Categories Denpasar Politik

Jelang Pemilu 2024, Prajuru Desa Adat “Bersih” Kepentingan Politik

Denpasar (Penabali.com) – Mendekati perhelatan Pemilu 2024 para perangkat atau prajuru di struktur desa adat di Bali diharapkan netral dari dukung-mendukung politik.

Menurut Akademisi Bidang Ilmu Pariwisata Budaya dan Agama Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Prof. Dr. Drs. Ketut Sumadi, M.Par., menyampaikan perangkat di desa adat seharusnya mengayomi semua krama desa adat dengan prinsip ngayah. Maka, dari struktur di desa adat ini diharapkan bersifat netral di Bali.

Prof. Sumadi mengatakan, kondisi ini akan mempengaruhi pola kerja dan pola hidup masyarakat di desa adat karena struktur di desa adat dibuat untuk menjamin pelaksanaan tugas masing-masing dengan baik dan benar.

“Dalam kepengurusan desa adat yang duduk di struktural desa adat sebaiknya tidak ikut berpolitik, harus netral, karena kedudukannya mengayomi semua krama desa adat. Selain itu, dapat menjangkau sesuai landasan Tri Hita Karana serta selalu menjaga hidup yang harmonis, dan juga sejalan dengan asas Pemilu kita, bebas, aktif, dan rahasia,” jelasnya.

“Tugasnya adalah mengayomi seluruh warga desa adat dengan konsep ngayah,” lanjut Prof. Sumadi.

Menurutnya, perlu dibuatkan semacam aturan atau pararem terlebih dahulu di setiap banjar atau desa adat terutama bagi para pengurus atau krama yang punya dukungan. Sebab jelas Pro. Sumadi, sistem kehidupan bermasyarakat di desa adat adalah ngayah, kalau dukung mendukung tersebut tentu akan ada sesuatu di belakangnya yakni hal-hal bersifat pragmatis tetapi ada sesuatu diharapkan.

Padahal menurut pengamatannya, untuk kehidupan bermasyarakat harus iklas. Inilah menjadi perbedaan antara komunitas sosial dan tradisional dengan komunitas berbau politik.

“Pararem adalah aturan berlaku dalam kontek hidup bersifat pragmatis karena disitu diatur apa saja yang boleh dilakukan dalam kontek politik, dan apa saja tidak boleh dilakukan misalnya, jangan sampai mempengaruhi krama harus memilih ini itu dampaknya tidak sesuai dengan asas Pemilu bebas dan aktif,” papar Prof. Sumadi menjelaskan.

Ia menyampaikan, dalam kontek kehidupan beragama seperti misalnya tidak boleh memaksa orang jadi, itu tidak sejalan dengan ajaran- ajaran yang terkait dengan keyakinan nanti yang bisa dipengaruhi apalagi didukung dengan beda keyakinan sehingga bisa membuat kehidupan di desa adat semakin agak terganggu dalam kontek kehidupan pola menyama-braya bisa bermusuhan dengan saudara karena beda dukungan.

“Lakukan sesuatu sesuai ajaran agama kita, bahwa kita tetap sejalan dalam konsep saling asah, asih, dan asuh jadi paras paros tetap dijaga sehingga dalam melakukan kegiatan di masyarakat berkaitan dengan adat atau kehidupan bermasyarakat di desa adat pastikan tidak membawa-bawa politik, silahkan saja pilihannya sesuai asas Pemilu kita bebas, langsung, dan rahasia, lakukan itu,” tegasnya. (rls)