Denpasar (Penabali.com) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menanggapi adanya bencana alam akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir serta tanah longsor di berbagai daerah di Bali.
Made Krisna Dinata selaku Direktur Walhi Bali menilai bahwa alih fungsi lahan yang diakibatkan pembangunan infrastruktur yang merusak lingkungan menjadi salah satu penyebab dominan terjadinya bencana seperti banjir dan tanah longsor. Walhi Bali menilai bahwa itu menunjukkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Bali sangat kurang dari sistem drainase.
“Alih fungsi lahan mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan tingginya curah hujan di berbagai lokasi sehingga sangat berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah di Bali,” jelas Krisna, Selasa (18/10/22).
Krisna juga menilai dengan adanya proyek-proyek yang mengorbankan hutan dan sawah tentunya semakin memicu potensi buruk bagi keberlangasungan iklim sehingga akan mengurangi daya dukung Bali dalam memitigasi bencana. Salah satunya, dengan adanya pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove dan pesisir Sanur tentu akan memperburuk mitigasi bencana Bali dimana mangrove sangat memiliki fungsi vital dalam memitigasi bencana. Namun dengan adanya rencana pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai yang akan membabat 14,5 hektar mangrove justru akan menimbulkan dampak yang buruk kedepanya dimana Bali sedang mengalami krisis iklim. Adanya pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di kawasan mangrove, tentunya akan berkontribusi terhadap alih fungsi lahan.
“Hal ini akan memperparah kondisi perubahan iklim, dan tentunya akan berpotensi menimbulkan bencana yang lebih serius, terlebih mangrove sangat memiliki fungsi yang yang amat signifikan untuk memitigasi perubahan iklim,” tegasnya
Selain itu, Krisna Bokis juga menyoroti adanya proyek pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang disebutnya turut andil dalam alih fungsi lahan. Dimana dalam data temuan Walhi Bali terdapat 480,54 hektare persawahan yang terancam hilang akibat terkena trase tol. Selain itu, pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi ini akan menerabas 98 titik subak. Jika lahan pertanian dan subak hilang maka sistem irigasi hidrologis alami yang dapat menjaga volume air dari hulu ke hilir sehingga mempercepat terjadinya banjir.
“Hal ini tentunya akan mendekatkan Bali pada perubahan iklim yang lebih signifikan dan bencana yang lebih serius,” imbuh Bokis.
Pada acara konferensi pers yang dipandu Anak Agung Surya Sentana dari Frontier-Bali ini, juga memperlihatkan video Mangrove Tahura Ngurah Rai yang akan dijadikan tapak proyek Terminal LNG yang dimana mangrove yang akan terancam sangatlah padat dan rapat. Disamping itu, dalam konferensi pers itu Walhi Bali juga memperlihatkan peta terkait titik subak yang terkena Trase Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi serta berbagai dokumentasi yang menunjukan bagaimana persawahan produktif juga akan hilang karena pembangunan Jalan Tol Gilimanuk Mengwi. (rls)