Denpasar (Penabali.com) – DPRD Bali memberikan tanggapannya atas pendapat Gubernur Bali terhadap Raperda Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terhadap Raperda tentang Hasil Pengelolaan yang disampaikan dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali, Senin (12/9/2022), di Gedung DPRD Bali, Renon, Denpasar.
Tangapan dewan tersebut disampaikan Koordinator Kelompok Pembahas (Pansus) Raperda Inisiatif Dewan tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, Drs. I Nyoman Laka, dalam Rapat Paripurna ke-30 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022 DPRD Provinsi Bali.
Sebagai Koordinator Kelompok Pembahas (Pansus), Laka menerangkan ada beberapa hal penting sebelumnya telah disampaikan yang mana Raperda inisiatif dewan ini, nantinya akan disampaikan setelah memberikan tanggapan terhadap pendapat gubernur, yang diagendakan pada Rabu (14/9/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Laka menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Gubernur Bali yang telah memberikan pendapatnya yang sangat apresiatif dan konstruktif, berkenaan dengan Raperda dimaksud, pada Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022, Jumat 9 September 2022.
“Terhadap pendapat Gubernur Bali, baik untuk menyempurnakan aspek teknik penyusunan maupun substansi muatan dalam Raperda inisitif dewan ini, dapat kami berikan tanggapan, gubernur berpendapat, bahwa aspek legal drafting atau teknis penyusunan Raperda agar mengacu pada teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ulas Laka.
“Tanggapan kami tentu sangat setuju dengan rujukan peraturan perundang- undangan yang dimaksud, bahkan untuk draft Raperda inisiatif dewan yang kami ajukan ini, telah terlebih dahulu mendapatkan harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI Kanwil Provinsi Bali. Lebih jauh daripada itu, kami juga telah merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah,” papar Anggita Fraksi PDI Perjuangan ini.
Menurut Laka, dengan diundangkannya Permendagri dimaksud, itulah yang menjadi alasan utama mengapa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2018 tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan hukum saat ini, sehingga perlu diubah menjadi Raperda inisiatif dewan ini.
Terkait pendapat gubernur bahwa substansi atau materi muatan yang diatur dalam Raperda Provinsi Bali tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah agar berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sehingga tidak ada kendala dalam pemungutan dan penginputannya pada Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) sebagai wujud dalam tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
“Tanggapan kami, mengenai hal ini pun kami setuju dan sepakat, karena itu peraturan pemerintah dimaksud telah kami muat dalam bagian konsideran Mengingat Raperda ini. Mengenai kemungkinan kendala dalam pemungutan dan penginputannya dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD), kami akan menindaklanjuti dengan pada saat pembahasan berikutnya Saudara Gubernur berpendapat, bahwa diperlukan pengaturan mengenai teknis tata cara penerimaaan obyek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodir komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Ranperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah,” ulas Laka.
Menangapi hal tersebut, bahwa Raperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, disediakan dan diperlukan untuk pengaturan dan menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
“Tentu kami sangat setuju dan sepakat. Karena ini memang merupakan salah satu upaya kreatif dan inovatif yang dapat dilakukan dalam rangka memberi payung hukum untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, dengan pengaturan serta pengelolaan yang tetap berpedoman pada prinsip efisiensi dan efektivitas,” sebutnya.
Namun mengenai aspek teknis tata cara penerimaan obyek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodir komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Ranperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, apakah perlu dimuat dalam penormaan dan pengaturan dalam Raperda ini, ataukah cukup nanti dijabarkan dalam Peraturan Gubernur.
“Tentu hal tersebut akan menjadi bahan diskusi kita dalam pembahasan berikutnya. Dan sekaligus juga akan menjadi bahan konsultasi kami ke Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, agar mendapat arahan yang tepat dan dapat dilaksanakan (aplicable),” sebutnya.
Laka menambahkan, hal-hal yang berkembang saat pembahasan Kelompok Pembahas yang telah dilakukan, sebagai persandingan (oposisional) Raperda inisiatif dewan ini, dengan Perda sebelumnya yang diubah yakni Perda Provinsi Bali No.6 Tahun 2018. (red)