Categories Denpasar Pariwisata

Bule Bikin “Kampung” di Ubud, Komang Banu: Kembalikan Ubud ke Konsep Awal

Denpasar (Penabali.com) – Banyak pihak melihat kemajuan Ubud saat ini. Hotel, villa, homestay, restoran, dan akomodasi wisata lainnya tak terhitung jumlahnya. Sebuah modernisasi yang tumbuh subur.

Namun demikian, kemajuan pariwisata di daerah Ubud, juga memunculkan ragam persoalan sosial, lingkungan, bahkan keamanan.

“Saya sangat sayangkan Ubud yang merupakan daerah budaya sampai disusupi kampung bule yang tidak tanggung-tanggung membeli tanah di Ubud,” ujar praktisi pariwisata yang juga local boy Ubud, Komang Takuaki Banuartha, Jumat (26/5/2023).

Apa yang dilontarkan Komang Takuaki itu, adalah jeritan hati dirinya yang miris melihat situasi Ubud saat ini. Ia mengakui, Ubud saat ini sangat berkembang pesat terutama di sektor pariwisata. Kondisi tersebut tentu memberi imbas positif terhadap perekonomian masyarakatnya.

Kendati demikian, ragam permasalahan sosial, lingkungan, dan keamanan, juga tak boleh dikesampingkan. Imbas secara ekonomi patut disyukuri, tetapi sebagai destinasi wisata internasional, pemerintah daerah juga patut mengawasi, melindungi tidak hanya kepada wisatawan yang datang, namun juga “menghidupkan” konten lokalnya yaitu masyarakat Ubud itu sendiri.

“Ubud ini akan dikemanakan apakah masih akan tetap Ubud ini sebagai daerah budaya kalau sudah disusupi warga asing,” ucap Komang Banu, begitu biasa ia dipanggil.

Komang Banu berharap Ubud kembali ke konsep awal bahwa di Bali punya tempat atau wilayah-wilayah yang khusus. Seperti misalnya Kuta ada wisata malam seperti pub, diskotik dan lain sebagainya. Kawasan Nusa Dua selain pariwisata juga masuk kawasan bisnis. Nah, Ubud harus betul-betul diwujudkan sebagai destinasi yang nyaman dan berbudaya.

“Teknokogi bolehlah berkembang tapi kebudayaan itu budaya itu jangan terlalu diikuti, itu harus dipertahankan, karena tamu yang datang ke Bali itu yang dicari adat istiadat, budaya, keseharian orang kampung kita seperti apa, itu menurut saya sajian yang disukai wisatawan,” kata pria yang dikenal sangat vokal jika melihat tanah kelahirannya, Bali, diobok-obok.

Komang Banu sangat menginginkan Ubud kembali seperti Ubud yang dulu, dimana menurutnya modernisasi saat ini sudah mendegradasi budaya lokal yang sejatinya telah ada turun temurun.

“Dulu jangankan city hotel saya anggap ya, budget hotel ini membunuh homestay-homestay lokal kita disana itu salah satu, sekarang ada starbuck dan sebagainya padahal peluang itu kalau diberi kesempatan orang lokal bisa buat walaupun bukan starbuck tapi munculkan ciri khas Ubud yang sebenarnya,” jelasnya.

Menurut Komang Banu, banyak cara bisa “menjual” Ubud tanpa harus menggerus budaya dan lokal konten yang sudah kuat mengakar secara turun temuru.

“Jangan disentral, Ubud itu khan luas ada wilayah-wilayah yang dapat dikembangkan jadi pemerataannya juga ada, sekarang itu tersentral tidak nyebar dan macetnya itu luar biasa,” pungkasnya. (red)