Karangasem (Penabali.com) – Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana diterpa sejumlah isu miring selama menjabat.
Purwa membantah keras semua tudingan dan fitnah tidak mendasar dari pihak yang mengklaim sebagai tim panitia Paruman Krama Desa Adat Bugbug yang dipimpin Jro Gede Putra Arnawa selaku Ketua Tim Pelaksana Paruman dengan wakilnya I Nyoman Suparna, serta Koordinator Krama Desa Adat Bugbug, I Putu Artha.
Kepada awak media Sabtu 29 Juli 2022, Purwa Arsana yang juga dikenal sebagai Anggota DPRD Bali Komisi III, justru menepis tudingan Jro Gede Putra Arnawa beserta I Nyoman Suparna dan I Putu Artha yang menyebut dirinya telah ‘mengobok-obok’ dresta di Desa Adat Bugbug. Purwa mengaku bahwa warga tersebut mengembuskan berita bohong tentang sejumlah hal.
Antara lain, mempersoalkan pelaksanaan tradisi Aci Sumbu, Aci Manggung yang belum ini telah digelar tidak sesuai dresta. Serangkaian kegiatan itu, menurut Purwa, justru kubu Arnawa yang mengganggu jalannya upacara, kendati telah teratasi dengan baik.
Dirinya menegaskan bahwa dalam menjalankan kepemimpinan, dia sangat menjunjung tinggi pelaksanaan dan pelestarian dresta Bali khususnya Desa Adat Bugbug. Justru dia menyebut Arnawa yang sejatinya tidak mendukung pelestarian dresta karena menyalahgunakan awig-awig.
“Kertha Desa telah memutuskan bahwa Gede Putra ini bersalah. Tinggal dibacakan (diumumkan) saja. Kebetulan saat sekarang saya menjadi Kelian Desa Adat, akan saya bacakan,” ungkap Purwa.
Tentang kepemimpinan di Desa Adat Bugbug, Purwa mengatakan bahwa pemimpin tertinggi bukanlah Bendesa, melainkan Kelihan Adat. Hal itu berbeda dibanding desa-desa lain yang menempatkan Bendesa sebagai pemimpin tertinggi.
“Bendesa sejatinya gelar kehormatan yang baru ada (di Desa Bugbug) pada 1990. Hanya sebagai gelar kehormatan pengenter (pelaksana) saat digelar Aci di Desa Adat Bugbug,” tegasnya.
Disinggung isu pergantian Kelian Desa Adat, Purwa mengatakan itu sulit dilakukan jika Kelian Desa Adat tidak memiliki kesalahan yang memenuhi syarat pergantian.
Kata dia, proses pemilihan Kelian Adat Desa Bugbug ini dilakukan dengan penjaringan yang dilakukan panitia pemilihan. Pelaksanaannya berpedoman terhadap perarem, yang telah disahkan oleh Kelian Desa Adat Bugbug sebelumnya.
“Jadi bohong itu, pemilihan Kelian Adat dilakukan atas kepentingan diri sendiri, akan saya proses itu. Di Desa Adat Bugbug ini da 12 Banjar, dari sana dijaring satu persatu (calon Kelian Desa Adat),” tegasnya.
Dalam pemilihan Kelian Adat yang ia ikuti, Purwa mengatakan bahwa 7 banjar memilihnya. Kemudian 5 banjar lagi memilih calon lainnya. Atas jumlah dukungan itu, panitia menyimpulkan dirinya terpilih sebagai Kelian Adat Desa Bugbug.
Selain isu legalitas sebagai Kelian Desa Adat, Purwa juga dituding menyalahgunakan dana hasil sewa lahan desa dengan jumlah Rp.14 miliar. Hal itu tegas ia bantah.
“Itu sempat dilaporkan sampai ke DPRD Bali. Dari enam masalah yang diungkapkan, salah satu soal itu (penggunaan dana), tapi setelah di Forkopimda hanya muncul satu (masalah), karena lima masalah lainnya bohong itu. Akhirnya cuma satu masalah yakni Pengadegan Kelian Desa Adat,” ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa segala kegiatan dan keputusan yang diambil atas nama desa adat wajib berkoordinasi dengan Prajuru Dulun Desa. Salah satu program yang telah ia lakukan bersama Prajuru Dulun Desa adalah menggelar Ngenteg Linggih.
Setelah upacara tersebut, dirinya mengatakan ada investor dari Negara Ceko ingin berinvestasi di Desa Bugbug. Dia menilai bahwa ini merupakan berkah dari Tuhan, karena investasi ini sangat besar dibandingkan biaya Ngenteg Linggih yang digelar desa adat.
Dirinya memperjuangkan agar dana investasi yang masuk lebih besar dari penawaran. Hal itu ia harapkan dapat mendukung pembangunan di Desa Adat Bugbug. (red)