Badung (Penabali.com) – Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB), Wayan Puspanegara, sangat menyayangkan ulah para wisatawan khususnya mancanegara dalam beberapa hari terakhir dan kerap jadi sorotan publik.
Kelakuan WNA itu menurut Puspanegara sudah sangat kelewat batas. Mengendarai sepeda motor tanpa helm, membentak, mengumpat/mencaci petugas polisi lalu lintas, berboncengan ala sirkus, melakukan perbuatan tidak senonoh di jalan raya, memanjat tempat suci, memanjat pohon beringin yang disucikan, mencuri/mengutil di toko modern, mencuri minuman hingga melakukan aktifitas bekerja tidak resmi seperti jadi fotographer, tour guide, instruktur surfing, jasa property, massasge, jualan sayur hingga mengais makanan sisa upacara. Puspanegara menyampaikan, ada pula oknum WNA yang komplain agak nyeleneh seperti mengajukan petisi atas gangguan suara ayam berkokok hingga melakukan mural di tembok sekolah.
“Membuat kita geleng-gelang kepala, sepertinya negeri ini diinjak tanpa rasa simpati alias perilaku liar ditunjukkan oleh mereka yang merasa seolah Bali ini tempat bebas sebebasnya semaunya, di sisi lain kita di Bali jelas memiliki norma-norma dan keadaban masyarakat yang patuh pada budaya dan perundang-undangan,” tutur Puspanegara di Legian, Badung, Kamis (16/3/2023).
Melihat rentetan kejadian ulah oknum-oknum WNA semacam itu, Puspanegara menyatakan tidak boleh dibiarkan karena hal itu telah menginjak-injak harga diri dan martabat sebagai bangsa Indonesia khususnya krama Bali. Puspanegara pun mensinyalir tak sedikit oknum WNA tersebut menyalahgunakan ijin tinggal (visa) bahkan mungkin ada yang over stay karena secara empirik ada WNA mengaku sudah bermukim selama 40 tahun belum tersentuh imigrasi.
Untuk itu, Puspanegara berharap kepada pihak imigrasi agar lebih memperketat pengawasan orang asing sesuai dengan regulasi yang ada yakni menggerakkan peran Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) yang telah diatur dalam Permenkumham No.50 Tahun 2016. Selain itu, perlu dilakukan supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap orang asing secara stabil, periodik dan berkelanjutan, dengan melibatkan juga tim Adhoc penanganan orang asing yang terdiri dari kepala lingkungan, banjar, lembaga di desa/kelurahan hingga stakeholder lainnya.
“Sejauh ini kita melihat Timpora belum agresif untuk bergerak terutama di kantong-kantong destinasi akomodasi yang selama ini membuat mereka nyaman tinggal entah legal ilegal seperti di Batu Belig, Berawa, Canggu, Munggu, Cemagi, Seseh, Ubud, Payangan, Pecatu, Kutuh, Ungasan, Jimbaran dan sekitarnya,” ungkapnya.
Puspanegara juga menanggapi munculnya pernyataan keras melalui surat edaran yang menurutnya terlalu prematur yakni wisatawan mancanegara tidak boleh menyewa motor/mobil. Baginya, pernyataan itu sungguh tidak bijaksana karena persewaan motor/mobil adalah tricle down effect langsung yang dinikmati sebagian masyarakat yang bergelut di sektor pariwisata. Mematikan persewaan motor dengan memperkuat sektor lain yang sudah kuat tentu merupakan langkah yang menyakitkan.
Oleh karena itu, kata Puspanegara, rencana keluarnya surat edaran pelarangan sewa motor bagi turis agar ditinjau dan diformulakan secara sehat untuk semua sektor karena pelarangan sewa motor ini akan berdampak luas pada turis itu sendiri dan akan dijadikan senjata oleh destinasi pesaing Bali karena persewaan motor untuk wisatawan berlaku di semua destinasi di seluruh dunia.
Selain itu. kondisi ekonomi masyarakat yang baru menuju pemulihan terutama di tataran bawah akan menimbulkan kegaduhan.
“Hemat kami hentikan rencana surat edaran itu, ini menyangkut payuk jakan orang (mata pencaharian, red), sedangkan untuk visa on arrival harus dikoordinasikan terlebih dahulu baik dengan pihak Kemenkumham karena menyangkut aturan nasional,” pungkasnya. (red)