Fintech Jadi Persoalan Serius
* Togar Situmorang Desak Pemerintah Segera Turun Tangan
Kemajuan teknologi informasi saat ini telah merasuk ke semua lini kehidupan, tidak terkecuali terhadap pembiayaan pinjam meminjam, atau yang lebih dikenal dengan Financial Tehcnology atau Fintech. Keberadaannya yang semakin sulit dikontrol disikapi serius advokat Togar Situmorang, SH., MH., MAP. Togar yang kerap dijuluki ‘panglima hukum’ ini angkat bicara untuk mengingatkan ancaman kejahatan siber (cyber crime) hingga potensi gangguan keamanan nasional yang bisa ditimbulkan fintech ini.
“Kita jangan terlena dengan fintech. Ini bisa jadi ruang kejahatan siber yang serius dan mengancam stabilitas keamanan nasional jika ada penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi pengguna atau konsumen secara massif,” kata Togar yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar itu, Selasa (27/11/2018).
Togar juga tidak setuju dengan keberadaan fintech yang begitu leluasa melakukan praktik bisnis pinjam meminjam secara online dan mengumpulkan data pribadi calon pengguna dan penggunanya. Ia mengatakan sejatinya dalam operasional fintech ini layaknya rentenir online. Bahkan, fintech bisa lebih berbahaya dari rentenir konvensional. Sebab fintech ini punya akses tak terbatas ke data pribadi penggunanya. Misalnya identitas kependudukan seperti nomor KTP, alamat, dll. Hingga akses ke data-data di smartphone penggunanya seperti seluruh nomor kontak (phone book) hingga bisa masuk ke akun media sosial. Jika data pribadi masyarakat Indonesia ini bocor apalagi hingga dikuasai pihak asing untuk melakukan kejahatan siber, maka hal itu akan menjadi ancaman serius bagi stabilitas keamanan nasional.
“Fintech ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, dan KemenkumHAM harus turun tangan juga memastikan bahwa fintech ini aman,” desak pria juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Provinsi Bali itu.
Ia lantas menambahkan bahwa sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2006, data pribadi warga harus dilindungi oleh negara. Ayat 1 Pasal 85 Nomor 23 Tahun 2006 ini menyebutkan bahwa data pribadi penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 wajib disimpan dan dilindungi oleh negara. Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dijaga kebenarannya dan dilindungi kerahasiaannya oleh Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Di sisi lain, kondisi ancaman penyalahgunaan data pribadi pada layanan fintech ini, kata Togar, diperparah dengan pengguna juga kerap abai dengan persyaratan persetujuan akses data pribadi ketika menggunakan layanan fintech.
Menurut Togar perusahaan fintech yang melakukan kejahatan pada konsumen seperti mengakses data pribadi pengguna ataupun melakukan penagihan dengan cara intimidasi dan di luar ketentuan serta kewajaran bisa dituntut secara hukum.
“Sebab hal itu masuk dalam kategori kejahatan siber sehingga salah satunya bisa dijerat dengan UU ITE,” imbuh Togar yang juga Ketua Persatuan Olahraga Selam (POSSI) Kota Denpasar.
Untuk menyikapi berbagai kondisi itu, Togar meminta masyarakat menahan diri dulu dengan tidak meminjam uang secara online dan tidak menggunakan layanan pinjaman online maupun berinvestasi di perusahaan fintech sebelum ada regulasi yang lebih jelas dan ketat untuk perlindungan data pribadi konsumen dalam penggunaan layanan fintech baik dari OJK maupun pemerintah.
“Tunggu aturan jelas dan sosialisasi pemerintah soal fintech ini agar tidak menyesal dan menjadi korban kejahatan siber,” pinta Togar.