Singaraja (Penabali.com) – Pasemetonan Sri Karang Buncing Kabupaten Buleleng menggelar Dharma Santi Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945, yang digelar di Kawasan Pura Adi Luhur, Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Minggu (26/3/2023).
Kegiatan yang dihadiri sedikitnya 1.000 warga Pasemetonan Sri Karang Buncing bertujuan memperkuat ikatan persaudaran di antara pasemetonan.
Dharma Santi Nyepi ini menghadirkan narasumber Pandita Dukuh Acharya Daksa dari Padukuhan Samiaga, Denpasar. Pandita Dukuh Acarya Daksa merupakan pandita yang berasal dari keluarga atau warga Pasemetonan Sri Karang Buncing.
Pasemetonan Sri Karang Buncing memiliki pura kawitan di Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, yakni Pura Sri Karang Buncing. Mahapatih Bali yakni Patih Kebo Iwa merupakan keturunan dari trah Sri Karang Buncing dan menjadi tokoh panutan bagi Pasemetonan Sri Karang Buncing saat ini.
Mahapatih Kebo Iwa merupakan seorang patih pada jaman Bali Kuno di era kekuasaan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten, yang berpusat di Bedahulu, Gianyar, yang diperkirakan berkuasa pada tahun 1332.
Ketua Pengurus Pasemetonan Sri Karang Buncing (P2SKB) Kabupaten Buleleng, Gde Komang, mengatakan Dharma Santi Nyepi ini menjadi program pertama P2SKB Buleleng untuk mempererat persaudaran keluarga Sri Karang Buncing di Bali.
“Jumlah anggota kami tersebar di Buleleng sekitar 1.800 kepala keluarga. Namun dharma santi ini dihadiri juga dari warga Sri Karang Buncing kabupaten lain di Bali, sehingga persaudaraan kami sebagai satu keluarga akan semakin menambah erat dengan kegiatan dharma santi ini,” ucap Gede Komang.
Sebelum Dharma Santi Nyepi digelar, Pasemetonan Sri Karang Buncing juga menyucikan tapel (topeng) Kebo Iwa dan Gajah Mada, Pasung Grigisdan Sri Artasura Ratna Bumi Banten. Penyucian tapel selama ini ditempatkan di Pura Sri Karang Buncing, Gianyar.
Sementara, Pandita Dukuh Acharya Daksa melalui dharma wacananya mengungkapkan Pasemetonan Sri Karang Buncing harus terus memperkuat tali kekeluargaan serta mengingat dan menghormati bisama leluhur. Penghormatan terhadap leluhur bisa dilakukan dengan kerja-kerja suci seperti mencari dan memahami jejak-jejak sejarah leluhur dari Sri Karang Buncing.
Usai dharma santi, juga digelar fragmen tari yang mempertunjukkan kisah kejujuran, keberanian, keiklasan dan ketulusan serta kesetiaan Kebo Iwa untuk ikut berperan. (red)