Denpasar (Penabali.com) – Ikatan Keluarga Besar Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor) merayakan HUT ke-36 tahun 2021 secara sederhana sebagai bentuk rasa keprihatinan ditengah pandemi Covid-19.
Perayaan HUT ke-36 Flobamora secara virtual ini juga diikuti Ketua Flobamora Sydney (Australia), Ketua Flobamora Papua dan daerah lain di Indonesia.
Guna menyambut ulang tahunnya, pada hari Sabtu (18/09/2021) petang, Flobamora Bali menggelar dialog interaktif secara virtual bersama para ketua 23 unit paguyuban dalam Flobamora Bali, sebagai repersentasi dari 21 kabupaten dan satu kota di NTT). Turut bergabung dalam dialog virtual tersebut, Anggota DPD RI dari Dapil Bali Made Mangku Pastika, dan Anggota DPR RI dari Dapil NTT, Julie Sutrisno Laiskodat.
Ketua IKB Flobamora Bali, Yusdi Diaz dalam sambutannya memaparkan perjalanan 36 tahun organisasi yang dipimpinnya bersama Sekretaris Umum Fredrik Billy. Disebutkan, nama Flobamora Bali diresmikan tahun 1985 di rumah Bapak Geroge Pilirobo, di Jalan Natuna Denpasar pada 15 September 1985, dengan merubah nama Flobamor (singkatan dari Flores, Sumba dan Timor), dengan mengakomodir Alor sehingga menjadi Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor).
“Organisasi ini bisa kita banggakanlah. Kita ini orang-orang biasa tetapi karena kita guyub dan bersatu makanya kita kuat. Berkat bersinergi kita bisa berdaya ubah,” kata Yusdi Diaz.
Mengenai jumlah anggota, sebenarnya Flobamora Bali hanya beranggotakan 26 anggota yakni 22 paguyuban dan empat organisasi komunitas, yakni Komunitas Sang Dewi, mahasiswa, Bahu HAM dan Komunitas Jurnalis Flobamora (KJF). Tetapi berdasarkan sistem informasi keanggotaan dari laman Flobamora Bali, data per hari ini tercatat 11.644 anggota. Permasalahannya adalah soal administrasi kependudukan, yang ber-KTP Bali sekitar 4.000-an, sekitar 5.000 lebih anggota ber-KTP NTT, tetapi sisanya tidak ber-KTP.
“Flobamora Bali dalam perjalanannya penuh dinamika. Semangatnya adalah merajut persaudaraan, menenun kebersamaan. Jadi Kita bersamalah untuk semua yang berkehendak baik, ya kita sama-sama. Karena semua itu diatur dalam AD-ART. Bahwa dalam perjalanannya ada yang beda frekwensi, beda DNA dengan kami, ya wajar saja. Di dunia ini tidak ketemu, di dunia lain juga akan dipisahkan dengan sendirinya, jadi kalau mau merajut (kebersamaan), kita bersamalah,” kata Yusdi Diaz.
Pada dialog tersebut, Ketua Paguyuban Flobamora Kabupaten Tabanan, Paskalis Boli Sabon, menyampaikan sulitnya warga Flobamora Bali mendapatkan bantuan sosial selama masa pandemi Covid-19, hanya karena tidak memiliki KTP Bali. Hal yang sama juga dikeluhkan Frais Wangge, Ketua Wua Mesu Ende Lio Bali.
Menanggapi keluhan tersebut, Made Mangku Pastika yang juga sebagai Bapa Tua warga Flobamora Bali meminta warga Flobamora Bali melengkapi identitas kependudukannya dengan mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) sehinggga memiliki identitas yang jelas selama mencari penghidupan di Bali.
Menurut Mangku Pastika, warga Flobamora di Bali harus taat aturan dan memiliki semangat ber-nyama braya dengan sesama krama Bali agar sama-sama menjaga Bali.
“Mempunyai identitas itu membuat orang menjadi bermartabat. Kalau tidak, dia tidak diakui, siapa orang ini,” tegas Mangku Pastika yang pernah menjadi Kapolda NTT tahun 2000 – 2001 dan sebelumnya pernah bertugas di NTT tahun 1975 sebagai persiapan “masuk” ke Timor Portugis.
Karena itu, Gubernur Bali periode 2008 – 2018 itu meminta pengurus Flobamora membantu anggotanya untuk mendapatkan KTP, dan menelusuri mengapa mereka bisa berangkat dari NTT tanpa identitas.
Ia berjanji akan membahas soal ini dengan Julie Laiskodat selaku Anggota DPR RI asal NTT bersama dengan Anggota DPD RI asal NTT.
Menanggapi permintaan Mangku Pastika itu, Julie Sutrisno Laiskodat akan segera menindaklanjutinya dengan memfasilitasi warga NTT di Bali agar mendapatkan KTP.
“Kita jemput bola. Mohon saya diberikan data per kabupaten terutama yang warganya banyak belum ber-KTP agar kami memfasilitasi mendapat KTP NTT di Bali,” kata istri Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat itu secara virtual dari Jakarta.
Meski demikian, Julie Laiskodat mengaku khawatir mengenai hak warga NTT di Bali sekalipun sudah memilki KTP NTT, seperti dikeluhkan Paskalis dan Faris Wangge.
“Walapun kita sudah E-KTP tetapi sepertinya tidak diakui dimana kita tinggal. Obsesi saya adalah seperti di Amerika, hak warganya diakui, sehingga saat pandemi kemarin tidak mendapat bantuan, ini mungkin akan kami bicarakan dengan teman-teman di DPR RI dan Bapa Tua Pak Mangku dan teman-temannya di DPD RI,” sebut Julie. (rls)