Kinerja Perbankan di Bali Tumbuh Positif, Catat Total Aset Rp149,9 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara menyelenggarakan pertemuan tahunan Evaluasi Kinerja BPR/S 2019 dan Pemaparan Economic Outlook 2020, Rabu (27/11/2019), di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait kinerja industri jasa keuangan BPR/S di Bali selama tahun 2019 serta memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi terkini dan tahun 2020 yang disampaikan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara dalam sambutannya yang dibacakan Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Rochman Pamungkas menyatakan, OJK di tahun ke-8 hadir untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan sektor jasa keuangan untuk mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan didalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.

“Selain itu juga untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,” jelas Pamungkas.​​

Pada kesempatan tersebut, dipaparkan secara singkat kondisi perekonomian global dan nasional yang sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja BPR/S pada tahun 2019 serta menyampaikan kinerja BPR/S di Bali dan Nusa Tenggara selama tahun 2019.

Ditengah perlambatan ekonomi global dan domestik, kinerja perbankan di Bali hingga September 2019 masih tumbuh positif. Hal itu tercermin dari total aset perbankan yang tercatat sebesar Rp149,9 triliun atau mengalami pertumbuhan 8,24% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan total aset perbankan nasional sebesar 7,07%.

Pamungkas menerangkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di Bali terhimpun mencapai sebesar Rp114,62 triliun, tumbuh sebesar 8,95% (yoy), masih lebih tinggi dari pertumbuhan DPK perbankan secara nasional (7,42%-yoy) dan meningkat dari periode sebelumnya yang tumbuh 8,63% (yoy). Adapun penyaluran kredit perbankan di Bali tercatat sebesar Rp91,75 triliun atau tumbuh sebesar 8,90% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran kredit nasional (7,88%) dan meningkat dari periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,54% (yoy).

Sementara itu, kinerja keuangan BPR/S di Provinsi Bali juga masih menunjukkan pertumbuhan yang positif dan meningkat dari periode sebelumnya. Total aset BPR/S mencapai Rp16,87 triliun, tumbuh 12,47% (yoy), meningkat dari periode sebelumnya yang tumbuh 8,27% dan lebih tinggi dari BPR secara nasional yang tumbuh 10,24%-yoy.

Sementara itu, penghimpunan DPK sebesar Rp12,29 triliun (17,80%-yoy), tercatat lebih tinggi dari pertumbuhan DPK BPR secara nasional yang tumbuh 11,63%-yoy. Komposisi DPK BPR di Bali didominasi oleh deposito sebesar Rp9,08 triliun mencapai 73,87% dari total DPK.

Untuk penyaluran kredit oleh BPR di Bali, ujar Pamungkas, tercatat sebesar Rp11,16 triliun (10,28%-yoy), meningkat dari periode sebelumnya yang tumbuh 6,66%. Penyaluran kredit paling banyak untuk membiayai sektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar Rp3,2 triliun (28,72% dari total kredit) dan real estate sebesar Rp1,4 triliun (12,6% dari total kredit).

Secara komposisi, penyaluran kredit BPR di Bali didominasi oleh kredit produktif yaitu sebesar 62,76% (Rp7 triliun), yang terdiri dari kredit modal kerja sebesar Rp5,3 triliun dan kredit investasi sebesar Rp1,7 triliun.

Rasio NPL BPR di Bali sebesar 8,28% di bulan September 2019. Kontribusi terbesar NPL BPR saat ini berasal dari sektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar Rp374 miliar dengan share NPL 40,46% dari total kredit non performing, sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar Rp245 miliar dengan share NPL 26,5% dari total kredit non performing, dan sektor real estate sebesar Rp77 miliar atau 8,35% dari total kredit non performing yang mempengaruhi rentabilitas dan efisiensi BPR selama setahun terakhir, tercermin dari Return on Assets (ROA) menurun dari 2,17% menjadi 1,75% dan rasio BOPO meningkat dari 79,94% menjadi 82,94%.

“Sedangkan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit mengakibatkan rasio LDR posisi September 2019 masih cukup tinggi yaitu mencapai 71,19%,” ucap Pamungkas. (red)