Penabali.com – Peningkatan mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi pada momen liburan akhir tahun yang jatuh di triwulan IV 2020 mendorong perbaikan kinerja perekonomian Bali-Nusra.
Namun demikian, mewaspadai meningkatnya terjadinya peningkatan kasus Covid-19, diberlakukan kebijakan pengetatan protokol kesehatan melalui kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan dalam negeri serta pelarangan penyelenggaraan pesta tahun baru. Kebijakan tersebut menyebabkan pembatalan sejumlah rencana kedatangan domestik sehingga menyebabkan perbaikan kinerja pada triwulan IV 2020 berlangsung terbatas.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengungkapkan, BPS Provinsi Bali mencatat perekonomian Bali pada triwulan IV 2020 kembali melanjutkan tren pemulihan sebagaimana tercermin pada pertumbuhan triwulanan sebesar 0,94% (qtq) serta tercermin pada kenaikan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) dari Rp.36,39 trilyun di triwulan III menjadi Rp.36,74 trilyun di triwulan IV 2020.
“Perbaikan ini tidak lepas dari berlanjutnya penerapan tatanan era kehidupan baru dan peningkatan aktivitas sektor pariwisata di akhir tahun 2020 yang ditopang oleh wisatawan nusantara (domestik),” kata Trisno di Denpasar, Sabtu (06/02/2021) kemarin.
Dari 17 lapangan usaha, 13 diantaranya tercatat tumbuh positif dimana tiga pertumbuhan tertinggi dialami lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas yang tumbuh sebesar 5,46% (qtq), diikuti sektor Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum yang tumbuh sebesar 3,61% (qtq), dan Jasa Kesehatan dan Sosial yang tumbuh sebesar 3,01% (qtq). Sejalan dengan itu, sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,99% (qtq). Dari sisi penggunaan, perbaikan terjadi pada komponen Konsumsi Pemerintah (29,88% qtq), Ekspor Luar Negeri (13,16% qtq), dan Investasi (2,4% qtq).
Sementara itu, jika dilihat secara tahunan (yoy), ekonomi Bali mengalami kontraksi -12,21% (yoy), yang bersumber dari kontraksi hampir seluruh komponen permintaan, kecuali konsumsi pemerintah.
“Dari sisi lapangan usaha, kontraksi terjadi pada seluruh lapangan usaha utama,” imbunya.
“Secara keseluruhan tahun 2020, Bali tumbuh negatif -9,31% (yoy), searah dengan prakiraan kami sebelumnya,” sambung Trisno.
Bali merupakan provinsi yang terparah terdampak Covid-19 mengingat 54% sumbangan PDB berasal dari sektor pariwisata.
Dari sisi penggunaan, kontraksi tertinggi terjadi pada komponen impor luar negeri (-78,34% yoy), ekspor luar negeri (-76,23% yoy), Investasi (-12,21% yoy), Konsumsi Rumah Tangga (-3,65% yoy). Sementara konsumsi pemerintah masih tumbuh positif 0,17% (yoy).
Dari sisi lapangan usaha, hampir seluruhnya mengalami pertumbuhan negatif, dengan kontraksi terdalam pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan (-31,79% yoy), akomodasi makan & minum (-27,52% yoy) serta pengadaan listrik air dan gas (-16,49% yoy).
“Kami memperkirakan bahwa perekonomian Bali di triwulan I 2021 akan membaik dengan tingkat kontraksi yang mengecil. Peningkatan kasus Covid-19 dan adanya PPKM selama periode Januari dan Februari mempengaruhi mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi,” terangnya.
Trisno mengatakan, pertumbuhan positif diperkirakan akan dimulai pada triwulan II 2021 sehingga secara keseluruhan tahun 2021 perekonomian diperkirakan tumbuh positif. Optimisme terhadap pertumbuhan positif didukung oleh perkiraan tercapainya target vaksinasi yang disertai dengan menurunnya kasus Covid-19 sehingga mengembalikan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, termasuk aktivitas konsumsi, investasi, kinerja fiskal ekspor dan impor.
Sementara itu terkendalinya penanganan Covid-19 menumbuhkan level of confidence bagi wisatawan serta memungkinkan diselenggarakannya strategi wisata Travel Corridor Arrangement (TCA) dan Meeting Incentives Conferences Exhibition (MICE) di Bali.
Untuk mempercepat pemulihan kinerja perekonomian, prasyarat mutlak yang harus dipenuhi adalah keberhasilan pemberian vaksinasi serta penerapan disiplin protokol kesehatan Covid-19.
“Selanjutnya kami merekomendasikan untuk dilakukan lima langkah strategis yaitu mendorong pelaku pariwisata untuk memperoleh sertifikat CHSE untuk meyakinkan bahwa Bali siap menerima wisatawan, mendorong UMKM untuk on boarding sehingga memperluas pemasaran, mempercepat realisasi belanja daerah, mendorong sektor pertanian untuk menerapkan GAP (Good Agriculture Practice), menggunakan teknologi digital dalam berproduksi (digital farming), dan memasarkan produknya melalui e-commerce, dan mendorong pembayaran secara nontunai, utamanya menggunakan QRIS,” beber Trisno. (red)