Denpasar (Penabali.com) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menggelar Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025 di Ruang Widya Sabha, Kantor Gubernur Bali, Senin (23/6/2025). Sidang dipimpin Wakil Ketua DPRD Bali I Wayan Disel Astawa, dengan agenda mendengarkan pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Semesta Berencana Provinsi Bali 2025–2029 dan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024.
Hadir dalam rapat tersebut Wakil Ketua DPRD Bali I Komang Nova Sewi Putra, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, anggota DPRD Bali, serta unsur Forkopimda Provinsi Bali.
Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, I Made Supartha, memberikan apresiasi atas capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI untuk ke-12 kali berturut-turut. Fraksi ini menilai visi RPJMD 2025–2029 masih konsisten dengan filosofi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan berbasis spiritualitas, ekologi, dan sosial, selaras dengan prinsip Trisakti Bung Karno.
Menurut Supartha, visi tersebut telah diterjemahkan ke dalam enam bidang prioritas, yakni: adat, agama, tradisi, seni, dan budaya; kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan; ekonomi kerthi Bali; infrastruktur darat, laut, dan udara; lingkungan, kehutanan, dan energi; serta Bali pulau digital dan keamanan Bali. Ia menekankan empat hal yang perlu menjadi perhatian, di antaranya indikator kinerja yang realistis, keterlibatan aktif masyarakat, penguatan literasi digital dan keamanan siber, serta pelaksanaan yang berlandaskan tata kelola bersih dan gotong royong.
Terkait APBD 2024, Fraksi PDI Perjuangan mencatat pendapatan daerah melampaui target hingga 113,80%, namun realisasi penerimaan pembiayaan baru 29,15%. Fraksi ini juga mendorong agar belanja daerah diarahkan pada program produktif yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat, dengan surplus Rp 1,97 triliun dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik.
Fraksi Partai Golkar melalui I Nyoman Wirya menyoroti perlunya RPJMD mengacu pada RPJPN, RPJMN, visi-misi gubernur, dan RTRWP. Golkar menilai terjadi pelanggaran masif terhadap RTRWP Bali serta menemukan sejumlah catatan dari BPK, seperti perhitungan tambahan penghasilan pegawai yang tidak sesuai aturan, kelebihan realisasi belanja BOS sebesar Rp 49,16 miliar, hingga potensi pungutan wisatawan asing (PWA) yang belum maksimal. Golkar juga mempertanyakan langkah pemerintah menghadapi lonjakan PHK di sektor pariwisata dan industri, serta meminta penjelasan terkait wacana legalisasi tajen sebagai atraksi budaya.
Fraksi Gerindra–PSI melalui Gede Harja Astawa menekankan pentingnya RPJMD berbasis kebutuhan, bukan keinginan, serta keselarasan program dengan RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Mereka menyoroti isu pendidikan pasca putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mengharuskan pemerintah daerah menjamin pendidikan dasar gratis bagi seluruh peserta didik, termasuk di sekolah swasta.
Sementara Fraksi Demokrat–NasDem yang diwakili I Gede Ghumi Asvatham mengapresiasi penyusunan RPJMD 2025–2029, namun menilai dokumen tersebut belum sepenuhnya mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2024 tentang RPJPD. Meski demikian, fraksi ini menyatakan siap membahas RPJMD lebih lanjut hingga menjadi perda.
Terkait APBD 2024, Demokrat–NasDem juga memberi apresiasi atas opini WTP yang kembali diraih, namun mengingatkan agar rekomendasi BPK RI segera ditindaklanjuti. Mereka menyoroti perlunya perencanaan APBD berbasis data realisasi tahun-tahun sebelumnya, pengelolaan aset tanah dengan kontrak notaris untuk menghindari mafia tanah, serta penyediaan anggaran khusus perbaikan jalan provinsi yang rusak.
Sidang paripurna ini menjadi ajang penyampaian masukan strategis dari seluruh fraksi, yang diharapkan dapat memperkuat arah pembangunan Bali lima tahun ke depan sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. (ika)