Denpasar (Penabali.com) – Gubernur Bali, Wayan Koster, menyebut narkoba saat ini sudah masuk ke pelosok desa terpencil. Kemudian di masa pandemi, bahkan menjadi masa dimana kasus narkoba meningkat dimana-mana dan Indonesia kini tak hanya jadi tempat transit dan konsumen semata, namun sudah menjadi produsen.
“Penyalahgunaan narkoba tidak hanya berpotensi merusak masa depan generasi muda, akan tetapi telah menjadi sumber maraknya tindakan kriminal hingga dapat menjadi faktor penghambat pembangunan nasional,” jelas Koster saat menjadi keynote speaker pada diskusi panel dengan tema “Bersinergi Bersama Berantas Narkoba, Korupsi dan Terorisme untuk Pembangunan SDM Unggul di Era VUCA”, bertempat di Gedung PRG Polda Bali, Rabu (24/11/2021).
Dalam acara diskusi panel yang dikemas secara Blended Webinar itu, Gubernur Koster juga menekankan persoalan korupsi. Gubernur Bali jebolan ITB ini mengatakan bahwa tingginya kasus korupsi dapat menimbulkan degradasi moral yang juga menimbulkan kerugian negara yang nilainya tidak sedikit.
“Hal tersebut ditunjukkan dengan kerugian negara mencapai Rp.56,7 triliun dan kasus suap mencapai Rp.322 miliar. Jumlah ini setara dengan 3.000 (bangunan, red) puskesmas dan 1.750 sekolah dasar,” kata orang nomor satu di Pemprov Bali ini.
Kemudian mengenai terorisme, mantan Anggota DPR RI 3 Periode Fraksi PDI Perjuangan ini menyatakan masalah terorisme telah menjadi ancaman Bangsa Indonesia sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman, karena menebar ketakutan dan lebih jauh lagi dapat mengancam ideologi negara, menurunkan pertumbuhan ekonomi dan kerusakan nyata lainnya.
“Untuk itu, kegiatan hari ini diharapkan tidak hanya mampu menurunkan dampak terorisme, namun juga bisa memperkuat sinergi bersama antara BNN, KPK dan BNPT. Kemudian yang terpenting, hal ini sangat bermakna untuk mendukung pembangunan Bali dan Indonesia pada umumnya,” ujar Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.
Kapolda Bali, Irjen. Pol. Putu Jayan Danu Putra, dalam sambutan pembukaannya mencetuskan bahwa diskusi yang menghadirkan narasumber terbaik di bidang narkoba, korupsi, dan terorisme ini diharapkan mampu mendukung upaya preventif dan holistik dalam menghadapi persoalan besar Indonesia.
“Apalagi sekarang kejahatan terorganisir sudah melibatkan teknologi digital, sehingga perlu adanya SDM-SDM unggul untuk mengantisipasinya. Ini upaya kita untuk menjadikan Indonesia bebas narkoba, korupsi dan teroris agar terwujudnya generasi muda yang tangguh dan berbudi menuju Indonesia maju,” tegasnya.
Dalam diskusi panel tersebut, Kepala BNN RI, Komjen Pol. Petrus R. Golose, menyebutkan Indonesia merupakan pasar potensial peredaran gelap narkoba dengan persentase pengguna mencapai 1.8 persen atau setara dengan 3.4 juta orang.
“Delapan puluh persen narkoba masuk melewati jalur laut yang sulit untuk dideteksi, karena radar yang mereka pakai dimatikan,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
“VUCA sendiri yang jadi bagian tema diskusi disebutnya adalah singkatan dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity. VUCA dapat artikan dimana dunia yang kita hidupi sekarang berubah dengan sangat cepat, tidak terduga dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang sulit dikontrol dan kebenaran serta realitas menjadi sangat subyektif. Pengaruh terbesar dari pergeseran dunia adalah karena pengaruh teknologi yang berkembang sangat pesat,” papar Golose seraya mengharapkan peran adanya aktif Pemda dalam mendukung aksi-aksi pemberantasan narkoba yang digaungkannya dengan slogan War on drugs atau perang melawan narkoba.
“Apalagi saya sangat konsen dengan masalah narkoba di Bali. Jadi tidak boleh ada anggapan di Bali orang bisa pakai, bahkan bisa melakukan pesta narkoba. Tidak boleh itu terjadi itu,” tegasnya.
Ketua KPK, Komjen Pol. Firli Bahuri, menyebut korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak hanya merampas hak asasi manusia, tetapi juga mengancam ekonomi bangsa.
“Setiap anak bangsa harus berperan menurunkan angka korupsi. Semua anak bangsa harus menjadi pelaku sejarah pemberantasan korupsi,” seru Ketua KPK RI ini.
Sementara Kepala BNPT, Komjen Pol. Boy Rafli Amar, menyebut ideologi sesat terorisme menghalalkan kekerasan sebagai jalan untuk mencapai tujuan serta menjadi sebuah ideologi yang anti demokrasi, anti kemanusiaan dan sangat intoleran. Menjadi semakin berbahaya, menurut Boy Rafli ketika ideologi terorisme dan radikalisme yang berasal dari luar tersebut dipaksakan masuk ke Tanah Air dengan memasukkan narasi-narasi serta teks agama yang menjadikannya sangat mungkin terdoktrin pada masyarakat awam.
“Tujuan teroris adalah menghancurkan negara, jadi saya mengajak generasi muda dan kita semua untuk terus mensosialisasikan, mengajarkan bagaimana sejarah bangsa kita. Empat konsensus negara kita yang kita sepakati bersama tidak boleh diganggu oleh ideologi lain,” tegas Komjen. Pol. Rafli.
Diakhir diskusi panel, Gubernur menyerahkan cinderamata berupa Kain Tenun Endek Bali kepada Kepala BNN RI, Ketua KPK, dan Kepala BNPT.
Selain menghadirkan para narasumber yang sangat kompeten, diskusi panel ini juga diikuti Sekda Provinsi Bali, Kodam IX/Udayana, dan seluruh Bupati/Walikota se-Bali, Kejaksaan Negeri se-Bali, Kapolres se-Bali, dan Kodim se-Bali. (rls)