Categories Denpasar Pendidikan

Buku “Ekologisme Batur”, Uraikan Aspek Ritual, Etis, dan Filosofis

Penabali.com – Warmadewa Research Centre (WaRc) menggelar Sharing Session “Bedah Buku Ekologisme Batur: Soal Teks dan Alam Ekologis” yang digelar daring, Kamis (20/5/2021).

Dua akademisi dari dua universitas besar di Bali, yakni Kadek Sonia Piscayanti, S.Pd., M.Pd., dari Universitas Pendidikan Ganesha dan Putu Eka Guna Yasa, S.S., M.Hum., dari Universitas Udayana hadir sebagai pembedah.

Buku yang dibedah dalam acara daring yang dimoderatori Antropolog/Peneliti WaRC, Dr. I Ngurah Suryawan itu, merupakan karya IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur). Buku tersebut terbit pada akhir 2020, yang diterbitkan oleh Mahima Institute Indonesia.

Putu Eka Guna Yasa menjelaskan bahwa buku yang memuat 18 esai ini memiliki posisi yang sangat strategis dalam dinamika literasi Bali, khususnya terkait ruang pikir kebudayaan masyarakat Bali pegunungan.

“Penulisnya sendiri menyatakan kehadiran buku ini sebagai persembahan aksara dari seorang Penyarikan Sakala (juru tulis adat, red) kepada dewata bergelar Ida Bhatara Gede Penyarikan di alam niskala yang telah mempercayakannya untuk menjadi juru surat sepanjang hayat,” katanya.

Ia menjelaskan, buku tersebut tampak didasari oleh kesenjangan pengetahuan leluhur yang simbolis dalam wujud mitos, artefak, ritus, hingga situs, yang cenderung tidak mampu dipahami komprehensif oleh pewarisnya. Ritus dan artefak dari waktu ke waktu semakin hilang otensitasnya karena kenyamanan dan dan penyamaan.

Dari semua itu, yang paling mengerikan adalah ritus. Sudah jadi rahasia dan kekhawatiran umum, bahwa upacara cenderung hura-hura. Upacara yang kaya wujud ternyata miskin arti.

“Pernyataan yang dituliskan dalam Ekologisme Batur itu menunjukkan sebuah kegundahan seorang pewaris kebudayaan terhadap apa yang diwarisinya kini,” ungkapnya.

Berdasarkan isi, buku tersebut dianalisa dan disusun melalui tiga cara, yakni sastratah (berdasarkan teks sastra), gurutah (berdasar uraian guru), dan swatah (berdasar pengalaman pribadi).

Buku Ekologisme Batur: Soal Teks dan Alam Ekologis”, karya IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur).

Rujukan-rujukan teks sebagai cara pertama yang ditempuh diantaranya adalah Raja Purana Pura Ulun Danu Batur, Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, Kakawin Usana Bali Mayantaka, dan Babad Kayu Selem. Gurutah didasarkan pada uraian-uraian yang dinyatakan para guru, sedangkan swatah didasarkan pada pengalaman penulis.

“Penulis dalam buku ini tampak memposisikan diri sebagai penghayat sekaligus peneliti,” ucapnya.

Dari 18 bab yang tersaji, Guna Yasa mengklasifikasikan tulisan-tulisan tersebut dalam tiga bentuk tema besar, yakni tulisan yang bersifat ritualistis, tulisan bersifat etis, dan ada yang bersifat filosofis.

“Melalui tulisan-tulisannya penulis tampak berupaya menggali makna-makna baru yang kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini. Buku ini memposisikan dirinya sebagai salah satu rujukan mengenai Batur,” tegasnya.

Sementara itu, Sonia Piscayanti mengaitkan Ekologisme Batur dengan Ekofeminisme. Dengan pendekatan itu, Ia pun memandang Ekologisme Batur sebagai upaya menyelamatkan Batur sebagai sumber kehidupan yang mengayomi Bali.

“Buku ini dari sisi ekofiminisme dapat dibaca sebagai ekofeminisme dari segi fisik (menjaga alam), ekofeminisme dari segi bahasa (menjaga teks dan konteks), serta ekofemisme budaya (menjaga alam pikir, bahasa, dan prilaku),” terangnya.

Sebagai teks, kandidat doktor ini mengatakan Ekologisme Batur hadir sebagai respons terhadap teks-teks lama. Secara praktis, langkah itu pada akhirnya telah turut serta menjaga kekayaan bahasa daerah.

“Ketika membaca Ekologisme Batur, ada upaya dari penulis untuk menjaga peta bahasa. Ada banyak bahasa yang bagi orang awam sangat asing, dan jika tak memahami konteksnya, ia tidak akan mengerti. Selain itu, juga ada langkah menjaga narasi agar kisah-kisah yang hidup di sana tetap terpelihara,” tutur Sonia. (rls)