Keberadaan kami dan status kami juga merupakan bagian dari Sanur Kauh, merupakan Getih a Bungbung, dalam satu wadah menjadi dasar yang kuat bagi kami untuk berempati dan bersolidaritas dengan menolak Terminal LNG di kawasan mangrove,” tegas Adnyana.
Sementara Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana, S.E., memaparkan bahwa sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster telah menyatakan jika pembangunan Terminal LNG tidak akan dilakukan di mangrove. Pernyataan itu diungkapkan saat Rapat Paripurna DPRD Propinsi Bali pada tanggal 18 Juli 2022 di berbagai media. Hal tersebut belum bisa sepenuhnya diterima sebab di sisi lain, pihaknya mendapatkan informasi bahwa justru pernyataan Humas PT. DEB, yang menyiratkan pembangunan Terminal LNG masih di kawasan mangrove, hanya saja pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove dilakukan setelah perhelatan G20.
“Situasi ini tentunya menimbulkan ketidakpastian dan sangat menghawatirkan masyarakat, oleh karena itu pihaknya meminta kepada Gubernur Bali agar tegas mengeluarkan surat tertulis terkait pembangunan Terminal LNG tidak di Mlmangrove,” tuntutnya.
Lebih jauh Alit Kencana juga memaparkan bahwa pihaknya mendapatkan informasi bahwa pembangunan Terminal LNG dalam presentasi PT. DEB dikatakan jika skema pembangunan Terminal LNG dilakukan 2 tahap yakni, tahap satu berupa pembangunan FSRU sebelum G20 dan tahap dua pembangunan terminalnya dilakukan di mangrove setelah G20.
“Kami meminta agar ada keputusan yang tegas, dan tertulis. Kami tidak mau dibohongi sebagai modus buying time sebelum pelaksanaan G20, lalu kemudian pembangunan Terminal LNG dipaksakan setelah perhelatan G20,” pungkasnya.
Dalam aksi tersebut terdapat tuntutan yang disampaikan A.A. Gede Surya Sentana dari Frontier Bali yakni mendesak Gubernur Bali untuk mengeluarkan keputusan tegas dan tertulis agar Terminal LNG tidak dibangun di Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai. Frontier Bali juga mendesak Gubernur Bali mencabut segala perizinan dan menghentikan seluruh agenda yang membahas revisi Perda RTRWP Bali yang melegalisasi pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai. Terakhir, mendesak Gubernur agar membuka semua data studi kelayakan terkait pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.
“Demikian tuntutan dalam aksi ini kami sampaikan demi menyelamatkan ekosistem Mangrove Tahura Ngurah Rai dan demi terjaganya pesisir Bali,” ucapnya dalam orasi.
Kegiatan ini diikuti ribuan massa diiringi baleganjur, lelancingan serta poster, bendera, dan spanduk yang bertuliskan Tolak Pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove. (rls)