Klungkung (Penabali.com) – Produsen kain endek di Kabupaten Klungkung, Bali, didorong untuk mulai menerapkan konsep zero waste sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi sirkular. Langkah ini diharapkan mampu mendukung industri tekstil lokal agar lebih berkelanjutan sekaligus ramah lingkungan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Pengabdian Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. Made Setini, dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat bersama para pengrajin kain lokal. Menurutnya, tren industri global saat ini menitikberatkan pada green economy, sehingga pelaku usaha dituntut lebih peka terhadap isu lingkungan.
“Prinsip zero waste bukan hanya soal mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi produk lokal. Dengan begitu, kain endek bisa tetap bertahan dan bersaing di tengah meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk ramah lingkungan,” ujarnya di Klungkung, Kamis (14/8/2025).
Senada dengan itu, akademisi Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Sains, dan Teknologi Unwar, Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M.Si., menilai bahwa penerapan ekonomi sirkular dalam industri kain endek sejalan dengan konsep pariwisata berkelanjutan di Bali. Pemanfaatan bahan baku secara optimal dan pengurangan limbah dinilai sangat penting agar tidak ada material yang terbuang sia-sia.
“Industri kain endek yang berkelanjutan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mendapatkan pengalaman autentik sekaligus ramah lingkungan. Hal ini akan semakin memperkuat citra Bali sebagai destinasi wisata yang peduli pada keberlanjutan,” jelasnya.
Ia menambahkan, kolaborasi antara akademisi dan produsen kain menjadi kunci penting dalam transisi menuju industri yang lebih hijau. “Dengan dukungan teknologi dan inovasi, sisa bahan bisa diolah kembali menjadi produk bernilai, sehingga tidak berakhir menjadi sampah,” tambah Muliarta.
Program pengabdian yang dijalankan Unwar ini fokus pada peningkatan kesadaran serta kemampuan pengrajin dalam menerapkan praktik ekonomi sirkular. Harapannya, upaya tersebut mampu menjadikan industri tekstil Bali lebih kompetitif di pasar global tanpa meninggalkan nilai budaya yang terkandung di dalam kain endek.
“Jika semua pihak berkomitmen, industri tekstil tidak hanya bisa mendukung perekonomian, tetapi juga menjaga kelestarian budaya Bali,” kata Setini menutup pernyataannya.
Meski begitu, tantangan tetap ada di lapangan. Pemilik usaha Tenun Ikat Sri Widhi, I Wayan Widyantara, mengakui bahwa penerapan zero waste tidak mudah, terutama dalam pengelolaan limbah. Ia juga menyebutkan bahwa penggunaan pewarna alami masih sangat terbatas.
“Kami baru memproduksi kain dengan pewarna alam jika ada pesanan. Itu pun prosesnya panjang karena pencelupan harus dilakukan berkali-kali, dan sering kali benang jadi mudah putus,” ungkapnya.
Menurutnya, selain butuh dukungan teknologi, diperlukan pula edukasi berkelanjutan agar pengrajin bisa lebih siap dalam mengadopsi sistem produksi ramah lingkungan. (rls)