Banking 4.0 adalah sebuah konsep bank yang sangat berbeda dengan bank konvensional. Bank yang ditopang oleh teknologi era digital seperti teknologi blockchain, artificial intelligent (AI) dan database (termasuk Big Data) telah menghadirkan berbagai tantangan bagi perbankan untuk segera melakukan perubahan.
Perbankan harus bisa lebih berinovasi dalam memenuhi kebutuhan nasabah akan layanan perbankan yang cepat, murah, nyaman dan bisa dilakukan dimana saja. Inovasi tersebut dibutuhkan untuk menyikapi persaingan di era digital seiring pesatnya pertumbuhan financial technology (fintech) yang bisa menggerus pasar dari perbankan konvensional.
Perbankan harus bersiap menghadapi era Banking 4.0,” ujar Ketua Badan Musyawarah Perbankan (BMPD) Daerah Bali yang juga Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, disela seminar dan diskusi yang diselenggarakan BMPD Bali, Rabu (12/02/2020), di Gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di Denpasar.
Kegiatan ini mengangkat tema “The Future Banking and Financial Landscape in Digital Era”, menghadirkan narasumber dari Digital Enterprise Indonesia selaku pemegang lisensi untuk buku “Banking 4.0” Bret King.
Sementara itu narasumber Bari Arijono yang merupakan Founder & CEO Digital Enterprise Indonesia mengatakan Banking 4.0 menelaah transformasi radikal yang sedang dan telah terjadi dalam industri perbankan dan menyimpulkannya.
“Seperti apa perbankan dalam 30 tahun ke depan? 50 tahun ke depan? Bank-bank harus merespons perubahan ini regulator kini mengkaji ulang friksi, perizinan, dan peraturan-peraturannya, perusahaan perusahaan rintisan (startup) di bidang FinTech sedang menata ulang bisnis perbankan,” ungkapnya.
Menurut Bari, bank-bank didesak untuk mengembangkan keterampilan baru, fungsi baru, dan kecakapan baru, yang berbeda dari yang sebelumnya mereka jalankan. Masa depan perbankan bukan lagi sekadar jasa simpan pinjam, transaksi pembayaran, dan pemberian kredit-melainkan menyatu di dalam fitur voice smart assistant seperti Alexa, Google, dan Siri milik Apple, yang siaga 24 jam 7 hari untuk membayar, mengorder, bertransaksi, atau menanyakan informasi.
Industri perbankan sebagai industri jasa keuangan adalah industri yang tergolong dengan “Highly Regulated Industry”. Sebagaimana diketahui perubahan perilaku konsumen bank ke arah transaksi digital telah direspon industri perbankan dengan lebih banyak mengalokasikan anggaran teknologi informasinya untuk pengembangan aplikasi maupun upgrade aplikasi/platform.
Seiring dengan perkembangan dimaksud, dalam mewujudkan kemajuan arus ekonomi digital yang kondusif, Bank Indonesia telah menetapkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025. Visi ini merupakan respons atas perkembangan digitalisasi ekonomi dan risiko-risikonya, seperti ancaman dan serangan cyber, persaingan monopolistik, dan shadow banking. Kelima visi SPI 2025 diwujudkan dalam lima inisiatif, yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia dan berkolaborasi dengan industri. Terdapat lima inisiatif terkait dengan implementasi SPI 2025. Yaitu, pertama, open banking dan interlink bank-fintech yang terwujud melalui standarisasi open API (Application Programming Interface); kedua, pengembangan retail payment yang mengarah kepada penyelenggaraan secara real time dengan keamanan dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Hal ini dilangsungkan melalui fast payment, optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), dan pengembangan unified payment interface. Ketiga, pengembangan wholesale payment dan financial market infrastructure. Keempat, pengembangan data nasional yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya; dan kelima, pengaturan, pengawasan, perizinan, dan pelaporan untuk percepatan Ekonomi Keuangan Digital (EKD).
Bersamaan dengan implementasi Visi SPI 2025, Bank Indonesia telah melakukan launching Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Hadirnya QRIS memungkinkan pembayaran melalui QR di Indonesia terinterkoneksi dan terinteroperabilitas menggunakan satu standar. (red)