Denpasar (Penabali.com) – Gerakan Mahasiswa Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (FRONTIER) Bali menggelar aksi simbolik dengan mengirimkan karangan bunga dan menaburkan bunga di depan Kantor Kementerian Keuangan Wilayah Bali. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah yang dinilai merugikan dunia pendidikan.
Kepala Divisi Agitasi Propaganda FRONTIER-Bali, I Wayang Sathya Tirtayasa, menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan, khususnya pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiksaintek) serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), berpotensi menyebabkan kemerosotan dalam sektor pendidikan.
“Pendidikan sedang berduka. Seharusnya, anggaran pendidikan menjadi prioritas utama, bukan malah dipangkas,” ujar Wayang Sathya dalam keterangannya kepada awak media.
Sekretaris Jenderal FRONTIER-Bali, A. A. Gede Surya Sentana, menambahkan bahwa pemerintah menunjukkan ketidakseriusannya dalam menangani sektor pendidikan dengan tidak memasukkan pendidikan sebagai program utama. Ia menyoroti masih tingginya keluhan masyarakat mengenai biaya pendidikan yang semakin mahal.
“Ini adalah pengkhianatan terhadap dunia pendidikan. Dengan pemangkasan anggaran ini, akses terhadap pendidikan semakin sulit bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang mengandalkan beasiswa untuk melanjutkan studi,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, pemangkasan anggaran Kemendiksaintek terjadi secara signifikan, dari total pagu anggaran sebesar Rp 56,6 triliun menjadi Rp 14,5 triliun. Beberapa beasiswa mahasiswa yang terdampak antara lain:
- Beasiswa Program KIP dipangkas 9 persen
- Beasiswa BIP terkena pemangkasan 10 persen
- Beasiswa ADIK dipotong 10 persen
- Beasiswa KNB dipangkas 25 persen
- Bantuan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (BPPTNBH) serta Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) mengalami efisiensi hingga 50 persen
Dengan adanya pemotongan ini, ribuan mahasiswa terancam kehilangan beasiswa mereka. Selain itu, calon mahasiswa yang akan mendaftar ke perguruan tinggi pada tahun 2025 juga berisiko tidak mendapatkan bantuan pendidikan akibat berkurangnya alokasi dana dari APBN.
“Pemangkasan ini sangat tidak masuk akal. Ini berpotensi menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT), sehingga akses pendidikan murah di negeri ini hanya menjadi angan-angan. Bahkan, ada kemungkinan mahasiswa putus kuliah akibat kenaikan biaya,” lanjut Surya Sentana.
Dalam aksi protes ini, mahasiswa FRONTIER-Bali menuntut agar pemerintah pusat, terutama Presiden RI, segera menjadikan pendidikan sebagai program prioritas utama. Mereka mendesak agar pemangkasan anggaran pendidikan dibatalkan dan negara menjamin akses pendidikan gratis bagi seluruh anak bangsa sesuai dengan amanat konstitusi.
“Pemerintah harus menjamin pendidikan yang layak bagi rakyatnya, bukan justru sibuk dengan program makan siang gratis yang belum tentu berdampak signifikan bagi masa depan bangsa,” pungkasnya.
Aksi ini menjadi salah satu bentuk perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, khususnya generasi muda yang ingin mendapatkan pendidikan berkualitas. Mahasiswa berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan keberlanjutan pendidikan di Indonesia. (ika)