Cerita Unik Dua Alumni Pertanian Udayana, Menjalani Bisnis dari Hobi Meneguk Kopi

Denpasar (Penabali.com) – Dalam Yudisium Fakultas Pertanian Universitas Udayana (FP Unud) edisi November di Gedung Aula Fakutas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Kampus Unud Denpasar, dilengkapi dengan acara Talkshow Motivasi. Hadir dua alumni FP Unud yang dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses mengelola coffeeshop di Bali yaitu Bayu Arya Bagaskara, S.P., dan I Putu Agi Pratama, S.P.

Dalam acara yang dipandu dosen kewirausahaan FP Unud, Ni Wayan Sri Sutari, S.P., M.P., terkuak kiat sukses mengelola coffeeshop ala alumni FP Unud adalah temen, pasar dan jaringan.

Dua pebisnis kopi yang tercatat sebagai mahasiswa S1 di FP Unud angkatan tahun 2014 ini mulai merintis bisnis kopi sejak tahun 2016. Bayu Arya Bagaskara mengaku terinspirasi terjun ke bisnis kopi saat mengikuti magang di salah satu subak abian di Kintamani.

“Saya pertama kali menikmati kopi yang ada rasa asamnya di Kintamani, saya ingin merasakan kopi ini setiap pagi dan gratis. Saya pun menjalin pertemanan dengan petani dan berjanji akan datang jika saya sudah mampu menciptakan brand kopi,” ujarnya.

Saat balik ke kampus dari program magang, Bayu Arya Bagaskara menggali ide brand kopi dan menemukan inspirasi dan menciptakan brand Simalu Kopi. Selanjutnya, Bayu bersama teman-temannya mengumpulkan uang jajan dan membeli kopi ke petani hanya 3 kg dan merepacking (mengkemas) kembali untuk dijual dengan brand tersebut.

Simalu kopi, katanya, berasal dari kata simalu yang memiliki makna ganda. Si malu dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai si pemalu dan makna dalam brand-nya bahwa kopi tidak bisa langsung dikonsumsi perlu diproses atau disentuh lebih dulu agar cita rasa khasnya muncul. Sedangkan dalam bahasa Bali, kata simalu berarti yang pertama atau yang terdepan.

“Jadi saya harus bekerja keras agar brand kopi yang saya ciptakan menjadi yang terdepan,” tutur Bayu.

Hanya saja, Bayu mengakui menjalankan bisnis kopi selama empat tahun (2016-2020) hanya sekedar hobi semata, sehingga belum menerapkan manajemen ekonomi secara ketat. Dia bersama teman-temannya berkarya mengasah kemampuannya dalam memproduksi kopi dan memasarkan dengan cara mengikuti lomba-lomba kewirausahaan. Puncaknya Ia memenangkan PWMP Tahun 2019 dan mendapatkan hadiah sebesar Rp.35 juta.

(foto: ist.)

“Uang ini saya kumpulkan dengan hasil lomba sebelumnya dan keuntungan bisnis kecil-kecilan selama empat tahun, tahun 2020 saya mulai membuka coffeeshop Simalu Kopi pada garasa di rumah saya di Batubulan. Bersyukur sampai saat ini berjalan baik,” tegasnya.

Ditambahkan, keberlanjutan usahanya ditopang kemampuan membaca peluang pasar saat masih kuliah. Oleh karenanya, Bayu Arya Bagaskara menyimpulkan keberhasilan bisnisnya karena dia memiliki banyak teman yang diajak sharing ide bisnis, mampu membaca pasar karena kompetensi keilmuan pertanian yang didapat di kampus, dan dia sangat mencintai kopi. Dia mengaku sangat senang menikmati kopi dan juga berbagi pengetahuan tentang kopi.

Sementara I Putu Agi Pratama, juga punya cerita tersendiri dalam menggali inspirasi bisnis coffeeshop. Dia memulai bisnis karena keresahan hati yakni kuliah di agribisnis mau jadi apa setelah tamat. Disela kesibukan kuliah dan menjadi aktivis mahasiswa di kampus, Agi Pratama mengaku mengekplorasi peluang bisnis dengan nongkrong bersama teman-temannya di berbagai sudut di Kota Denpasar saat malam hari. Tahun 2016, katanya, industri kopi di Denpasar sedang tumbuh namun berdasarkan observasinya pemasok bahan baku kopi industri kopi di Denpasar tidak dari Bali melainkan dari luar negeri seperti kolumbia.

“Saya tanya pemilik kedai kopi, kenapa mereka menjual kopi dari luar negeri karena tidak ada kopi berkualitas dari Bali,” tuturnya.

Jawaban pengusaha kopi itu meningkatkan rasa penasaran Agi Pratama, untuk mencari jawabannya. Agi lantas memilih lokasi kuliah kerja nyata di Kintamani. Ketika petani ditanya, mampukah mereka memproduksi kopi sesuai standar yang dikeluarkan kedai kopi?, petani menjawab mereka bisa memproduksi kopi dengan kualitas tinggi sesuai standar kedai kopi.

“Setelah kami produksi siapa yang mau beli?” kata pemilik coffeshop Oemah Lokal di dekat Pasar Kreneng, Denpasar itu.

Agi pun menemukan kesenjangan antara industri hulu kopi arabika Kintamani dan industri hilir. Kini dia bergerak di simpul tengah rantai pemasok kopi. Kendati hanya memiliki dua gerai coffeeshop di Denpasar, Agi Pratama bersama kawan-kawan menjadi supplier bahan baku kopi berupa kopi yang sudah dirosting untuk sekitar 50 coffeeshop. Selain itu, dia juga mengembangkan layanan bisnis sosial media marketing untuk kedai kopi sehingga omzet bisnisnya menjadi berlipat-lipat. Agi menambahkan dalam mengumpulkan modal pihaknya juga mendapatkan dari hadiah lomba dan dia pernah memenangkan hadiah lomba mencapai 100 juta dari bank swasta nasional.

Menjalani bisnis karena hobi meneguk kopi dan menjalin persahabatan dari berbagai kalangan untuk menunjang bisnisnya. Jadi lengkaplah kunci sukses Agi dan Bayu dalam mengelola coffeeshop berpegangan pada tiga pilar: teman, pasar, dan cinta!. (rls)