Penabali.com – Ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi, Bali Business Network mendorong Gubernur Bali untuk segera memimpin gerakan besar membangkitkan ekonomi Bali, yang segera bisa menggerakkan dari hulu ke hilir untuk tujuan menciptakan perputaran ekonomi yang bisa menimbulkan dampak multiflier efect.
Menurut Direktur Bali Business Network, I Made Abdi Negara, saat ini masyarakat Bali ada dalam situasi penuh ketidakpastian dan diperberat dengan efek traumatik yang menyerang psikologis masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang juga masih belum jelas dimana hilirnya.
Menurutnya, Bali tidak bisa menunggu lebih lama lagi berada dalam situasi ketidakpastian. Ini akibat dari daya dukung Bali, di luar daya dukung industri pariwisata sangat rendah.
“Secara psikologis, masyarakat juga sedang sangat tertekan dari sisi ekonomi, tertekan karena tidak bisa melaksanakan interaksi sosial secara leluasa, tertekan karena tidak bisa melaksanakan kegiatan spiritual seperti sebelum pandemi dan sangat tertekan akibat ketakutan atas pandemi Covid-19 berkepanjangan dan munculnya berita adanya Covid varian baru, dalam situasi seperti ini, harus dilihat sisi psikologis yang sedang tidak baik,” ujar Abdi di Denpasar, Jumat (11/06/2021).
Menurut Abdi, saat ini selain perlu dampak langsung berupa income untuk menunjang hidup, masyarakat juga mengharapkan dorongan spirit dan motivasi dari tokoh-tokoh Bali.
“Spirit dan motivasi ini akan membuat semangat kita pulih, untuk berani menatap masa depan,” kata Abdi
Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Ny. Putri Koster selaku Ketua Dekranasda Provinsi Bali yang langsung menciptakan interaksi ekonomi melalui berbagai festival UMKM, pasar murah, gerakan gerakan sosial, sebenarnya sangat strategis.
“Gerakan seperti inilah yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat, karena secara langsung akan menghidupkan berbagai sektor baik perdagangan, industri skala kecil dan menengah serta sektor lain yang terkait,” ungkapnya.
Menurut Abdi, gerakan yang sudah diinisiasi ini mesti diwujudkan dalam sebuah gerakan yang lebih besar dan melibatkan berbagai sektor melalui mekanisme sebuah Paruman Agung Krama Bali yang secara khusus berbicara di aspek mendorong dan menghidupkan ekonomi Bali secara tuntas dengan konsep hulu ke hilir.
Dalam melaksanakan konsep ini, tantangan pemerintah hanya harus mampu menjelaskan kepada semua komponen dan stakeholder, sehingga memiliki kesamaan visi dan misi serta yang paling penting adalah kerelaan untuk melepas atribut dan berbicara demi Bali, demi segera menolong krama Bali yang ada dalam situasi ekonomi yang tidak menentu.
“Menurut kami, ini wajib segera diakomodir. Secara ketokohan, saat ini yang mampu hanya Bapak Gubernur Bali, beliau memiliki prinsip tegas, konsep jelas dan sangat paham data. Beliau dibutuhkan untuk mengumpulkan kekuatan yang tercerai berai yang terdiri atas ahli ahli ekonomi, praktisi, pemilik industri, pemilik perusahan ekspor-impor, pemilik perusahaan pertanian, dan berbagai stakeholder terkait. Ini kekuatan besar yang harus segera digerakkan,” sebut Abdi.
Di tataran terbawah, kehadiran desa adat dan desa dinas dalam mendorong percepatan usaha-usaha milik desa adat seperti toko ritel dan usaha lain, juga perlu didorong. Toko ritel, menurut Abdi adalah salah satu bagian dari mata rantai supply yang penting dalam industri konsumsi rumah tangga (fast moving consumer goods).
Abdi mengungkapkan, perekonomian nasional dalam kondisi normal saja, ditopang oleh lebih dari 50% konsumsi rumah tangga. Apalagi dalam kondisi saat ini, dimana sektor lain tidak bisa beroperasi penuh.
“Bali sendiri, dalam kondisi yang lebih parah karena macetnya industri pariwisata, bisa mengambil alternatif untuk mendorong sektor konsumsi rumah tangga,” urainya.
Implementasinya adalah mendorong desa-desa adat membangun toko ritel yang nantinya selain akan menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan barang kebutuhan dengan harga yang lebih baik, juga akan menghidupkan berbagai sektor ikutan yang bergerak di pertanian dalam arti luas, industri bahan baku (raw material) barang jadi, atau barang setengah jadi.
“Kami di tahun 2018, jauh sebelum pandemi pernah mempresentasikan dihadapan Bapak Gubernur Bali, terdapat valuasi sebesar Rp.22 triliun di sektor konsumsi rumah tangga di Bali saja, jika sektor ini terkelola dengan baik,” tutup Abdi. (rls)