Denpasar (Penabali.com) – Gerakan penolakan pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove terus bergulir. Kali ini, datang dari komunitas-komunitas peselancar yang turut mengisi acara Baby Reef Boardrider Seri 4 yang dilaksanakan di Pantai Mertasari, Intaran, Sanur, Denpasar, berlangsung dari tanggal 9 sampai 10 Juli 2022.
Banner berukuran 4×4 meter yang bertuliskan “Tolak Pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove” itu dibentangkan di tengah laut tepat di tapak proyek pengerukan untuk alur kapal pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove. Aksi ini adalah salah satu bentuk penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.
Ode Sukmadiputra, Event Director Denpasar Series, menerangkan jika aksi pembentangan banner ini dilakukan di tengah laut tepat di tapak proyek yang akan dikeruk untuk alur pelayaran kapal Terminal LNG di kawasan mangrove. Hal ini adalah bentuk protes terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove yang akan melakukan pengerukan di perairan Sanur atau Selat Badung dengan volume 3 juta 300 meter kubik yang pastinya akan menimbulkan dampak buruk bagi perairan Sanur.
Pihaknya menjelaskan, selama ini perairan Sanur acapkali digunakan untuk acara kreatif oleh komunitas surfing atau peselancar.
“Apabila pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove yang juga dibarengi dengan pengerukan untuk alur kapal tersebut terjadi, maka akan dipastikan lingkungan perairan kami akan rusak,” pungkasnya.
Hal senada juga dikatakan I Gusti Bagus Antara selaku Koordinator Denpasar Series yang juga ikut dalam aksi ini.
Dirinya mengatakan jika acara ini juga didedikasikan untuk melestarikan dan menyelamatkan terumbu karang yang merupakan ekositem laut yang memiliki fungsi penting dalam menjaga kualitas lingkungan.
Ia menegaskan pengerukan atau dredging yang akan dilakukan dalam pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove pasti akan berdampak buruk terhadap keberadaan terumbu karang terlebih yang akan terkena pengerukan menurut riset KEKAL Bali, Frontier Bali dan WALHI Bali berjumlah 5 hektaran.
“Kami tentu sangat menolak sebab pengerukan tersebut akan merusak terumbu karang dan berpengaruh secara signifikan nasib kami yang selama ini beraktifitas di pesisir,” tegasnya.
Sebagian besar masyarakat Intaran Sanur merupakan masyarakat yang menggantungkan kehidupannya di pesisir.
“Jadi lingkungan laut serta pesisir harus senantiasa kita jaga, salah satunya dari proyek yang merusak lingkungan seperti pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove,” imbuhnya. (rls)