Categories Berita Denpasar

Berdiri! 3 Baliho Tolak Proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove Tahura

Denpasar (Penabali.com) – Warga bersama para yowana Desa Adat Intaran Sanur dan pemerhati lingkungan melakukan aksi pemasangan sejumlah baliho penolakan rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove, Sabtu (25/6/2022).

Pemasangan baliho dilakukan di beberapa titik yakni, di Pertigaan Jl. Danau Poso menuju Jl. Sekar Waru, ujung Jl. Danau Poso menuju Bypas Ngurah Rai, dan di jalan Bypas Ngurah Rai menuju Pantai Merta Sari.

Menurut koordinator aksi, I Wayan Hendrawan, pemasangan baliho di tiga titik ini merupakan bentuk penolakan masyarakat Desa Adat Intaran terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.

“Dua titik di seputaran Jl. Danau Poso dan satu titik di seputaran Bypas Ngurah Rai,” ungkapnya.

Hendrawan menegaskan bahwa masyarakat Desa Intaran bukan menolak pembangunan LNG tetapi menolak tempat pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove yang tentunya akan menimbulkan kerusakan alam dan berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan Desa Adat Intaran.

“Kita hanya menuntut agar tidak dibangun di kawasan mangrove dan merusak terumbu karang, karena dari turun temurun kita mendapatkan penghidupan dari apa yang dihasilkan pesisir,” ujarnya.

Made Krisna Dinata selaku Direktur Walhi Bali yang juga ikut dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa dalan riset yang dilakukan pihaknya, tapak project rencana pembangunan Terminal LNG terdapat di vegetasi mangrove yang sangat padat.

“Bahkan pohon mangrove yang akan terancam ketinggiannya mencapai 5-10 meter,” jelasnya.

Krisna mengungkapkan bahwa proyek ini sangat merusak jika dibangun di kawasan mangrove. Selain itu, dalam pembanguan terminal ini juga melakukan pengerukan alur laut pada rencana proyek tersebut. Luas perairan Selat Badung yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengerukan alur laut proyek Terminal LNG seluas 84,36 hektar juga akan mengenai peta area indikatif terumbu karang yang ada pada RZWP3K. Area terumbu karang yang terkena pengerukan alur laut proyek Terminal LNG sebesar kurang lebih 5 hektar, berdasarkan overlay pada peta area indikatif terumbu karang RZWP3K.

“Hutan mangrove terancam terus menyusut dan ekosistem pesisirnya terancam baik lamun, terumbu karang juga biotanya. Termasuk ada potensi mengancam kelestarian tempat suci,” sebutnya.

Terakhir, Krisna juga mengatakan bahwa revisi Perda RTRWP Bali yang dilakukan DPRD Bali harusnya tidak digunakan untuk melegalisasi proyek pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove sebab Terminal LNG tidak diatur dalam Perda RTRWP Bali Nomor 3 Tahun 2020.

“Jangan gunakan revisi RTRWP itu sebagai upaya untuk melegalisasi atau menempatkan proyek ini di kawasan mangrove. Setidak-tidaknya coret alokasi ruang untuk terminal LNG di Sidakarya yang dimasukan pada pasal 26 ayat (3) huruf f Ranperda,” tegasnya. (rls)