Denpasar (Penabali.com) – Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata, membeberkan sejumlah catatan penting terkait revitalisasi Pasar Umum Negara di Kabupaten Jembrana.
Dalam rapat pembahasan Kerangka Acuan (KA) Amdal pembangunan Pasar Umum Negara yang berlangsung di Gedung Sad Kerthi Kantor Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Rabu (16/8/2023), Krisna memberikan tanggapannya seperti mengenai kebutuhan daya listrik, tata kelola sampah, tata kelola limbah hingga kejelasan harga sewa kios atau lapak yang akan diperuntukkan bagi pedagang khususnya pedagang eksisting.
Menurut Krisna, seharusnya penyusunan dokumen ini harus berkaca dengan pembangunan revitalisasi pasar di daerah lain. Ia lantas menyebut Pasar Rakyat Gianyar dan Pasar Banyuasri di Kabupaten Buleleng. Dalam temuan Walhi Bali, jelas Krisna, Pasar Rakyat Gianyar usai diresmikan justru sepi lantaran pedagangnya tidak siap dan butuh waktu untuk beradaptasi dengan infrastruktur yang dibangun.
Lain cerita dengan Pasar Banyuasri. Krisna mengungkapkan, pasar ini dinilai sepi hingga tahun 2022 sebab biaya sewa yang relatif tinggi dan pedagang yang ingin menyewa lapak dengan biaya kebutuhan listrik serta biaya kebersihannya.
“Faktor-faktor penting itu mesti dijabarkan dan diuraikan secara jelas agar tidak menimbulkan beban bagi pedagang kecil khususnya pedagang eksisting lantaran tidak bisa menjangkau harga sewa,” jelas Bokis, panggilan akrab Krisna Dinata.
Selain Walhi Bali, perwakilan Frontier (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat) Bali Divisi Agitasi dan Propaganda, I Wayan Sathya Tirtayasa, yang juga turut hadir dalam rapat KA Amdal itu. Sathya menyoroti jika dokumen ini tidak lengkap karena tidak melengkapi notulensi secara rinci hasil pelibatan masyarakat terhadap kehadiran proyek ini. Sebab, jelas Sathya, dalam dokumen ini juga disebutkan jika konsep luasan kios yang dibutuhkan masyarakat dengan keinginan pemerintah, tidak sejalan. Dalam rapat ini, Sathya meminta agar dokumen Kerangka Acuan Amdal disusun dengan data-data yang lengkap dengan menyertakan notulensi dalam dokumen ini.
Di sisi lain, Sathya juga menyoroti mengenai tata kelola sampah dalam revitalisasi dokumen ini dimana dokumen ini belum merujuk Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 terkait dengan Pengelolaan Sampah.
“Hal ini harus menjadi perhatian serius sebab salah satu dampak revitalisasi pasar adalah penambahan daya tampung kios dan lapak, yang dimana hal tersebut akan seiring sejalan dengan bertambahnya timbulan sampah, terlebih TPA di Jembrana hanya satu yang berfungsi yakni TPA Peh,” beber Sathya menerangkan.
Secara terpisah, Divisi Advokasi Kekal (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, I Made Juli Untung Prata, turut mengkritisi dokumen ini. Untung Pratama menyebutkan jika dalam dokumen ini belum menjabarkan secara detail terkait pengolahan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Hal ini penting, mengingat pengelolaan Limbah B3 dalam dokumen ini harus melibatkan pihak ketiga yang memiliki ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Maka penting hal ini juga diuraikan dalam dokumen KA Amdal Pasar Umum Negara ini,” tegasnya.
Rapat pembahasan Kerangka Acuan Amdal pembangunan Pasar Umum Negara diprakarsai Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jembrana, Tim Penyusun KA Amdal PT. Alam Lestari dan dinas-dinas terkait di Kabupaten Jembrana.
Pada kesempatan itu, perwakilan Frontier Bali dan Walhi Bali menyerahkan surat tanggapan tersebut dan diterima Kadis DKLH Bali, I Made Teja. (rls)