Denpasar (Penabali.com) – Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (FRONTIER) Bali, Kamis (19/1/2023), menyelenggarakan diskusi publik BERDISKO #8 dengan tema “Menakar Wajah Demokrasi di Dalam KUHP Baru” dengan menggandeng pemantik diskusi Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif ICJR.
Dalam diskusi, Erasmus Napitupulu menyebutkan bahwa kebebasan berekpresi di Indonesia makin menurun. Terkait KUHP yang baru, diriya melihat banyak pasal-pasal yang akan menimbulkan perdebatan, seperti pasal penghinaan pejabat negara, penghinaan presiden dan wakil presiden, larangan unjuk rasa, kohbaitasi, dan hak privasi.
“Hal ini tentu akan menjadi perdebatan karena kita menggunakan konteks dekolonialisasi,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia gagal menerapkan dekolonialisasi dimana masih adanya pasal-pasal warisan kolonial salah satunya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dimana hal ini justru merusak demokrasi dimana di saat mempersonifikasi suatu subjek menjadi perwakilan negara disana demokrasi menjadi tidak baik. Selanjutnya, pasal tentang unjuk rasa dalam KUHP juga dapat menimbulkan masalah karena dalam pasal tersebut akan menjerumuskan utanamya mahasiswa yang akan melakukan unjuk rasa.
“Saya ingatkan lagi, boro-boro dekolonialisaai kita ini tidak bisa keluar dari logika orde baru. Musuh kita orde baru dan mereka belum selesai,” ungkapnya.
Kepala Divis Agitasi Propaganda FRONTIER-Bali, I Wayan Sathya Tirtayasa, dalam diskusi menyerukan bahwa sudah saatnya mahasiswa sadar akan bahayanya demokrasi di dalam KUHP baru seperti pasal penghinaan presiden dan wakil presiden serta pejabat negara yang tentunya banyak mengandung bahasa multi tafsir dan dapat menyasar siapa saja yang kritis terhadap pemerintah.
“Hal ini tentunya dapat mengancam demokrasi, dan korban pertama pastilah mahasiswa,” pungkasnya.
Terakhir, A.A. Gede Surya Sentana selaku Sekjen FRONTIER-Bali menjelaskan bahwa acara diskusi publik BERDISKO #8 ini diadakan untuk membangun semangat mahasiswa di Bali untuk sadar dan mau bergerak bersama menolak dan mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mencabut pasal-pasal bermasalah dalam KUHP baru. Dimana hal ini sangat penting bagi mahasiswa sebagai agen perubahan yang memiliki kewajiban mengkritisi sebuah kebijakan akan menjadi korban pasal-pasal karet tersebut.”
Mari mahasiswa Bali sudah saatnya kita sadar dan berjuang untuk menolak pasl-pasal karet dalam KUHP,” tegasnya.
Diskusi publik ini bertempat di Kubu Kopi Jalan Hayam Wuruk Denpasar, dan mengundang berbagai organisasi mahasiswa. Dimeriahkan juga penampilan puisi dari Putri Mahaeswari dan Ade Bimantara, serta penampilan musik dari Mr. Hits dan The Blengers serta terdapat lapakan buku dan pajang karya dari UKM Persma Brahmastra. (rls)