Denpasar (Penabali.com) – Gubernur Bali, Wayan Koster, telah menerima Dokumen Undang-Undang Nomor 15 Tahun 20223 Tentang Provinsi Bali dari Komisi II DPR RI. Penyerahannya dilakukan Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Minggu (23/7/2023).
Sebagai informasi, sebelum UU Provinsi Bali ini disahkan DPR, Provinsi Bali menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat 1 Provinsi Bali, NTB, dan NTT. UU tersebut sejatinya sudah tidak berlaku sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku saat ini karena UU 64/1958 dibentuk berdadarkan UU Dasar Sementara tahun 1950 dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat.
Gubernur Koster mengaku bersyukur Bali kini telah memiliki undang-undang tersendiri, dan tidak lagi bergabung dengan NTB dan NTT. Lahirnya UU Provinsi Bali, kata Koster, adalah kemajuan yang sangat luar biasa, bersejarah dan fundamental. Bayangkan saja, UU Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat 1 Provinsi Bali, NTB, dan NTT, dan baru 65 tahun kemudian Bali akhirnya memiliki undang-undang tersendiri.
“Di antara anggota fraksi dari Dapil Bali yang sangat aktif saya ajak berkoordinasi saat pembahasan adalah Pak Gung Adhi Mahendra (Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali, red) selain juga Anggota Fraksi PDI Perjuangan dari Dapil Bali termasuk Pak Sumarjaya Linggih,” kata Gubernur Koster.
Koster berharap, dengan UU Provinsi Bali ini, maka Bali akan memiliki sumber-sumber pendanaan yang memadai untuk melakukan percepatan pembangunan yang berkaitan dengan penguatan budaya, adat, dan kearifan lokal sebagai basis pembangunan Bali.
Anggota DPR RI Komisi II dari Dapil Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, mengucap syukur Bali telah memiliki undang-undang tersendiri sebagai payung hukum untuk mengelola pembangunannya berlandasarkan kearifan lokal, termasuk di dalamnya desa adat dan subak.
Anggota Fraksi Golkar yang akrab dipanggil Gus Adhi ini menegaskan, dengan masuknya desa adat dan subak di dalam UU Provinsi Bali, maka hal itu akan memperkuat keberadaan desa adat sebagai penopang dan benteng adat istiadat, tradisi, seni dan budaya Bali serta subak yang menjadi “produk” budaya Bali yang mendukung pariwisata Bali.
Dengan UU Provinsi Bali, maka desa adat dan subak, menurut Gus Adhi, menjadi lembaga yang memperkuat Bali sebagai daerah pariwisata.
“Provinsi Bali sudah punya dasar hukum yang sangat kuat untuk mewujudkan pembangunan Bali kedepan yang lebih maju dan lebih baik lagi. Sumber dana yang ditetapkan dalam pasal 8 ayat 2 UU Provinsi Bali harus dikelola semaksimal mungkin sebaik-baiknya untuk peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Gus Adhi.
UU Provinsi Bali terdiri atas 3 Bab dan 12 Pasal. Gus Adhi mengatakan, di dalam undang-undang ini Bali diberikan kewenangan menggali potensi dana pemasukan seperti pungutan kepada wisatawan.
“Walaupun hanya 10 dolar ini menjadi awal yang baik. Setiap tahun ini harus dievaluasi karena 10 dolar itu relatif masih sangat kecil tapi tak apa ini sudah awal yang baik,” kata Gus Adhi, salah satu sosok penting yang turut melahirkan UU Provinsi Bali.
Ia berharap dengan UU Provinsi Bali, kerja Komisi II DPR RI tidak sia-sia dan Bali yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia, pariwisatanya akan berkelanjutan dengan tetap memegang teguh kearifan lokal Bali.
“UU Provinsi Bali percepat pemerataan pembangunan di segala aspek,” pungkas Gus Adhi. (red)