Penabali.com – Artis peran Claudia Annisa atau akrab dipanggil Dea Annisa atau Dea Imut, hadir di kampus ITB STIKOM Bali, Senin (31/06/2021) siang.
Di kampus IT terbaik ini, Dea yang ditemani ibunya Massayu Chairini yang juga seorang sineas dan KH Imam Asosrie selaku Ketua Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI) Bali, adalah untuk berdialog dengan para pentolan organisasi mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (Balma) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengenai harmonisasi kehidupan antar umat beragama di kampus ITB STIKOM Bali.
Maklum, FPSI dan Massayu Chairini serta Dea Imut tengah mempersiapkan sebuah proyek pembuatan film layar lebar yang menggambarkan harmonisasi kehidupan umat beragama di Bali. Dalam film tersebut, ibunda Dea Imut, Massayu Chairini merupakan produser, sedangkan Dea Imut sebagai pemeran utama.
“Walaupun film ini dibuat oleh mama saya tapi saya sendiri tertarik main karena saya melihat filmnya bagus, membawa pesan yang baik, mengisahkan harmonisasi hidup dalam masyarakat Bali. Semoga segera shooting sehingga kita bisa nikmati filmnya,” kata Dea Imut.
Menurut Massayu Chairini, pihaknya sudah melakukan survey pada 8 sampai 9 desa muslim di Bali yang bakal menjadi lokasi shooting.
“Disitulah kami ingin menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat, toleransi beragama antara umat Hindu dan Islam di desa tersebut. Bahkan Dea sendiri akan berperan sebagai gadis Bali yang jatuh cinta dengan pemuda Islam,” beber Massayu Chairini.
Menurut Ketua FPSI Bali KH Imam Asrorie, akulturasi budaya yang melahirkan semangat toleransi kehidupan umat beragama, terutama Islam dan Hindu di Bali dapat ditelusuri sejak abad ke-13. Yakni sejak kedatangan Islam pertama kali di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung.
Disebutkan, akuluturasi budaya ini melalui beberapa cara. Pertama, proses geneologi atau asimiliasi perkawinan. Kedua, proses kekerabatan secara alamiah sebagai akibat dari asimilasi perkawinan tadi. Ketiga, proses identitas nama misalnya Nyoman, Made, Ketut yang diikuti dengan nama Islam seperti Abdullah. Keempat, proses pembauran dalam kehidupan, yaitu proses sosial yang alamiah dalam setiap masyarakat.
Intinya FPSI Bali ingin memperkuat kembali harmonisasi seperti yang telah dilakukan para raja terdahulu terhadap komunitas Islam pada masa itu yang kini dilanjutkan oleh keturunan mereka.
“Bali ini daerah tujuan wisata dunia jadi syaratnya harus tetap damai. Kalau yang mau ribut-ribut biarlah terjadi di daerah lain,” tegas Asrorie.
Sementara itu, Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB STIKOM Bali Ida Bagus Suradarma, S.E, M.Si., menambahkan mengenai kehidupan beragama di kampus sampai saat ini berjalan wajar karena semua mahasiswa berbaur secara harmonis.
“Semua mahasiswa apapun agamanya berbaur dengan harmonis, semua kegiatan ekstrakurikuler melibatkan mahasiswa dari berbagai agama. Kegiatan keagamaan berjalan lancar-lancar saja,” kata Suradarma. (rls)