Categories Berita Denpasar

Angka Kesembuhan Covid-19 Capai 65%, Gubernur Koster Sebut Pola Penanganan dengan Manajemen Bertingkat

Sejak kasus virus corona di Bali mulai mencuat pada 10 Maret 2020, Pemerintah Provinsi Bali melalui komando Gubernur Bali Wayan Koster langsung mengambil langkah strategis dengan menyusun pola penanganan berkaitan dengan pencegahan, pembatasan pergerakan masyarakat dan penanganan pasien positif melalui layanan kesehatan yang memadai.

“Berkaitan dengan upaya pencegahan, saya membuat satu pola penanganan dengan manajemen secara bertingkat mulai dari tingkat provinsi dengan melibatkan pangdam, kapolda hingga Majelis Desa Adat dan PHDI. Di tingkat kabupaten/kota ada bupati/walikota dan di tingkat paling bawah kami berdayakan desa adat, kearifan lokal yang kami punya yang memiliki suatu fungsi dan kewenangan memadai”, jelas Gubernur Koster saat menjadi narasumber di sebuah televisi swasta nasional, Rabu (13/5/2020) pagi melalui teleconference di Rumah Jabatan, Jaya Sabha, Denpasar.

Hingga saat ini angka kesembuhan pasien covid-19 di Bali mencapai 65 persen ditambah berbagai langkah strategis pencegahan penyebaran virus tersebut di lapangan dengan melibatkan desa adat. Dengan berbagai kebijakan dan langkah penanganan covid-19 di Provinsi Bali, Gubernur Koster menargetkan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang bebas covid-19.

“Desa adat kami sudah perkuat dengan perda, dan kami berdayakan betul karena dalam lembaga desa adat ada hukum adat yang bisa diterapkan untuk mengatur, mendisiplinkan dan menertibkan warga. Karena itu kami lakukan ‘pertempuran’ menghadapi covid-19 ini di tingkat yang paling bawah dalam lingkup desa adat bersama kelurahan, Babinsa dan pihak lain”, ungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

Dalam upaya pencegahan covid-19, Provinsi Bali melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tetap mengacu kepada arahan dan himbauan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Agar arahan tersebut makin kuat implementasinya di daerah, Gubernur Koster mempertajam lagi lewat surat edaran, himbauan, instruksi dan keputusan bersama.

“Menjaga jarak, bekerja dari rumah, belajar di rumah, protokol kesehatan dan lainnya. Semuanya itu dijalankan operasionalnya oleh pemimpin di desa-desa adat, lewat hukum adatnya sehingga itu betul-betul menjadi sangat efektif untuk membatasi pergerakan masyarakat di tingkat desa”, ulasnya.

Selain menempuh upaya pencegahan dengan melibatkan semua unsur dengan manajemen bertingkat, namun sebagai provinsi mayoritas penduduknya beragama Hindu, maka dalam penanganan covid-19 ini juga menggunakan upaya lewat “jalur niskala”.

“Karena tidak bisa hanya dengan kebijakan pemerintah, namun juga perlu didukung dengan suatu kearifan lokal yang menurut keyakinan kami adalah warisan leluhur sebagai cara untuk menghadapi munculnya wabah. Hal ini disebut niskala”, bebernya.

Untuk mencapai fase Bali bebas covid-19, hal yang pertama dikendalikan adalah penambahan jumlah pasien positif hingga ke titik terendah. Kedua, pasien yang sedang dalam perawatan ditangani dengan fasilitas, peralatan kesehatan dan sumber daya manusia yang memadai. Dengan demikian, semua upaya ketat dilakukan agar jangan sampai ada tambahan pasien yang meninggal dunia akibat terpapar covid-19.

“Sejauh ini dari kebijakan yang kami jalankan bersama menunjukkan hasil yang positif karena pola yang kami buat di awal tersebut dijalankan dengan tertib”, ucap gubernur kelahiran Desa Sembiran, Buleleng ini.

Data terakhir pada hari Selasa (12/05/2020) kemarin jumlah positif covid-19 sebanyak 328 pasien. Rata-rata penambahan kasus positif di Bali adalah 7 orang per hari dan angka yang sembuh secara akumulatif sebanyak 215 orang atau 65,6 persen.

“Kami berupaya keras agar mendekati akhir bulan Mei ini tingkat kesembuhan mencapai 90 persen dan laju penambahan pasien positifnya bisa terus menurun. Sehingga dengan demikian Bali segera memasuki posisi titik keseimbangan dimana angka kesembuhan tinggi, kasus positif menurun. Untuk itu bersama bupati dan walikota kami juga berupaya mengerem pertambahan kasus positif yang banyak terjadi karena kadatangan pekerja migran dari luar negeri”, tutup mantan anggota DPR RI tiga periode ini. (red)