Categories Seni Sosial Budaya

Supadma Rudana Sebut Omnibus Law Pintu Emas Pemajuan Budaya di Indonesia

Jakarta (Penabali.com) – Perlu ada kajian secara komprehensif upaya untuk mengintegrasikan penguatan serta pengembangan kebudayaan dan peradaban bangsa untuk tidak hanya sampai pada melahirkan RUU Permuseuman semata.

“Tapi, lebih jauh menghasilkan regulasi omnibus bidang kebudayaan pada semua bidang masalah regulasi yang terkait dengan penguatan dan pengembangan kebudayaan, cagar budaya, serta permuseuman di Indonesia,” ujar Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Supadma Rudana, dalam Forum Bakohumas DPR RI dengan tema “Menjawab Tantangan Pengelolaan Museum melalui RUU Permuseuman”, di Gedung DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).

Turut hadir pada acara tersebut, diantaranya Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Anggota DPR RI Komisi X Nunus Supardi, budayawan dan pemerhati museum Inosentius Samsul, Kepala Badan Keahlian DPR RI Ricko Wahyudi, Perancang Peraturan Perundang-undangan Madya, dan Ali Akbar selaku Ketua Tim Pakar Asosiasi Museum Indonesia untuk RUU Permuseuman.

Supadma Rudana mengatakan, Omnibus Law menyatukan beberapa peraturan (regulasi tumpang tindih) menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Adapun konsep Omnibus Law ini dalam undang-undang bertujuan untuk menyasar isu besar yang memungkinkan dilakukannya pencabutan atau perubahan beberapa undang-undang.

“Sekaligus (lintas sektor) untuk kemudian dilakukan penyederhanaan dalam pengaturannya, sehingga diharapkan tidak terjadi konkurensi/persengketaan dan/atau perlawanan antara norma yang satu dengan yang lainnya,” jelas Supadma Rudana, Anggota DPR RI Komisi VI.

Anggota Legislatif dsri Dapil Bali ini menjelaskan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Peraturan ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Lalu, PP 1/2022 ini memberi kewenangan kepada pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola cagar budaya sehingga dapat tercapai sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan bangsa yang luas.

Supadma Rudana mengatakan tujuan lain dari dibuatnya Omnibus Law ini untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi kualitas SDM Indonesia

“Mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP) dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri,” ucap Anggota Fraksi Demokrat ini.

Ia mengatakan faktor SDM masalah penting dalam upaya pelestarian cagar budaya. Kurangnya tenaga juru pelihara, tenaga trampil bidang pemetaan, konservasi dan analisis laboratorium cagar budaya serta regenarasi yang belum berjalan maksimal.

“Kelemahan lain rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap nilai penting cagar budaya seperti pencurian, pemalsuan, dan pembawaan cagar budaya ke luar negeri secara ilegal,” ujarnya.

Supadma Rudana mengungkap berdasarkan data tahun 2013 dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, jumlah cagar budaya di Indonesia mencapai angka 66.513 yang terdiri dari 54.398 cagar budaya bergerak, dan 12.115 cagar budaya tidak bergerak, sudah dipelihara sebanyak 1.895 cagar budaya, dengan 2.988 juru pelihara. Yang telah dipugar berjumlah 643 cagar budaya, 146 cagar budaya telah dikonservasi, dan 983 cagar budaya yang telah ditetapkan oleh menteri.

“Pada 2022, Mendikbudristek telah menetapkan 15 cagar budaya peringkat nasional, terdiri atas 4 kategori benda cagar budaya, 1 struktur cagar budaya, 5 bangunan cagar budaya, 5 situs cagar budaya di Indonesia,” ungkapnya.

Dengan demikian, politisi asal Desa Peliatan, Ubud, Gianyar ini menambahkan implementasi UU Cagar Budaya hendaknya sejalan dengan Sapta Karsa Permuseuman, yaitu mendorong terwujudnya UU Permuseuman. Kedua, mendorong terbentuknya Badan Permuseuman Indonesia. Ketiga, membentuk Lembaga Sertifikasi dan Akreditasi Museum.

Keempat, peningkatan SDM pengelola museum dan pengawalan dari politisasi yang membahayakan kepentingan museum. Kelima, kebijakan penganggaran yang komprehensif. Keenam, kelembagaan museum secara menyeluruh. Dan ketujuh, menggaungkan kembali Gerakan Nasional Cinta Museum.

Sementara itu, Ketua Tim Pakar Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, Dr. Ali Akbar, mengatakan usulan Putu Supadma Rudana selaku Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia soal Omnibus Law tentang kebudayaan merupakan langkah yang tepat. Menurut dia, saat ini Indonesia punya kesempatan luas sekali membuat rumah yang besar.

“Kalau perlu kata Pak Putu itu Omnibus Law, yang masuk juga pemajuan kebudayaan. Kita punya kesempatan emas untuk merancang masa depan kita,” jelas Ali.

Menurut dia, selama ini museum itu masih menyangkut tangible atau kebendaan. Memang, kata dia, definisi museum sesuai Dewan Museum Internasional (International Council of Museums atau Icom) itu, mengumpulkan.

“Jadi selama ini museum itu masih kebendaan. Tantangan dunia internasional tahu sebenernya intangible, dan dunia internasional tahu sebenernya bahwa adibudaya negara super budaya itu Indonesia. Kalau kita masih ngurusin benda juga, ketinggalan banget itu. SDM kita urusin, kebendaan juga kita urusin. Museum di dunia internasional udah gede banget sekarang, enggak hanya bicara koleksi tapi sudah intangible,” pungkasnya. (rls)