Denpasar (Penabali.com) – Seniman cilik Duta Kesenian Kota Denpasar dan Kabupaten Karangasem beradu kepiawaian memainkan gamelan berlaras selendro dalam Wimbakara (lomba) Gender Wayang Anak-Anak serangkaian Pesta Kesenian Bali ke-44 di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar.
“Kami sangat bangga dengan kemampuan anak-anak memainkan gender wayang ini sudah bagus karena gender merupakan gamelan Bali yang paling sulit,” ujar Dr. I Gusti Putu Sudarta selaku Koordinator Juri Lomba Gender Wayang, Rabu (22/6/2022).
Peserta lomba beradu di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali. Kabupaten Karangasem diwakili Sekeha Gender Kumara Cita, Banjar Dinas Saren Anyar, Desa Budakeling, dan Sanggar Tabuh Kembang Waru, Banjar Abian Kapas Kaja, mewakili Kota Denpasar.
Mereka tak hanya lihai dalam memainkan bilah gender, tetapi juga beraksi dengan gaya yang sangat pas dengan teknik yang memikat.
Masing-masing duta (terdiri dari empat orang) menampilkan Tabuh Pamungkah, Sekar Sungsang, dan Angkat-angkatan.
“Walaupun gending yang dimainkan sama karena sudah menjadi warisan, namun dalam penampilannya memiliki kreasi dan gaya yang sangat khas,” sebut Sudarta.
Pra seniman cilik tampil memiliki teknik rata-rata tinggi karena, memainkan gamelan gender itu paling sulit dibandingkan jenis gamelan lainnya.
“Untuk memainkan gender, harus menggunakan dua tangan sekaligus dan harus dibarengi teknik menutup. Teknik pukulan dan menutup ini sangat susah dan harus seimbang, belum lagi seni memberikan volume pukulan supaya suara gamelan yang muncul bagus,” paparnya.
Meskipun ia sangat senang karena kemampuan para seniman cilik yang tampil tersebut, sangat bagus, dirinya juga menyayangkan tidak semua kabupaten atau kota di Provinsi Bali mengirimkan wakilnya di ajang PKB kali ini.
“Sayangnya, dari sembilan kabupaten dan kota di Bali, hanya lima daerah yang mengirimkan wakilnya yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan dan Karangasem,” cetusnya.
Menurutnya, hanya lima kabupaten ikut serta dalam lomba gender wayang. Sedangkan empat kabupaten lainnya yakni Buleleng, Bangli, Jembrana dan Klungkung sepertinya kewalahan untuk mendapatkan generasi penabuh gender wayang.
Bagi daerah yang kaya dengan sanggar-sanggar seni, sangat menentukan regenerasi dari para pemain gamelan gender.
“Untuk di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Gianyar dengan iklim yang sudah terbangun akan lebih mudah untuk mendapatkan kader,” ujarnya.
Demikian juga di kawasan Bali Selatan, sejumlah sekolah juga menjadikan menabuh gender wayang sebagai ekstrakurikuler dan rutin digelar Pekan Olahraga dan Seni Pelajar (Porsenijar) untuk menjaring bibit pemain gender.
Selain Sudarta, Lomba Gender Wayang Anak-Anak inj juga dinilai dua juri lainnya yakni I Made Kartawan S.Sn., M.Si., Ph.D., dan Dewa Gede Darmayasa.
Salah satu peserta, Ni Kadek Vinna Callysta Padmarini, mengaku senang bisa tampil dalam ajang PKB mewakili Kota Denpasar.
“Saya baru pertama kali ini tampil di PKB. Cukup deg-degan juga, tetapi ya bangga banget bisa pentas di sini,” ungkapnya.
Vina mengaku telah belajar menabuh gamelan gender dari enam tahun yang lalu dan sering diundang untuk menabuh saat ada ritual otonan maupun mepandes di rumah-rumah warga. (rls)