Denpasar (Penabali.com) – Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana kembali menyelenggarakan Promosi Doktor dengan promovenda A.A. Istri Putera Widiastiti, S.Sos., M.Si. Promosi Doktor dilaksanakan pada hari Jumat, 28 Januari 2022 secara semi daring di ruang Ir. Soekarno kampus setempat. Ujian terbuka dipimpin langsung Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.
A.A. Istri Putera Widiastiti adalah seorang dosen yang bertugas di Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional. Ia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Dekonstruksi Mitos Men Brayut di Desa Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar”. Setelah melalui ujian terbuka, A.A. Istri Putera Widiastiti dinyatakan lulus dengan predikat “Sangat Memuaskan”. Ia merupakan Doktor ke-159 di lingkungan FIB Unud dan Doktor ke-259 di lingkungan Prodi S3 Kajian Budaya.
Mitos Men Brayut
Mitos Men Brayut merupakan salah satu mitos yang berkembang pada masyarakat Bali. Mitos Men Brayut menjadi menarik untuk diteliti karena mampu membangun sugesti pada masyarakat dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Secara umum, kecenderungan mitos Men Brayut diwujudkan dalam bentuk patung seorang perempuan dengan anak-anaknya saja. Akan tetapi, di Pura Dalem Desa Pekraman Silakarang-Kederi, Singapadu Kaler, terdapat juga patung laki-laki yang dikelilingi oleh anak-anaknya dan oleh masyarakat sekitar dikatakan sebagai patung Pan Brayut.
Di Desa Singapadu Kaler, mitos Men Brayut yang berkembang dalam masyarakat dilisankan kembali oleh Pemangku Pura Dalem Desa Pekraman Silakarang-Kederi menjadi cerita lisan mitos Men Brayut. Mitos Men Brayut yang dilisankan di Desa Singapadu Kaler merupakan salah satu bentuk dari sastra lisan. Mitos Men Brayut yang mengisahkan sebuah keluarga dengan banyak anak, memberikan gambaran bahwa anak menjadi sebuah penanda dalam konteks masyarakat yang merupakan sumber kebahagiaan.
Ideologi Mitos Men Brayut
Ideologi di balik mitos Men Brayut di Desa Singapadu Kaler, mencakup ideologi religi, ideologi kesetaraan dan ideologi perjuangan. Keberadaan patung patung Brayut meningkatkan pemahaman simbolisme dari mitos Men Brayut yang diyakini sebagai pemberi keturunan bagi pasangan suami istri yang belum memiliki anak.
Pemujaan terhadap patung Brayut dipandang sebagai sumber kebahagiaan dari simbol kesuburan dengan kekuatan adikodrati melalui pemujaan mapinunas dengan berbagai sarana sesajen. Ideologi religi dalam pemujaan patung Brayut tidak dapat dilepaskan dari konteks tempat sebagai lokus dari patung Brayut itu sendiri yakni Pura Dalem Desa Pekraman Silakang-Kederi.
Terkait dengan aspek ideologi kesetaraan secara ideologis dalam Agama Hindu laki-laki dan perempuan sama dan merupakan relasi kerja yang bersifat dwi tunggal. Tokoh Pan Brayut yang dikisahkan dalam kisah Brayut dimana dirinya digambarkan mengambil alih pekerjaan pada sektor domistik. Tanpa ada yang menguasai dan dikuasai, memerintah dan diperintah, pada dasarnya relasi kerja antara laki-laki dan perempuan seyogyanya menggambarkan mitra kerja yang sejajar. Dekonstruksi terhadap tatanan ideologis masyarakat membangkitkan kesadaran ideologis terhadap kedudukan laki-laki dan perempuan. Perlu adanya penekanan bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama dan selayaknya menjadi mitra dalam kesejajaran yang disebut sebagai dwi tunggal.
Aspek ideologi perjuangan tercermin dari upaya keluarga Brayut untuk tetap bertahan di tengah kemiskinan yang dialami. Pola pengasuhan yang dilakukan Men Brayut dan Pan Brayut mampu membesarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang baik dan memiliki etos kerja yang positif. Nilai perjuangan juga tercermin dari upaya melepaskan diri dari kuatnya pengaruh budaya patriarkhi yang cenderung memberi batasan antara peran laki-laki dan perempuan secara konstruksi sosial.
Pemaknaan masyarakat terhadap mitos Men Brayut dalam konteks kekinian meliputi makna religius, makna kesetaraan gender, makna etos kerja dan makna kesejahteraan Pemaknaan yang muncul menjadi penunjuk bahwa mitos Men Brayut merupakan cerminan bagi generasi selanjutnya untuk memahami keberadaan tradisi lisan sebagai kontrol sosial dalam masyarakat. Hal itu dimaksudkan agar tradisi lisan khususnya mitos Men Brayut sebagai salah satu warisan budaya agar tidak punah tergerus oleh kuatnya arus modernisasi.
Temuan Penelitian
Temuan empirik dalam penelitian menunjukkan bahwa mitos sebagai bentuk artikulasi pendukung dari kebudayaan dalam beragam cara untuk tujuan tertentu, direproduksi lewat wacana dan ideologi. Patriarkhi sebagai karakteristik masyarakat Bali, tidak serta merta terepresentasi negatif dalam mitos Men Brayut di Singapadu Kaler. Perempuan yang cenderung menempati posisi inferior sebagai penanggungjawab ranah domestik dan laki-laki dalam posisi superior, tidak demikian tercermin dalam mitos Men Brayut di Singapadu Kaler sehingga tercapai aspek kesetaraan.
Temuan empirik berikutnya menunjukkan bahwa mitos tidaklah hanya bersifat tradisional dan menghambat modernitas, tetapi justru memiliki hal-hal lain yang relevan dengan modernitas dan posmodernitas diantaranya mencakup etos kerja dan kesetaraan.
Temuan teoretisnya yakni dalam riset ini relevan dan mengukuhkan pandangan Foucault bahwa pengetahuan dan kekuasaan itu menyebar. Dalam konteks Dekonstruksi Mitos Men Brayut di Desa Singapadu Kaler, kuasa secara berkesinambungan melahirkan pengetahuan dan dalam perkembangannya pengetahuan juga terus menerus menghadirkan efek-efek kuasa.
Makna Disertasi
Prof. Dr. A.A. Anom Kumbara, M.S., selaku promotor menyampaikan makna disertasi pada sesi akhir pelaksanaan ujian promosi doktor. Dalam pandangan Prof. Anom Kumbara, disertasi yang telah diselesaikan oleh Dr. A.A. Istri Putera Widiastiti memberikan pandangan baru pada paradigma posmodern dalam melihat mitos.
“Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa mitos-mitos sejak awal telah menunjukkan posmodernitas. Posmodern di sini bukan merupakan kelanjutan dari modern, tapi merupakan dekonstruksi dari berbagai pemikiran yang selama ini sering dilewatkan dalam pandangan modernitas, “ ungkap Prof. Anom Kumbara.
Secara praktis, pada era posmodern ini, orang-orang tidak lagi membeli produk semata. Orang-orang lebih melihat bagaimana produk dikonstruksi dan dikemas dengan menarik. Peluang penelitian terhadap mitos-mitos dari sudut pandang posmodern tentu masih sangat besar. Hal ini perlu dikembangkan untuk memberikan nilai baru pada sumber-sumber kekayaan budaya lokal. (rls)
Sumber: http://www.unud.ac.id