Denpasar (Penabali.com) – Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Denpasar merilis ekspor non pertanian yang meliputi furniture dan handicraft tahun ini mengalami penurunan yang cukup drastis. Awalnya, pada tahun 2021 ekspor non pertanian Bali mencapai Rp.40.074.736.131, namun pada 2022 nilainya hanya Rp.11.445.251.814.
Kepala Karantina Pertanian Kelas 1 Denpasar, drh. I Putu Terunanegara, M.M., mengatakan hal itu karena tidak adanya layanan fumigasi serta tidak adanya kapal yang menangani ekspor di Pelabuhan Benoa, serta belum maksimalnya penerbangan sehingga penurunannya tahun ini hingga Rp.28.629.484.317.
“Hal ini karena tidak ada lagi kapal yang muat kontainer di Pelabuhan Benoa. Dulu di Benoa ada depo untuk fumigasi, namun saat ini sudah tidak ada. Tentu dari sisi bisnis tidak ada lagi kapal yang singgah di Bali, dan saat ini pengangkutan diarahkan ke Surabaya. Lantaran persoalan inilah, ekspor Bali dari sektor nonpertanian mengalami penurunan,” kata Terunanegara dalam acara Coffee Morning bersama sejumlah media di Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Kamis (22/12/2022).
Di sisi lain, lanjut Putu Terunanegara didampingi Ketua Humas Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, drh. Ni Kadek Astari, M.Si., dan jajaran terkait lainnya mengaku nilai ekspor pertanian dalam arti luas pada 2022 melonjak dibandingkan tahun 2021. Jika tahun 2021 nilainya hanya Rp.93.970.120.338, pada tahun 2022 nilainya melonjak menjadi Rp.119.218.610.361.
Lebih jauh Terunanegara menjelaskan bahwa ekspor pertanian terdiri atas perkebunan senilai Rp.49.047.433.363, ekspor holtikultura senilai Rp.7.997.070.477, ekspor tanaman pangan senilai Rp.6.055.000, dan ekspor peternakan senilai Rp.62.168.051.521. Dengan begitu, secara keseluruhan nilai ekspor pertanian mencapai Rp.119.218.610.361.
Salah satu penyebab turunnya nilai ekspor tahun ini, sambung Terunanegara, salah satunya karena turunnya ekspor buah manggis. Meski ekspor pertanian mengalami kenaikan, Terunanegara menegaskan untuk tahun 2022 ini, ekspor manggis yang menjadi andalan Bali belum maksimal.
Ekspor bidang pertanian terutama manggis, salah satunya karena adanya keterlambatan panen buah manggis dimana seharusnya saat ini merupakan puncak musim, namun sampai saat ini masih belum ada. Hal ini semata-mata karena keterlambatan panen manggis akibat pergeseran musim.
“Entah kenapa, panen manggis yang menjadi andalan ekspor komoditi pertanian tak maksimal tahun ini. Kami pantau di lapangan, memang buah manggis ini sekarang sedang ada keterlambatan panen dan tidak maksimal karena musim. Jadi betul betul faktor alam yang tidak bisa diprediksi,” tegasnya seraya menyebut selain buah manggis, sektor di luar pertanian juga mempengaruhi yaitu ekspor handicraft berbahan kayu, produk bambu, dan produk kulit yang masuk non pertanian, mengalami penurunan. (rls)