Jakarta (Penabali.com) – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 28 Mei 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga, di tengah dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global.
Dinamika perdagangan internasional menunjukkan perkembangan setelah terjadinya kesepakatan dagang antara AS dan Inggris pada 8 Mei 2025 yang merupakan kesepakatan permanen pertama AS dengan negara lain paska-penundaan penerapan resiprokal tarif. Lebih lanjut, kesepakatan dagang sementara AS–Tiongkok pada 12 Mei 2025 yang berlaku selama 90 hari turut menurunkan tensi perdagangan global. Pelaku pasar menyambut baik kesepakatan tersebut sehingga mendorong penguatan pasar keuangan global diikuti juga oleh penurunan volatilitas pasar keuangan dan capital inflow ke pasar negara berkembang.
Ketegangan geopolitik meningkat di beberapa kawasan. Kendati demikian, dampaknya terpantau dapat terlokalisir sehingga imbasnya ke pasar keuangan global masih terbatas.
Rilis pertumbuhan ekonomi global pada kuartal pertama tahun 2025 menunjukkan pelemahan diikuti oleh berlanjutnya penurunan inflasi yang menunjukkan pelemahan permintaan global. Menyikapi hal tersebut, kebijakan moneter global semakin akomodatif dengan beberapa bank sentral telah menurunkan suku bunga, menyuntikkan likuiditas ke pasar, atau menurunkan reserve requirement. Kebijakan fiskal global juga cenderung ekspansif meski ruang fiskal terbatas.
Di tengah perkembangan tersebut, The Fed menyiratkan kebijakan “Fed Fund Rate (FFR) high for longer”, menunggu kepastian dari kebijakan tarif dan dampaknya terhadap berberapa indikator perekonomian. Hal ini mendorong pasar menurunkan estimasi penurunan FFR menjadi 2 kali di tahun 2025 (dari sebelumnya 3-4 kali penurunan), dengan penurunan pertama diprakirakan mundur ke bulan September. Pasar juga terus mencermati rencana penerbitan Undang-Undang One Big Beautiful Bill yang diperkirakan akan meningkatkan defisit fiskal AS sehingga Moodys menurunkan rating AS. Beberapa hal tersebut mendorong pelemahan pasar obligasi dan nilai tukar AS.
Sementara itu, perekonomian domestik masih menunjukkan resiliensinya di tengah tingginya dinamika global. Pertumbuhan ekonomi masih positif pada Q1-2025 meskipun dengan laju yang sedikit melambat menjadi 4,87 persen. Permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga, tetap menjadi motor utama yang tumbuh sebesar 4,89 persen yoy. Inflasi dalam negeri tetap terjaga tercatat sebesar 1,95 persen (Mar-25: 1,03 persen), masih dalam rentang target bank sentral. Beberapa indikator perekonomian terkini juga masih menunjukan resilensi, diantaranya Neraca Perdagangan yang terus mencatat surplus, defisit transaksi berjalan menyempit menjadi 0,05 persen PDB (sebelumnya 0,87 persen), dan cadangan devisa tetap stabil di level tinggi.
Sehubungan dengan inisiatif Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dengan menggulirkan paket insentif ekonomi di bulan Juni 2025, OJK mendukung upaya-upaya dimaksud yang akan memperkuat daya beli dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. OJK bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait dan industri jasa keuangan terus bekolaborasi melakukan upaya-upaya mendorong intermediasi yang optimal, pendalaman pasar keuangan, dan upaya-upaya pengembangan potensi industri yang prospektif, termasuk mendukung segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal-hal tersebut dilakukan dalam rangka mendorong pembiayaan yang lebih inklusif, yang memungkinkan potensi-potensi ekonomi Indonesia lebih dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Perkembangan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon (PMDK)
Di tengah perkembangan dinamika tensi perdagangan dan geopolitik, pasar saham domestik secara mtd menunjukkan penguatan dan menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan regional, yaitu menguat 6,04 persen di level 7.175,82, sedangkan secara ytd menguat 1,35 persen. Nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp12.420 triliun atau naik 6,11 persen mtd (naik 0,69 persen ytd). Sementara itu, non-resident mencatatkan net buy secara mtd setelah sebelumnya sejak Desember 2024 mencatatkan net sell. Nilai net buy mtd pada Mei 2025 tercatat sebesar Rp5,53 triliun mtd (secara ytd, net sell sebesar Rp45,19 triliun).
Secara mtd, kinerja indeks sektoral secara umum menguat dengan penguatan tertinggi dialami oleh sektor basic material, dan energy, sementara hanya sektor technology terpantau melemah. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham secara ytd tercatat Rp12,90 triliun, naik dibandingkan dengan rata-rata nilai transaksi harian pasar saham April 2025 sebesar Rp12,47 triliun.
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 0,78 persen mtd ke level 409,16, dengan yield SBN rata-rata turun 4,76 bps mtd (ytd turun 22,02 bps). Per 28 Mei 2025 investor non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp24,09 triliun secara mtd (ytd: net buy Rp47,11 triliun). Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp0,21 triliun secara mtd (net sell Rp1,21 triliun ytd).
Di industri pengelolaan investasi, per 27 Mei 2025 nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp848,88 triliun (naik 1,91 persen mtd atau naik 1,37 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp517,99 triliun atau naik 3,16 persen mtd (ytd: naik 3,75 persen) dan tercatat net subscription sebesar Rp8,26 triliun secara mtd (ytd: net subscription Rp3,38 triliun).
Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp65,56 triliun dengan Rp3,31 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 6 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 85 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp74,94 triliun.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 27 Mei 2025, telah terdapat 18 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 825 penerbitan Efek dari 594 penerbit, 180.862 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp1,57 triliun.
Pada pasar derivatif keuangan, sejak 10 Januari hingga 28 Mei 2025, tercatat 89 pelaku dan 15 penyelenggara yang telah mendapatkan izin prinsip OJK. Sementara itu, nilai transaksi derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek di bulan Mei 2025 tercatat sebesar Rp160,39 triliun dan volume transaksi sebesar 52.605,07 lot, dengan nilai rata-rata harian transaksi sebesar Rp9,43 triliun (ytd: Rp12,90 triliun per hari).
Sedangkan perkembangan Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 28 Mei 2025, tercatat 112 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume 1.599.314 tCO2e dan akumulasi nilai Rp77,95 miliar.
Pada periode 20 Maret s.d. 28 Mei 2025, terdapat 40 Emiten yang berencana untuk melakukan buyback tanpa RUPS, dengan perkiraan alokasi dana buyback sebesar Rp21,49 triliun. Dari 40 Emiten tersebut terdapat 31 Emiten yang telah melakukan pelaksanaan buyback dengan nilai realisasi sebesar Rp2,16 triliun atau sebesar 10,05 persen.
Dalam rangka penegakan ketentuan di bidang Pasar Modal, Derivatif Keuangan dan Bursa Karbon:
- Pada bulan Mei 2025, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda kepada 1 Akuntan Publik sebesar Rp50.000.000,00 serta Sanksi Administratif berupa Peringatan Tertulis kepada 1 Manajer Investasi atas pelanggaran ketentuan di Bidang Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon.
- Selama tahun 2025, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada 13 Pihak yang terdiri dari Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp6.850.000.000,00 kepada 6 Pihak, Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Perseorangan kepada 1 Pihak, Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Efek kepada 2 Perusahaan, dan Peringatan Tertulis kepada 8 Pihak serta mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp15.866.010.000,00 kepada 218 Pelaku Usaha Jasa Keuangan di Pasar Modal dan 62 Peringatan Tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan serta mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp100.000.000,00 dan 25 Sanksi Administratif berupa Peringatan Tertulis atas selain Keterlambatan Non Kasus.
Perkembangan Sektor Perbankan (PBKN)
Kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga, dengan kredit tumbuh 8,88 persen yoy di April 2025 (Maret 2025: 9,16 persen) menjadi Rp7.960,94 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 15,86 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,97 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 4,62 persen yoy. Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 8,82 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 12,77 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60 persen, dengan kredit usaha kecil tumbuh tertinggi sebesar 9,48 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 4,55 persen yoy (Maret 2025: 4,75 persen yoy) menjadi Rp9.047 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,02 persen, 6,05 persen, dan 2,07 persen yoy.
Likuiditas industri perbankan pada April 2025 tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing 111,32 persen (Maret 2025: 116,05 persen) dan 25,23 persen (Maret 2025: 26,22 persen), masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 200,35 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,24 persen (Maret 2025: 2,17 persen) dan NPL net 0,83 persen (Maret 2025: 0,80 persen). Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat 9,92 persen (Maret 2025: 9,86 persen).
Meskipun meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, namun rasio LaR menurun dibandingkan posisi April 2024 dan masih di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 25,43 persen (Maret 2025: 25,38 persen), menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.
Untuk porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,27 persen dari total kredit perbankan, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per April 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh 26,59 persen yoy (Maret 2025: 32,18 persen yoy) menjadi Rp21,35 triliun, dengan jumlah rekening mencapai 24,36 juta (Maret 2025: 24,59 juta).
Terkait dengan pemberantasan judi online yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta Bank untuk melakukan pemblokiran terhadap ±17.026 rekening (prev: ±14.117 rekening) dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital, dan melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Identitas Kependudukan serta melakukan Enhance Due Diligence (EDD). (rls)