Categories Denpasar Seni

Serahkan Hadiah Juara Lomba Ogoh-Ogoh, Gubernur Koster Sebut Yowana Desa Adat Benteng Penjaga Budaya Bali

Denpasar (Penabali.com) – Kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster ‘diapplause’ tepuk tangan oleh ratusan yowana desa adat se-kabupaten/kota di Bali, karena komitmennya memperhatikan kreatifitas para pemuda di Bali dengan memberikan wadah berkesenian dan berkebudayaan melalui kegiatan Lomba Ogoh-Ogoh se-Bali Tahun 2023, serangkaian Hari Suci Nyepi, Tahun Caka 1945.

Apresiasi dan ‘applause’ tepuk tangan tersebut terungkap saat Gubernur Bali, Wayan Koster, menyerahkan hadiah Lomba Ogoh-Ogoh se-Bali Tahun 2023 di tingkat Kabupaten/Kota se-Bali, Kamis (6/4/2023), di Jayasabha, Denpasar, didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha, Kepala Dinas PMA Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Wayan ”Kun” Adnyana, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dan PHDI Provinsi Bali.

Masing-masing pemenang Lomba Ogoh-Ogoh se-Bali Tahun 2023 di tingkat kabupaten/kota untuk Juara I meraih piagam dan uang sebesar Rp.50 juta, Juara II meraih piagam dan uang sebesar Rp.35 juta, dan Juara III meraih piagam dan uang sebesar Rp.25 juta.

Berikut pemenang Lomba-Lomba Ogoh-Ogoh di tingkat kabupaten-kota se-Bali.

1) Kabupaten Badung kepada ST. Dharma Pertiwi dari Banjar Kauh Pecatu, Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan sebagai Juara I, ST. Widya Dharma dari Banjar Tengah Pecatu, Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan sebagai Juara II, dan ST. Eka Bhuana Tunggal Budi Kangin dari Banjar Seminyak Kangin, Desa Adat Seminyak, Kecamatan Kuta sebagai Juara III;

2) Kabupaten Bangli kepada ST. Wisnu Sedana dari Banjar Malet Gusti, Desa Adat Penglumbaran, Kecamatan Susut sebagai Juara I, ST. Murdha Citta dari Banjar Demulih, Desa Adat Demulih, Kecamatan Susut sebagai Juara II, dan ST. Mekar Sari dari Banjar Kalanganyar, Desa Adat Merta, Kecamatan Tembuku sebagai Juara III;

3) Kabupaten Buleleng kepada ST. Tunas Teratai Tanjung Mekar dari Banjar Kajakangin-Ceblong, Desa Adat Sudaji, Kecamatan Sawan sebagai Juara I, ST. Giri Kusuma dari Banjar Giriloka, Desa Adat Pancasari, Kecamatan Sukasada sebagai Juara II, ST. Eka Stana dari Banjar Kubuanyar, Desa Adat Pacung, Kecamatan Tejakula sebagai Juara III;

4) Kota Denpasar kepada ST. Dwi Putra dari Banjar Tegal Agung, Desa Adat Denpasar, Kecamatan Denpasar Timur sebagai Juara I, ST. Yowana Werdhi dari Banjar Batan Buah, Desa Adat Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur sebagai Juara II, dan ST. Dharma Subhiksa dari Banjar Sasih, Desa Adat Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan sebagai Juara III.

Selanjutnya, 5) Kabupaten Gianyar kepada ST. Eka Budi Kusuma Giri dari Banjar Pengembungan, Desa Adat Tri Eka Citta, Kecamatan Tampak Siring sebagai Juara I, ST. Widya Dhri Sedana dari Banjar Payangan, Desa Adat Payangan Desa, Kecamatan Payangan sebagai Juara II, dan ST. Dharma Kencana dari Banjar Punusuan, Desa Adat Tegalalang, Kecamatan Tegalalang sebagai Juara III;

6) Kabupaten Jembrana kepada ST. Kembang Sari dari Banjar Banyubiru, Desa Adat Banyubiru, Kecamatan Negara sebagai Juara I, ST. Guna Widya dari Banjar Kertha Budaya Pancardawa, Desa Adat Kerta Jaya Pendem, Kecamatan Jembrana sebagai Juara II, dan ST. Swastika Karya dari Banjar Swastika, Desa Adat Pangyangan, Kecamatan Jembrana sebagai Juara III;

7) Kabupaten Karangasem kepada ST. Yowana Panji Saraswati dari Banjar Sangkan Aji, Desa Adat Sukahat, Kecamatan Sidemen sebagai Juara I, ST. Yowana Santhi dari Banjar Adat Belong, Desa Adat Karangasem, Kecamatan Karangasem sebagai Juara II, dan ST. Yowana Darma Kriya dari Banjar Tengah, Desa Adat Bebandem, Kecamatan Bebandem sebagai Juara III.

8) Kabupaten Klungkung kepada ST. Satya Dharma dari Banjar Tengah, Desa Adat Dawan Klod, Kecamatan Dawan sebagai Juara I, ST. Dharma Yowana dari Banjar Adat Tusan, Desa Adat Tangkas, Kecamatan Klungkung sebagai Juara II, dan ST. Panji Saraswati dari Banjar Budaga, Desa Adat Budaga, Kecamatan Klungkung sebagai Juara III; dan

9) Kabupaten Tabanan kepada ST. Putra Para Jana Jaya dari Banjar Wani, Desa Adat Bale Agung Kerambitan, Kecamatan Kerambitan sebagai Juara I, ST. Eka Dharma Panca Kerti dari Banjar Subamia Bale Agung, Desa Adat Subamia, Kecamatan Tabanan sebagai Juara II, dan ST. Tunas Mekar dari Banjar Meliling Kangin, Desa Adat Meliling, Kecamatan Kerambitan sebagai Juara III.

“Setiap tahun saya mengamati kreasi dan inovasi para yowana di desa adat se-Bali dalam membuat kesenian ogoh-ogoh dengan kualitas yang semakin maju dan baik. Cara berkesenian dan berkebudayaan yang dilakoni yowana desa adat di Bali berupa pembuatan ogoh-ogoh merupakan bagian dari upaya kita bersama untuk memperkuat dan memajukan berbagai karya serta produk budaya Bali yang memiliki keunikan dan kekayaan budaya yang sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru dengan Prinsip Trisakti Bung Karno, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” jelas Koster.

Dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, salah satu yang menjadi program prioritas pembangunan Bali adalah bidang adat, tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali.

“Adik-adik saya perlu pertegas, bahwa Bali ini tidak memiliki sumber daya alam seperti di daerah Bali. Bali tidak mempunyai tambang emas, batubara, minyak, gas, dan pertambangan umum lainnya yang menjadi sumber pendapatan untuk membangun perekonomian daerah. Tetapi Bali, dengan penduduk 4,3 juta lebih yang tersebar di 8 kabupaten 1 kota, 57 kecamatan, 636 desa, 80 kelurahan, dan 1.493 desa adat ini ternyata diberikan anugerah luar biasa oleh Hyang Pencipta yakni berupa kekayaan, keunikan, dan keunggulan adat, tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali,” tegas Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali.

Gubernur kelahiran Desa Sembiran, Buleleng dengan tegas menyatakan melalui adat, tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali menjadikan Bali bisa berdiri tegak, survive, eksis, dan terkenal di dunia seperti sekarang, hingga menjadikan Bali sebagai destinasi wisata utama di dunia.

“Jadi adik-adik yowana sekalian, pariwisata Bali itu lahir bukan karena desain pariwisata, rancang bangun dari pariwisata, tetapi muncul karena ketertarikan masyarakat dunia terhadap keunikan budaya Bali, yang dari dulu budaya dijadikan hulu oleh masyarakat Bali,” ujar mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Itulah sebabnya, Gubernur Koster mengajak para yowana di desa adat untuk menjaga budaya Bali dengan sebaik-baiknya, penuh rasa tanggung jawab, secara turun temurun, oleh generasi ke generasi sepanjang jaman.

“Kita bersyukur, leluhur kita mewarisi budaya Bali yang adi luhung, sehingga sampai saat ini kita diwarisi desa adat sebagai lembaga yang selalu melestarikan kebudayaan Bali. Itulah sebabnya, saya sebagai Gubernur Bali menjadikan kebudayaan sebagai hulunya pembangunan Bali, menjadikan budaya sebagai sumber nilai kehidupan, kesantunan, kesopanan, etika, dan sumber nilai yang membuat kehidupan masyarakat Bali itu memiliki integritas serta profesionalisme,” terangnya.

Budaya juga dikatakan Gubernur Wayan Koster sebagai karya produk seni yang meliputi seni tari, seni gambelan, seni ukir, seni patung, dan belakangan menjadi karya seni ogoh-ogoh. Kemudian budaya sebagai basis pengembangan perekonomian Bali. Karena itulah, hulu dari tiga unsur kebudayaan yakni nilai kehidupan, produk seni, dan ekonomi kita jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya.

“Kalau budaya Bali rusak tidak terawat, maka Bali ini tidak lagi memiliki keunikan dan keunggulan apa-apa atau kita akan kehilangan kekayaan identitas,” tegas jebolan ITB ini.

Secara khusus, ogoh-ogoh adalah salah satu dari produk budaya yang dihasilkan oleh yowana desa adat di Bali, dengan memiliki nilai seni dan budaya yang sangat luar biasa.

“Dengan adanya ketekunan dari kalangan pemuda membuat ogoh-ogoh, itu buat saya adalah peralihan generasi untuk menjaga budaya Bali yang berlangsung secara alamiah. Adakah pemerintah yang sebelumnya menggerakan ini? Tidak ada. Tetapi pemuda di Bali muncul secara alamiah dan otodidak dalam berkreasi membuat kesenian ogoh-ogoh. Itulah yang membanggakan saya,” ungkap Koster disambut tepuk tangan seraya menegaskan segala hasil kreatifitas seni dan budaya yang dilahirkan anak-anak muda harus dihargai.

Bali juga memiliki fungsi strategis di dalam menggerakan nilai-nilai kebudayaannya, ketika pemuda di Bali tidak saja menggeluti dunia seni ogoh-ogoh, namun juga menggeluti karya seni dan budaya Bali lainnya. Gubernur Koster menegaskan, hanya di Bali anak-anak mudanya mau bergerak secara alamiah, bergotong royong penuh semangat dalam pelestarian budaya khususnya di dalam membuat Ogoh-Ogoh.

“Sehingga mulai tahun 2019, saya menugaskan Kadis Kebudayaan untuk mengadakan Lomba Ogoh-Ogoh dan dibuatkan skema Juara I, II, III untuk kabupaten/kota se-Bali, serta 3 terbaik di tingkat kecamatan se-Bali. Maksud saya membuat skema juara yang lebih banyak, agar apresiasi penghargaan serta juara ini menyebar lebih banyak dengan kekuatan yang sama ke semua kabupaten/kota se-Bali, bahkan sampai ke tingkat kecamatan,” tambah orang nomor satu di Pemprov Bali ini. (rls)