Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster saat menerima audiensi pengurus Bussiness Export Development Organization (BEDO) di Rumah Dinas Jayasabha Denpasar, Jumat (5/7) menyatakan, kain tenun seperti endek dan songket merupakan salah satu unsur budaya warisan leluhur orang Bali secara turun-temurun.
“Leluhur kita telah menjadikan seni menenun sebagai media penyalur pengetahuan dan budaya lintas generasi. Untuk itu, benda peninggalan leluhur seperti ini membutuhkan pelindungan dari semua pihak agar keberadaan tetap lestari,” ujarnya.
Sebagai warisan leluhur, lanjut istri Gubernur Bali Wayan Koster itu, kain endek dan songket perlu terus dikembangkan, bahkan dilakukan inovasi dalam hal corak dan desain tampilannya, tanpa harus menghilangkan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, kain tenun dan songket dalam perannya sebagai barang dagangan, mampu bersaing di pasaran bebas.
Ny. Putri Suastini Koster yang juga dikenal sebagai seorang seniman multitalenta itu mengungkapkan, kain tenun bukanlah semata-mata benda yang memiliki fungsi dan estetika, namun lebih dari itu kain tenun merupakan jati diri suatu daerah. Keberadaannya yang turun temurun dan sangat unik, sayangnya seringkali tidak bisa diterima kaum milenial saat ini karena menganggap ada kesan kuno.
Menurutnya, agar kain tenun yang merupakan warisan luluhur ini tidak punah, apalagi kemudian diakui atau diklaim milik negara lain, maka diperlukan usaha bersama untuk menjaga dan melestarikannya.
“Saya sangat ingin para designer kita yang ada di Bali bersama-sama menghilangkan kesan kuno terhadap kain tenun ini, terutama dari persepsi kaum milenial. Untuk itu perlu adanya inovasi design modern pada aplikasi kain tenun, misalnya saja kain tenun dijadikan baju yang memiliki model modern hingga kemudian digemari anak muda,” katanya.
Ny. Putri Suastini Koster menyebutkan, generasi muda tidak hanya harus terus dipupuk kecintaannya, tetapi juga diajak untuk dapat mengerti dengan proses pembuatan serta makna dari motif kain tersebut. Terkait itu, Ketua Dekranasda Provinsi Bali tersebut berharap, melalui organisasi seperti BEDO yang memiliki misi mewadahi IKM di Bali, dapat turut membantu pemerintah dalam hal ini.
“Selain itu, saya juga ingin organiasasi seperti BEDO ini ikut melestarikan dan fokus pada upaya mendorong para desainer, pengusaha dan perajin agar lebih kreatif dan mandiri dalam mengembangkan usahanya, sehingga usaha dalam menggairahkan tenun dari hulu ke hilir dapat terlaksana dengan baik,” harapnya.
Sementara itu, Ketua BEDO Dwi Iskandar mengatakan, organisasinya memiliki fungsi dalam membina para IKM yang ada di Bali untuk dapat berkembang secara mandiri. Di samping itu, BEDO juga bertugas membantu pemerintah menjaga harkat martabat bangsa dengan ikut melestarikan warisan budaya bangsa agar tetap kuat dan terhormat, sehingga dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Menanggapi harapan Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Dwi Iskandar menyebutkan, pihaknya berjanji akan terus mengangkat kembali gaya berbusana warisan leluhur dengan membiasakan diri mengekanan busana berkain kesehariannya dalam berbagai kegiatan, terutama dalam menarik minat generasi milenial di tengah maraknya fashion global saat ini.
Disela-sela diskusi terkait eksistensi kain tenun di Bali saat ini, Ketua Panitia Acara Circular Revolution dari BEDO Rahmi Fajar, menyampaikan pihaknya pada 22 Juli mendatang akan mengadakan workshop terkait penanggulangan sampah plastik dan limbah yang dapat didaur ulang kembali. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya mengundang Ketua Dekranasda Provinsi Bali dapat menghadiri acara tersebut. (red)